Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Ikatan yang Tersisa
Ketika di mansion, Manaf sudah menunggunya. Karena Manaf di beri kabar oleh Malika ketika Mahreeen melihat Farisa. Meminta duduk di sofa berdua saja dengan Mahreeen. Sementara anak anaknya masuk bersama kedua orang tuanya.
Manaf: (melihat Mahreeen yang tampak ragu) "Mahreeen, aku sudah membuat perjanjian yang sangat jelas dengan Farisa. Kau tidak perlu khawatir. Dia tidak akan bisa mengusik hidup kita lagi."
Mahreeen: (menatap Manaf, ragu) "Benarkah, Manaf? Apakah dia benar-benar akan menepati perjanjiannya?"
Manaf: "Dia tidak punya pilihan lain, Mahreeen. Jika dia melanggar perjanjian ini, maka segalanya akan berakhir untuknya."
Mahreeen: (tersenyum sedikit, meski masih tampak ragu) "Aku berharap kau benar, Manaf. Aku tidak ingin ada bayangan masa lalumu yang membayangi kehidupan kita."
Farisa, di sisi lain, sesampainya di rumah. Duduk di bangku seorang diri dan berfikir merasa terjebak dalam perjanjian yang telah disepakati. Manaf dengan tegas memastikan bahwa batasan antara mereka tidak boleh dilanggar, dan dia tidak akan lagi memberikan peluang bagi Farisa untuk ikut campur. Meski berat, Farisa menyadari bahwa ia harus tunduk pada keputusan Manaf.
Aku tidak pernah menyangka kau akan begitu tegas, Manaf. Kau benar-benar sudah berubah. Batin Farisa.
Di saat sedang melamun, tiba tiba Jasmin menegurnya.
Jasmin: "Kamu melamin apa, Farisa? Jangan bilang kamu lagi memikirkan Manaf. Sudahlah! Buang tentang dia dan kamu nikmati saja dengan fasilitas sekarang."
Farisa: (Diam tidak menjawab hanya menghela nafasnya.) "Mama, diam bisa ga sih! Jangan ganggu aku dulu!"
Farisa yang langsung pergi ke kamarnya dan menutupnya. Sedangkan Jasmin hanya menggelengkan kepalanya. Pasti Farisa itu memikirkan Manaf.
***
Di mansion, Manaf dan Mahreeen masih berbicara berdua.
Mahreeen: "Manaf, aku masih merasa canggung. Rasanya ada yang masih mengganjal."
Manaf: (menggenggam tangan Mahreeen) "Aku mengerti perasaanmu, Mahreeen. Tapi, percayalah, semua ini akan berlalu. Farisa tidak akan mengganggu kita lagi."
Mahreeen: (terdiam, menatap Manaf) "Aku hanya ingin kita bisa hidup tanpa bayang-bayang siapa pun, Manaf."
Manaf: "Aku tahu, dan itulah yang sedang aku perjuangkan. Untukmu, untuk kita."
Sepakat akhirnya keduanya, fokus pada kehidupan mereka saja.
***
Pagi itu, Mahreeen terbangun dengan senyuman yang tak bisa disembunyikan. Kesehariannya kini terasa lebih penuh warna, dengan kebahagiaan anak-anak yang menular padanya. Anak-anaknya mulai memanggil Manaf dengan sebutan "Papa," sesuatu yang dulu tak pernah ia bayangkan. Begitu juga, Manaf yang kini berperan sebagai sosok yang melindungi dan membahagiakan keluarga mereka.
Manaf: (sambil menatap lembut Mahreeen) “Apa kau bahagia, Mahreeen?”
Mahreeen: (tersenyum malu) “Lebih dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata, Manaf. Aku tak pernah membayangkan kehidupan seperti ini.”
Manaf: “Aku ingin memberimu lebih, Mahreeen. Kau dan anak-anak berhak mendapatkan semuanya. Aku sudah lelah dengan masa lalu dan semua konflik yang dulu selalu menghantui. Kini, yang aku inginkan hanya kehidupan yang damai dan penuh cinta bersamamu.”
Mahreeen: (matanya berkaca-kaca) “Terima kasih, Manaf. Kau telah melakukan banyak hal untukku dan anak-anak. Kau telah memberi kami kebahagiaan yang dulu rasanya begitu jauh dari jangkauan kami.”
Manaf: (menggenggam tangan Mahreeen) “Kau tak perlu berterima kasih, Mahreeen. Ini adalah takdir kita. Aku ingin kau tahu bahwa aku tak akan melepaskanmu.”
Sore itu, mereka membawa anak-anak keluar untuk menikmati taman yang luas di sekitar mansion. Anak-anak berlari riang sambil tertawa. Manaf dan Mahreeen duduk di sebuah bangku taman, menikmati pemandangan dan suasana yang tenang.
Hanin: “Papa, apakah kita akan tinggal di sini selamanya?”
Manaf: (tersenyum hangat) “Tentu saja, sayang. Ini rumah kalian sekarang, tempat kalian bisa bebas bermain dan tumbuh dengan bahagia.”
Chana: (menarik tangan Mahreeen) “Ibu, ini seperti mimpi ya? Rumah sebesar ini untuk kita?”
Mahreeen: (mengelus kepala anaknya) “Iya, sayang. Semua ini berkat Papa kalian.”
Manaf: (tertawa kecil) “Tidak, ini berkat cinta kalian yang membuat semuanya menjadi berarti. Kalian adalah hadiah terbesar dalam hidupku.”
Di malam hari, setelah anak-anak tertidur, Manaf dan Mahreeen berbincang di ruang tamu. Lampu remang-remang menciptakan suasana yang hangat dan intim.
Mahreeen: “Manaf, aku takut ini semua hanya sementara. Hidupku terlalu sering dihantui oleh ketakutan.”
Manaf: (menggenggam erat tangan Mahreeen) “Percayalah padaku, Mahreeen. Aku di sini, selalu untukmu. Tak ada yang akan merebut kebahagiaan kita lagi.”
Mahreeen: (memandang Manaf dengan haru) “Bagaimana aku bisa seberuntung ini? Kau benar-benar seperti pelindung bagi kami.”
Manaf: (tersenyum lembut) “Itulah yang aku inginkan, Mahreeen. Menjadi pelindungmu, menjadi pelindung bagi anak-anak kita.”
Hari demi hari, mereka mulai merasakan kehidupan keluarga yang semakin utuh. Keterlibatan Manaf dalam keseharian anak-anak membuat Mahreeen semakin yakin bahwa pria di sampingnya ini benar-benar tulus. Malika, calon mertuanya, semakin erat membantunya dalam berbagai persiapan pernikahan. Suatu pagi, Malika mengajak Mahreeen dan anak-anak untuk pergi berbelanja dan merasakan kehidupan yang lebih santai.
Malika: “Mahreeen, kau sudah seperti putriku sendiri. Aku ingin membahagiakanmu dan anak-anakmu. Apapun yang kau butuhkan, jangan ragu untuk memintanya, ya.”
Mahreeen: (terharu) “Mama Malika, aku benar-benar merasa dibersyukur. Aku tak pernah menyangka akan diterima di keluarga ini dengan begitu hangat.”
Malika: (tersenyum) “Kau adalah calon istri yang baik, Mahreeen. Dan Manaf sangat mencintaimu. Kami hanya ingin mendukung keputusan anak kami untuk hidup bahagia.”
Chana: "Oma, bolehkah kami membeli mainan di sana?”
Malika: (tertawa) “Tentu saja, sayang! Hari ini adalah hari kalian. Silakan pilih apa yang kalian suka!”
Setelah berbelanja kebutuhan Mahreeen dan anak-anak, mereka pergi ke salon untuk mengubah penampilan Mahreeen. Malika memastikan Mahreeen mendapatkan perawatan terbaik. Saat Mahreeen melihat penampilan barunya di cermin, ia terkejut dan merasa begitu bahagia.
Mahreeen: (terharu, melihat penampilannya) “Terima kasih, Ma. Aku tak pernah merasakan perhatian seperti ini sebelumnya.”
Malika: “Mahreeen, kau pantas mendapatkan semua ini. Kau sudah banyak berkorban demi anak-anak. Sekarang waktunya kau bahagia.”
Mereka kemudian menghabiskan waktu di tempat bermain anak-anak, menikmati tawa riang dan kebahagiaan yang begitu tulus. Sepulangnya ke mansion, mereka berkumpul bersama Manaf yang telah menunggu di ruang makan. Melihat wajah Mahreeen yang berbinar-binar, Manaf tak bisa menahan rasa bahagianya.
Manaf: “Kau tampak luar biasa hari ini, Mahreeen.”
Mahreeen: (tersenyum malu) “Ini semua berkat bantuan Ibu Malika. Aku benar-benar merasa seperti seorang putri hari ini.”
Manaf: (menggenggam tangan Mahreeen) “Bagimu, aku akan melakukan segalanya, Mahreeen. Kau adalah ratuku.”
Mahreeen: (tersipu) “Aku tak pernah merasa sebahagia ini, Manaf.”
Hanin: “Papa, kapan Ibu dan Papa akan menikah?”
Manaf: (tertawa kecil) “Tidak lama lagi, sayang. Papa dan Ibu sedang mempersiapkan semuanya. Kalian pasti akan menjadi bagian dari hari istimewa itu.”
Berakhir dengan Mahreeen yang menatap Manaf dengan penuh cinta, merasakan kebahagiaan yang tak pernah ia duga akan menjadi miliknya. Di balik semua momen indah ini, terselip sebuah pesan misterius dari Farisa, yang tak disangka-sangka membuat hati Mahreeen gundah di penghujung malam.
...****************...
Hi semuanya. Like dan komentarnya ya ditunggu.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.