Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Putri
CRAAANG!
Putri memecahkan gelas yang ada di depannya dan mengambil pecahan itu mengarahkan ke urat nadi tangannya.
"Kak Putri apa yang Kaka lakukan?" Putra melihat keanehan dari Putri.
"Dira, kamu harus pilih, aku atau Dilara!" Putri sedikit mengancam.
"Put, hati-hati kamu bisa terluka," Salman menenangkan.
"Dira, gue jauh-jauh datang kemari untuk menemuimu. Keluarga kita berusaha menyatukan kita berdua. Kamu harus patuh kepada orang tuamu, mereka ingin kita bersama. Bukannya kamu sangat sayang kepada mereka. Apa kamu ingin menjadi anak yang durhaka, " Putri berusaha meracuni pikiran Dira.
Dira hanya diam. Dira memang dikenal Patuh dan taat kepada orang tua. Dira tidak pernah membantah sedikit pun perintah dari orang tuanya. Seandainya yang dikatakan Putri itu benar, Dira pasti akan menuruti perintah orang tuanya menikah dengan Putri.
"Kak Dira, bukan begitu. Orang tua Putri ingin menjodohkan kalian berdua. Tapi orang tua Kak Dira menyerahkan semua keputusan di tangan Kak Dira. Mereka tidak ingin memaksa Kak Dira. Kak Dira bebas memilih pasangan hidup Kak Dira sendiri," sahut Dilara.
"Bohong! Kita sudah dijodohkan Dira. Kamu hanya milik ku!" Putri menggenggam erat pecahan gelas, darah menetes dari telapak tangannya.
"Putri, maaf. Aku tidak menyukaimu," Dira menatap Putri dengan tatapan yang dingin.
"AAAAAAAAAAAA!" Putri mengamuk, melempar apa saja yang ada di dekatnya.
Putri bahkan melemparkan kursi plastik ke arah Dilara. Dira melindungi Dilara dengan punggungnya. Putri semakin di luar kendali. Putri berteriak seperti orang gila. Sementara itu Salman dan Putra mengeluarkan paksa Putri dari ruangan Dilara. Cakra dan Elma yang baru kembali dari kantin melihat Salman dan temannya mengamankan seorang gadis, mereka langsung masuk ke ruangan Dilara.
Mereka terkejut, ruangan Dilara berantakan seperti habis kena gempa. Dira kesakitan di samping Dilara. Cakra meminta bantuan para perawat untuk memeriksa Dira dan Dilara. Para perawat itu juga membantu membereskan hasil perbuatan Putri yang mengobrak-abrik ruangan Dilara.
Dira sedikit terluka demi melindungi Dilara. Setelah mendapatkan perawatan, Dira meminta maaf atas semua yang terjadi. Salman kembali ke ruangan Dilara dan memberitahu orang tuanya, Dira dan Dilara, bahwa Putri dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Putri? Siapa Putri?" tanya Elma.
Dira akhirnya menceritakan siapa Putri kepada mereka semua. Keluarga Dira dan keluarga Putri dulu bertetangga. Putri seorang anak yang pintar. Putri sangat dimanja oleh kedua orang tuanya. Tapi keinginan Putri harus selalu dipenuhi. Kalo tidak Putri akan mengamuk dan melakukan tindakan yang ekstrim seperti menyakiti dirinya sendiri.
Putri sudah menunjukkan rasa sukanya pada Dira di masa kecil mereka. Putri overprotektif. Siapa saja yang mendekati Dira akan disingkirkannya. Putri takut orang yang berteman dengan Dira akan menyakitinya. Banyak yang terluka karena Putri. Orang tua Putri akhirnya membawa Putri ke luar negeri untuk mengobatinya. Putri dengan keras menolak ikut karena tidak mau jauh dengan Dira. Dengan usaha yang kuat, akhirnya Putri berhasil dibawa ke luar negeri.
"Setelah melihat tingkah lakunya tadi, Putri belum sembuh," kata Dira.
"Permisi, maafkan Kak Putri," Putra dengan sopan meminta izin untuk masuk.
Cakra dan Elma memberikan izin. Putra memberitahu mereka saat ini Putri tertidur setelah diberikan obat penenang oleh Dokter. Emosi Putri tidak stabil. Putra meminta maaf atas kejadian yang tidak mengenakkan ini.
Alasan mereka ke kota ini, karena Putri ingin sekali bertemu dengan Dira. Putri ketahuan ingin kabur dari rumah demi bertemu dengan Dira. Akhirnya orang tua mereka mengabulkan keinginan Putri. Karena selama di luar negeri Putri bersikap normal, bisa mengontrol emosinya. Dan orang tua mereka berharap setelah bertemu dengan Putri, Dira menyukai Putri dan mau menikah dengannya.
"Maaf, ternyata setelah melihat Kak Dira menyukai Dilara, emosi Kak Putri kembali terganggu. Maaf Dila, kamu juga jadi amukan Kak Putri," dengan penuh penyesalan Putra mengatupkan kedua tangannya.
"Semoga Putri segera sembuh," ucap Dilara.
...----------------...
Malam pun tiba, Dira dan Salman menemani Dilara yang masih terbaring di rumah sakit. Dira setelah mendapatkan perawatan tertidur pulas di tempat tidur tamu. Salman masih menemani Dilara. Dilara tidak bisa tidur. Dilara meminta Salman membawanya jalan-jalan sebentar ke kantin rumah sakit. Dilara bosan di dalam ruangan terus.
Salman meminjam kursi roda kepada perawat dan meminta izin membawa Dilara berkeliling sebentar.
Dengan hati-hati Salman mengangkat tubuh Dilara dan mendudukkannya di atas kursi roda. Salman mendorong kursi roda menuju kantin rumah sakit. Dilara ingin sekali makan martabak telur yang ada di sana. Mereka akhirnya memesan martabak telur kesukaan Dilara.
...----------------...
Terdengar suara langkah kaki di koridor rumah sakit. Seorang perawat perempuan berpakaian putih, menggunakan masker, berjalan menuju kamar ruangan Dilara. Perawat itu melihat Dira yang tertidur pulas. Dia memandangi Dira dan menyelimuti Dira yang terlihat lelah.
Dia menuju ke tempat tidur Dilara. Di sana terlihat Dilara juga tertidur. Perawat itu mendekati Dilara. Dia menyuntikkan sesuatu ke dalam infus Dilara. Di balik maskernya perawat itu menyeringai. Matanya menyorot tajam, tatapannya penuh kebencian. Dia menunggu berdiri di samping Dilara.
Dilara membuka matanya, wajahnya memucat. Dilara memandangi perawat yang ada di sampingnya. Dilara memegangi dadanya yang nyeri, napasnya mulai tidak beraturan. Bibirnya membiru. Tubuhnya kejang-kejang.
"Selamat tinggal Dilara. Ha, ha, ha," Perawat itu tertawa.
Dilara melototkan matanya ke arah perawat itu. Bola matanya membesar, Dilara dengan sendirinya mencongkel bola matanya sendiri dan memberikannya kepada perawat itu.
"AAAAAAAA!" Perawat itu berteriak histeris.
Bola mata Dilara melayang ke atas kepala perawat. Tubuh perawat itu kaku, kepalanya sedikit mendongak.
TUSSSS!
Bola mata Dilara pecah meledak hingga keluar darah bercucuran mengenai kepala dan masker perawat itu. Perawat itu membuang maskernya.
"Apa kabar Putri? Apa kamu ingin sekali Dilara mati!" Dilara tiba-tiba melayang di hadapan Putri.
"Iya, dia pantas mati! Dia sudah mengambil Dira dariku!"
"Jangan pernah sakiti Dila!"
Tiba-tiba saja kepala Dilara terlepas dari tubuhnya. Kepala itu dengan cepat menyambar Putri dan menggigit lehernya.
"SETAAAANNNNNN!" Putri menarik kepala Dilara sambil memukul-mukul untuk melepaskan dari gigitannya.
Semua orang di rumah sakit dikagetkan dengan teriakan histeris Putri. Mereka semua mencari sumber suara yang sangat meresahkan penghuni rumah sakit. Para perawat menemukan sumber suara itu. Mereka masuk ke dalam ruangan Dilara.
Nampak lah di sana Putri sedang mencekik Dira. Dira berusaha melepaskan tangan Putri. Para perawat juga membantu Dira.
"Putri, apa kamu mau membunuh ku, uhuk, uhuk," Dira memegangi lehernya.
"Setan, setan, ruangan ini penuh dengan setan," Putri memegangi kepalanya dan menepis tangan-tangan perawat yang berusaha menangkapnya.
"Kamu ingin membunuh Dilara. Tidak akan ku biarkan! Aku akan terus menghantui mu selamanya!" suara Clara kembali menghantui Putri.
Dilara dan Salman kembali ke ruangannya. Mereka nampak keheranan, Putri ada di dalam ruangan mereka dikelilingi para perawat. Dilara meminta Salman untuk mendorongnya lebih dekat ke samping Putri.
"SETAAAANNNNNN!" Putri semakin ketakutan ketika melihat Dilara kembali masuk ke dalam ruangannya.
BRUUUUUUK!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...