Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32.
Sementara Faisal sedang membuat pesanannya, Amira kini disibukan oleh notif pesan yang baru saja masuk dari ponselnya.
🖤Fajar 🖤
[ Udah mulai kerja?]
🖤 Amira 🖤
[ Belum, aku mampir dulu ke cafe]
🖤 Fajar 🖤
[ Ngapain kesana?]
🖤 Amira 🖤
[ Biasa, pesan teh hangat sebelum bekerja]
[ Kenapa, Jar?, ada sesuatu yang mau kamu sampaikan?]
🖤 Fajar 🖤
[ Nanti saya jemput]
🖤 Amira 🖤
[ Iya, biasanya juga kayak gitu, kan?]
🖤 Fajar 🖤
[ Hm]
🖤 Amira 🖤
[ Ada lagi yang mau kamu sampaikan?]
🖤 Fajar 🖤
[ Gak ada, saya cuman mau bilang itu aja]
🖤 Amira 🖤
[ Oke, kalau gitu]
[ Makasih, Jar]
~~~
Setelah beberapa detik Amira melihat layar chat-nya, tetapi dia tidak kunjung mendapat balasan.
Dia juga tidak heran lagi akan sifat dari suaminya itu, karena sudah terbiasa jika obrolan selalu berakhir padanya.
" Ini pesanannya!" ucap Faisal.
Amira pun langsung mengangkat wajahnya kepada Faisal, beralih dari layar ponselnya yang dia lihat sebelumnya.
" Makasih, Sal."
Amira Segera meraih secangkir teh itu, setelah sebelumnya memasukan kembali ponselnya ke dalam tasnya.
Dia juga sudah membayar pesanannya menggunakan pembayaran non tunai.
" Kalau gitu, aku ke atas dulu, ya, jam kerja udah mau dimulai." ucap Amira, sambil memutar tubuhnya, untuk berlalu pergi, meninggalkan cafe itu.
" Mir, tunggu!" pinta Faisal, begitu Amira sudah melangkah untuk pergi dari cafe itu.
" Iya, kenapa?" tanya Amira, yang langsung menghentikan langkahnya, kemudian memutar kembali tubuhnya ke arah Faisal.
Faisal pun keluar dari meja barista itu, kemudian melangkah ke arah Amira, dan juga menghentikan langkahnya, setelah dia memperkirakan jarak mereka yang hanya tersisa sekitar 50 cm.
Posisinya dengan Amira tidak terlalu dekat, karena dia tau, kalau Amira selalu menjaga batasan.
" Boleh, minta no telpon kamu?" tanya Faisal.
" Boleh." jawab Amira, tanpa berpikir terlebih dahulu.
Dia dan juga Faisal juga sudah cukup berteman lama, mulai dari dia bekerja di perpustakaan itu, sehingga dia tidak sungkan lagi memberikan nomer ponselnya kepada Faisal.
Lagipula tidak masalah jika hanya bertukar nomor, barangkali kedepannya mereka bisa saling membutuhkan untuk diminta pertolongan.
Memiliki banyak teman tidaklah salah, yang terpenting diharuskan memiliki teman yang berkualitas, yang bisa saling menghormati dan juga menghargai.
Selain itu, dia juga mengatahui batasan dalam pertemanan adalah hal yang sangat dianjurkan.
" Kenapa aku baru kepikiran untuk minta no kamu kamu sekarang, ya?" tanya Faisal, sembari tertawa pelan.
" Mungkin karena kita saling bertemu disini, dan tidak ada juga hal lain yang harus kita bicarakan selain pekerjaan." jawab Amira, mengutarakan pendapatnya tentang hal itu.
Memang benar, sudah cukup berteman lama, tetapi sampai saat ini, mereka berdua belum memiliki kontak ponsel masing-masing.
Keduanya bertemu hanya mengobrol singkat seperti itu di perpustakaan, itupun terjadi karena Amira datang ke cafe untuk memesan teh hangat favoritnya.
" Makasih." ucap Faisal, setelah dirinya berhasil menambahkan no kontak Amira di ponselnya.
" Sama-sama." jawab Amira yang selalu ramah kepada siapapun, seperti biasanya.
" Eh, Mir, kamu disini ternyata." ucap Lusi kepada Amira.
Saat dia masuk kedalam cafe itu, pandangannya langsung tertuju kepada Amira yang ternyata sedang berada di sana, dengan secangkir teh manis di tangannya.
Amira bisa saja memesan teh manis menggunakan cup, bukan cangkir seperti itu, namun, dia lebih suka menikmati teh dari cangkirnya langsung, karena menurutnya rasanya berbeda dari sebuah cup biasa.
" Kak Lusi, kenapa belum pulang, Kak?" tanya Amira.
Dia pikir, seniornya itu sudah pulang karena jam kerja Lusi sudah selesai di sekitar 20 menit yang lalu.
" Kepala perpustakaan meminta kaka buat lembur, katanya pekerjaan sekarang lagi banyak banget." jawab Lusi, sambil menghembuskan nafasnya dengan pasrah.
Hembusan nafas itu bukan karena dia merasa lelah kerena bekerja lembur, tetapi karena dia hanya memiliki sedikit waktu dengan pacarnya.
Lusi mengambil jadwal kerja dari pagi hingga malam, karena dia juga sudah lulus sekolah.
Tidak seperti Amira yang harus mengambil kerja part-time, karena dia juga harus membagi waktunya antara sekolah dan juga pekerjaan.
Bekerja di perpustakaan Mustika adalah impian semua orang yang menyukai ketenangan, impian bagi semua orang yang menyukai keramaian dalam diam.
" Mmmmm.... sepertinya memang sedang sibuk sekali, apalagi ini akhir bulan, kepala perpustakaan minta aku juga buat nambahin jam kerja." ucap Amira, mengatakan kembali hal yang disampaikan oleh kepala perpustakaan.
" Nah, kan!" sahut Lusi, menegaskan.
" Yasudah, kaka mau beli kopi dulu, supaya kerjanya tambah semangat." sambung Lusi, yang kemudian melangkah ke area meja panjang cafe, khusus tempat pemesanan.
" Eh, Faisal! kamu kemana aja?" tanya Lusi sedikit kaget, karena dia baru menyadari kehadiran Faisal disana.
" Saya lagi sakit, kak." jawab Faisal.
Dia memanggil Lusi seperti itu, karena Lusi memang dua tabun lebih tua darinya.
" Sakit?, kenapa kita gak tau?, sekarang keadaan kamu gimana?" tanya kembali Lusi.
" Alhamdulillah, sudah baikan."
" Syukurlah kalau gitu." ucap Lusi bernafas lega.
" Mau pesen apa, kak?" tanya Faisal, sambil menunjukan buku menu yang disediakan disana.
" Kopi hitam, sama...kentang goreng!" pesan Lusi.
" Dasar selalu gak nyambung." ledek Faisal, sambil terkekeh pelan.
Sama halnya dengan Lusi yang menyambut nya dengan hal yang sama juga.
Bagaimana Faisal tidak berkata seperti itu, jika kopi hitam digabungkan dengan kentang goreng, hal itu sebenarnya memang tidak masalah sebenarnya, hanya saja terkesan tidak selaras.
" Enak tau, cobain makanya." ucap Lusi, menawarkan.
" Enggak, makasih." jawab Faisal yang langsung disambut tawa pelan, dari Lusi dan juga Amira.
Walaupun dibujuk dengan bayaran, Faisal sama sekali tidak mau meminum kopi hitam bersamaan dengan kentang goreng, hal itu sungguh di luar pemikirannya.
" Mau ke atas sekarang?" tanya Lusi, beralih kepada Amira.
Amira pun lantas langsung mengangguk pelan.
" Iya, kak, pekerjaan aku hari ini banyak banget, jadi harus segera aku selesaikan, supaya gak terlalui pulang malam."
" Oke, deh, kalau gitu." sahut Lusi yang langsung mengangguk paham.
" Aku duluan ya, kak." pamit Amira dan langsung mendapatkan anggukan setuju dari Lusi.
Setelah itu, dia mengalihkan tatapannya kepada Faisal yang tengah sibuk membuat kopi hitam pesanan Lusi.
" Duluan, Sal."
Mendengar itu Faisal langsung menoleh ke arah Amira.
" Iya, Mir."
" Assalamu'alaikum." ucap salam Amira, sebelum dia benar-benar berlalu pergi dari sana.
" Wa'alaikumsalam." jawab Faisal dan juga Lusi secara bersamaan.
Bahkan diluar dugaan, tidak hanya mereka saja yang menjawab, tetapi beberapa pengunjung cafe yang sedang asik menikmati makanan dan minuman mereka, juga ikut menjawab salam dari Amira.
Para pengunjung yang ada didalam cafe itu adalah tipe-tipe orang yang suka belajar dan juga membaca buku sambil menikmati makanan dan minuman mereka dengan santai.
TO BE CONTINUE.