Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Musuh di balik selimut
Jika kalian menebak Adam mau menuruti permintaan Raisa untuk tidur di ranjang bersamanya, maka kalian salah besar.
Adam memang mau tinggal di kamar Raisa, tapi dia tetap memilih tidur di sofa. Mengingkari ucapannya sendiri yang mengatakan jika sofa itu tidak mampu menampung tubuhnya yang tinggi itu.
Raisa tidak protes sama sekali, karena menurutnya itu lebih baik daripada Adam menolak dan kembali ke paviliun.
Sudah satu jam mereka berdua berbaring ditempatnya masing-masing. Ingat!! Hanya berbaring, karena Raisa tidak bisa terlelap sama sekali.
Tubuhnya memang berbaring membelakangi Adam, namun pikirannya masih terus tertuju pada pria yang berbaring tanpa sehelai selimut pun.
"Tapi nanti dia kege eran kalau aku kasih selimut"
Raisa berbalik menatap suaminya itu. Menatap wajah yang tampak begitu tenang saat memejamkan mata. Sama sekali tidak terlihat kaku dan menyeramkan seperti saat mata itu terbuka.
"Tapi kalau kedinginan gimana??"
Perlahan satu kaki Raisa turun dari ranjangnya. Sebisa bergerak setenang mungkin jangan sampai mengeluarkan suara sedikitpun. Dia menuju ruang ganti untuk mencari selimut yang tersimpan di lemarinya.
Sebenarnya Raisa juga merasa kasian dengan Adam yang terlihat tidak nyaman dalam tidurnya. Tapi pria itu sendiri yang menolak tawarannya, dengan alasan....
"Aku tidur di sofa saja, takutnya kamu tidak nyaman tidur dengan pria menjijikkan seperti ku"
Jawaban yang begitu menohok itu tentu saja telah menyakiti hati Raisa. Bagaimana Adam mengira Raisa berpikir seperti itu, sedangkan Raisa saja yang mintanya sendiri kepada Adam.
Selimut yang ia ambil tadi kini telah membalut tubuh Adam dari kaki hingga bahunya. Pria itu sama sama sekali tak terusik dengan apa yang Raisa lakukan. Sepertinya tampak begitu kelelahan.
Raisa sama sekali belum beranjak menjauh dari Adam, dia justru asik mengamati setiap inchi wajah pria itu dengan teliti. Bukan hanya jarang, tapi Raisa justru belum pernah menatap wajah Adam sedalam ini.
"Aku bahkan tidak tau dari mana asal mu, siapa Ayahmu, dimana sekolah mu dulu, apa makanan kesukaan mu. Yang aku tau, kamu hanyalah Adam Lesmana, cukup itu saja. Apa itu pantas di saat kamu saja sudah ada di sini sejak delapan tahun yang lalu"
"Tapi rasanya aku benci untuk mencari tau tentang mu"
Raisa ingin mengusap wajah tampan Adam, namun buru-buru ia urungkan. Dia memilih kembali ke ranjangnya, setelah sebelumnya menyunggingkan senyum yang entah artinya apa.
*
*
*
Di tempat lain, di saat orang-orang mulai memejamkan matanya, termasuk Adam dan Raisa yang sama-sama terlelap dengan posisinya masing-masing. Lelaki muda dengan tongkat bilyard di tangannya masih tetap terjaga samapi hari menunjukkan pukul tiga pagi.
Dia tak sendiri, tapi ditemani beberapa pria di antaranya dua pria dengan usia yang terpaut jauh darinya. Ketiganya telah asik bergantian menyentil bola-bola itu dengan tongkatnya masing-masing.
Sementara beberapa pria lain tetap berdiri di beberapa sisi dengan perawakannya yang tinggi dengan badan kekarnya.
"Kamu sepertinya sudah tidak bisa di andalkan lagi Rio"
Tak...
Suara bola yang saling berbenturan menjadi jeda ketika Rio ingin menjawabnya.
"Bukan aku yang tidak bisa di andalkan, tapi dia yang semakin sulit di temui. Tukang pukulnya itu tidak pernah membiarkannya lepas sendirian" Tutur Rio tak mau di salahkan oleh pria yang memiliki nama belakang sama dengan Satya, yaitu Wicaksana. Dia adalah Sandi Wicaksana, adik satu-satunya Satya Wicaksana yang selalu menganggap Kakak kandungnya itu sebagai rivalnya.
"Itu alasan mu saja. Kalau sudah tidak sanggup, katakan saja!! Biar aku yang bertindak sendiri" Pria ambisius itu sudah tidak bisa lagi menunggu aksi Rio yang menurutnya selalu gagal. Dia yang paling tidak rela jika keluarga Satya bahagia dengan semua kekayaan mereka itu.
"Sabar dong Om, pelan-pelan. Om nggak akan bisa memiliki semuanya kalau gegabah seperti ini" Bela Rio pada dirinya sendiri. Lagipula saat ini otaknya memang sedang tidak bisa berpikir dengan baik.
"Tapi apa yang di katakan Sandi itu benar, kau terlalu lama Rio. Ini sudah hampir satu bulan tapi rencana kita selalu gagal" Pria tua satunya lagi ikut bersuara.
"Terus apa lagi yang harus aku lakukan Pa. Mereka selalu memakai cara tak terduga untuk menepis semua isu yang kita buat. Kita nggak pernah tau kalau mereka itu akan membantahnya dengan cara-cara seperti itu. Ini di luar prediksi kita" Keluh Rio.
"Mereka memang licik!!" Geram Sandi.
"Sepertinya kita harus merubah rencana awal kita. Mulai sekarang, jangan gunakan putrinya lagi" Ucap Aryo Dewangga, Ayah dari Rio.
"Maksud Papa??"
"Sekarang ini sudah jelas sekali jika yang paling berharga bagi Satya adalah si pengawal itu. Dia yang sekarang memegang kendali, tentu saja Satya tidak akan pernah membiarkan budaknya itu lepas"
Sandi mengangguk-angguk, dia menyetujui ucapan Aryo. Pria yang begitu tergila-gila dengan uang itu akan menghalalkan segala cara untuk merampas harta milik Kakaknya sendiri.
Meski semua harta yang di miliki Satya adalah hasil dari keringatnya sendiri, namun Sandi tetaplah orang yang memiliki sifat iri dengki. Dia tidak suka melihat Kakaknya hidup makmur bergelimang harta.
Maka dari itu, di sanalah Sandi berada saat ini. Di antara musuh-musuh Kakaknya. Menjadi musuh di balik selimut untuk Kakaknya. Menjadi duri dalam daging dengan baik jika di depan Kakaknya. Serta terus menjadi serigala berbulu domba demi ambisinya.
Tapi semua itu hanyalah anggapan Sandi saja. Karena nyatanya Satya sudah mengetahui sifat Sandi itu. Kakaknya hanya bersikap seperti kura-kura dalam perahu.
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?? Aku ingin dia hancur sebelum pemilu di laksanakan. Karena setelah itu dia akan semakin kuat, kita tidak bisa menyerangnya seperti saat ini. Sekarang adalah waktu yang pas menurutku"
"Sabar San, kita cari rencana yang matang dulu. Jangan gegabah. Kau juga Rio, jangan bertindak seenaknya. Jangan samapi ulah mu justru menghancurkan semuanya" Aryo berusaha mengingatkan anaknya. Pasalnya yang mereka lawan bukanlah orang biasa. Dia tau bagaimana kuatnya seorang Satya Wicaksana.
"Aku tau Pa"
Ketiga orang yang di haus kekuasaan itu telah berkumpul menjadi satu, tapi akankah mereka benar-benar bisa mewujudkan impian mereka itu??