Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan
Daddy pernah bilang,
"Bila kamu mencintai seseorang kamu harus mengejar, tangkap, ikat dan jangan lepaskan."
Terus kalau orang yang gue cintai menikah dengan perempuan lain, apa gye harus menangkapnya juga sebelum akad?
Pagi ini Balqis menatap kalender kecil di dinding. Tidak terasa sekarang sudah tanggal 25 Oktober. Itu tandanya dia sudah dua minggu berada di pesantren setelah libur satu bulan.
Hah... Waktu emang cepet banget berlalu. Dan anehnya udah dua minggu ini Gus Haziq nggak ngomomg. Padahal waktu libur dia terus mengirim pesan menanyakan kapan gue pulang ke pesantren, tapi kenapa pas ketemu dia diem? nyapa pun nggak?!
Balqis merasa kesal sendiri. Haziq menggertaknya terlalu serius sampai penasaran ingin mengetahui apa yang akan dikatakannya.
"Aku juga terpilih,"
"Wah! Tidak sabar ingin di make-up."
Balqis yang mendengar obrolan beberapa santri mengeryitkan alisnya. Dia tidak mengerti dan tidak tahu maksud obrolan itu.
Ada acara apaan sih?
Dia pun menoleh ke sana sini. Terlihat semua orang tengah mengobrolkan hal yang sama.
Apa cuma gue yang nggak tahu apa-apa?
"Santri senior, disuruh Ummi ke rumah. Katanya bantuin buat kue."
Balqis memang bukan santri senior, tapi dia mengikuti mereka yang pergi berombongan. Dia penasaran dengan obrolan mereka yang pastinya bersangkutan dengan kue.
Tap!
Balqis langsung melongo saat melihat orang-orang menurunkan besi dari mobil. Lalu karung-karung berukuran besar. Kemudian mereka gotong royong merangkainya agar berdiri.
Eh, ada apaan sih ini? Ke mana aja gue sampe nggak tau apa-apa?
"Balqis!"
Balqis mengangguk pelan. Dia melihat Haziq menghampiri. Ini untuk pertama kalinya lagi dia memanggil namanya.
"Gus!"
"Kita kekurangan bridesmaid. Apa kamu mau menjadi bridesmaid terakhir?"
"A-apa bridesmaid? Emangnya siapa yang mau nikah?"
"Mbak Annisa lah. Memangnya kamu nggak tahu bila dia akan menikah?"
Degh!
Hati Balqis langsung terasa ditusuk pisau belati. Dia terkejut mendengar berita itu, dan kenapa bisa dia tidak tahu apa-apa tentang pernikahan Annisa.
"Ning Annisa akan menikah?"
Pandangannya lurus ke depan. Pikirannya berbutar keras karena bisa-bisanya semua orang tidak memberitahunya kabar ini.
"Balqis, apa kamu baik-baik saja?"
"Hah? Ya... Tentu, saya baik-baik aja Gus..." Balqis mengukirkan senyuman tipisnya. Dia tidak baik-baik saja, dia terluka dengan berita ini.
"Bagaimana tawarannya? Apa kamu mau?"
Balqis terdiam. Kemudian mengangguk ragu.
"Bagus! kamu sudah masuk ke dalam daftar,"
Balqis mengangguk saja. Dia pun kembali memperhatikan orang-orang yang sibuk memasang tenda, panggung dan pelaminan. Terlihat antusias dan bekerja bersama-sama.
Sebisa mungkin dia mengukirkan senyumannya. Kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat itu dengan tangan mengepal. Dia kesal satu orang pun tidak ada yang membagi berita itu padanya.
Padahal dia ada, namun dianggap tidak ada. Meskipun dia tidak akrab dan jarang bersama, namun setidaknya mereka memberitahunya sedikit saja.
"Lili!"
Langkah Lili yang tengah menaiki tangga menoleh. Dia melihat Balqis berjalan mendekatinya. "Kenapa ?"
"Kamu satu kamar dengan saya kan?Harunya kamu ngasih tau saya tentang pernikahan Ning Annisa,"
"Hah, emangnya kamu nggak tahu?"
"Saya mau tau gimana kalo nggak ada yang ngasih tau,"
"Ya aku pikir kamu udah tau soalnya kan beritanya udah menyebar,"
"Iya, menyebar di telinga kalian. tapi nggak sampai di telinga saya,"
"Makanya jangan sendirian terus. Kali-kali kamu gabung sama kita. Jadinya ada kabar pun kamu tidak tahu sama sekali."
Balqis menatap Lili kesal. Matanya masih tajam memperhatikannya yang berlalu pergi.
Ck... Mereka semua tuh emang egois!
Bugh!
Tangan Balqis yang masih mengepal meninju tembok melampiaskan ke kesalannya. Meskipun dia sadar salah dirinya yang tidak pernah bertanya, salah dirinya yang tidak ingin bergaul. Karena menurutnya mereka itu terlalu serius tidak ada bercandanya.
"Balqis, ini baju bridesmaids kita," Aisyah memberikan baju seragam berwarna denim. "Sebelum dipakai kamu bayar dulu ya! Karena baju itu bukan sewaan atau memijam, tapi dijual. Bila kekecilan dan kebesaran kamu langsung laporan pada Ustadzah Putri."
Balqis mengangguk sambil menyembunyikan tangannya yang memar akibat meninju tembok.
"Berapa emang harga bajunya?"
"300 ribu."
Balqis menatap baju itu. Senyumannya terukir bila mengingat dia akan menjadi bridesmaid di pernikahan orang yang dicintainya. Bukan hanya itu, dia juga akan abadi di album pernikahannya. Waw! Sangat menarik bukan?
"Aaarrrggghhhttt.. Konyol banget sih hidup gue tuh?" teriak Balqis.
****
Setelah selesai mengaji. Balqis membelokkan kakinya bersama santri lain. Mereka menatap takjub hiasan pelaminan yang sangat mewah. Kemudian tempat berphoto yang dihiasi bunga-bunga.
"Waw! Bagus ya?"
"Iya, jadi kepengen nikah."
Balqis yang masih menatap pelaminan segera menghapus air matanya yang hendak menitik. Dia membayangkan Alditra yang bersanding di sana dengan perempuan pilihannya.
"Sakit!"
Dia pun kembali melihat-melihat. Keningnya mengeryit saat melihat nama Annisa terpampang seorang diri di sana.
"Kenapa nama Gus Alditra nggak ada?"
"Nama laki-lakinya sedang dibuat."
Balqis mengangguk pelan saat seorang santriwan tengah memperhatikannya yang mengetuk-ngetuk dagu.
"Balqis!"
Merasa namanya dipanggil lembut. Balqis menoleh secara perlahan. Dia tertegun melihat Annisa menghampiri dan memanggil namanya untuk pertama kali. "Iya, ada apa Ning?"
"Besok, kamu yang bawa nampan kalung melati untuk calon pengantin laki-laki, ya?"
Balqis pun mengangguk. "Baik, Ning."
Setelah mengatakan itu, Annisa berlalu pergi menyapa bridesmaid lain. Sedangkan Balqis, dia masih memperhatikan. Kemudian tangannya diam-diam mencabut satu bunga.
"Nggak dosakan kalo gue ngambil satu bunga?"
"Dosa. Karena kamu tidak minta izin terlebih dahulu,"
"Eh!"
Balqis kembali memasangnya. Dia kira Haziq tidak melihatnya. Dia yang malu karena kelakuan absurdnya ketahuan Gus Haziq segera berlalu. Dia masih kesal terhadapnya yang terus bertanya kapan kembali, namun setelah ada di depan mata dia tidak bicara apa-apa.
"Masya Allah, cantik banget!"
Balqis menerobos orang-orang yang tengah melihat Annisa yang sedang diphoto setelah selesai di make-up. Mata Balqis berbinar melihat kecantikan Annisa sebelum memakai cadar pelengkap gaun syar'i berwarna putih yang dipakainya.
Huh, sakit banget Ya Allah. ..
****
Tok!
Tok!
"Balqis, siap-siap!"
Balqis segera berlari keluar. Dia mengambil nampan berisi kalung melati. Kemudian berdiri di dekat orang tua Annisa untuk menyambut pengantin pria yang datang berombongan. Dan ini pula, waktu di mana dia akan melihat Alditra dengan jas hitamnya.
Deg!
Deg!
Jantung Balqis semakin tidak karuan. Badannya gemeteran. Mata pun memanas saat rombongan pria hampir mendekat. Dia sebisa mungkin tidak menundukkan kepalanya, namun sayang dia tetap menunduk karena tidak kuasa.
"Lihat ke depan!"
Balqis mendongak memaksakan diri. Dia juga beberapa kali menghela nafas menata hati agar baik-baik saja.
Degh!
Mata Balqis membulat sempurna. Dia tertegun melihat sesosok tampan rupanya kini tengah dipakaikan kalung melati. Matanya sampai tidak berkedip.
Setelah kalung dipakaikan, pengantin pun duduk di kursi menunggu akad. Namun sebelum itu pembukaan dan yang lainnya harus dilakukan dulu.
"Bukannya itu, Balqis?"
Balqis yang masih terdiam bagaikan patung sambil matanya menatap pengantin pria mencoba menghiraukan bisikan itu.
Di hari ini pula semua santri Arsalan akan tahu bahwa dirinya mondok di pesantren yang berbeda tanpa memberitahu terlebih dahulu.
Glek!
Dengan susah payah Balqis menelan salivanya. Matanya tidak bisa berpaling menatap pengantin pria yang duduk anteng sambil tersenyum manis.
"Ini maksudnya gimana ya?"
Balqis mundur beberapa langkah. Kemudian dia menerobos orang-orang menjauh dari acara pernikahan. Jantungnya mendadak tidak sehat melihat semua yang tidak dimengertinya.
"Ekhm!"
Langkah Balqis terhenti. Dia kenal suara itu, suara yang pernah didengarnya. Suara dari orang pertama yang bisu beberapa tahun.
Degh!
Mata Balqis membulat seperti akan loncat. Dia tidak percaya apa yang dilihatnya sekarang ini. Bahkan saking tidak percayanya dia mundur menjauh.
"Kejutan!"
Hanya kata itu yang didengar Balqis sebagai jawaban atas semuanya. Dia menggeleng cepat. Dia menepis semuanya yang terasa mimpi.
"Kamu cantik!"
Nervous, kata itu meliputi seluruh hati Balqis sampai membuat wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Apalagi ini untuk pertama kalinya dia mendengar kata itu darinya.
"Ets, tunggu!"
Sebisa mungkin Balqis berusaha tegar dan menghilangkan deg-degan di hatinya.
"Kok bisa Gus Zaigham yang ada di pelaminan?"
"Kenapa memangnya? Memangnya kamu mau saya yang ada di sana?"
"Ck... Om Gus berhutang penjelasan,"
Alditra malah tersenyum ketimbang menjelaskan langsung.
Kemudian mengeluarkan sesuatu di saku bajunya untuk ditunjukkan pada Balqis.
"Hah, gelang gue!"
*****
Balqis masih terdiam. Dia menatap gelang yang sudah lama hilang. Segimanapun dicari sampai mata perih, gelang itu tidak akan ketemu karena tersimpan di saku Alditra.
"Balqis, cepat ke sini?"
Balqis berjalan mundur.
"Tunggu Om! Urusan kita belum selesai." dia pun bergegas menghampiri bridesmaid yang lain. Bukan hanya deg-deggan karena Alditra, jantungnya juga hampir copot mendapat tatapan dari teman sekobongnya dulu.
Apalagi mereka berbisik-bisik sambil memasang wajah kecewa. Bagaimana tidak kecewa? Dia pergi tanpa kabar, kemudian bertemu di pesantren lain.
"Melodi!" Balqis menatap Melodi yang duduk.
Terlihat dia kecewa sampai berulang kali memalingkan wajah. Dia yang sering menunggu, dia yang tidak pernah bosan bertanya kapan akan kembali. Kini dia tahu jawaban dari semuanya.
Di saat ijab qobul belum juga berlangsung, Balqis memberanikan diri mendekati Melodi. Dia tersenyum manis menyapanya yang diam membisu.
"Lo pasti marah banget sama gue ya, Mel?"
"Tidak."
Balqis menghela nafasnya. Dia duduk menggeser Siti agar bisa berdekatan dengan Melodi.
"Hah... Ya gue tau, lo kecewa sama gue,"
"Balqis, jangan bahas soal itu. Kamu lihat siapa yang akan melangsungkan akad? Gus Zaigham." bisik Siti. " Dan kamu tahu, hari ini hari patah hati nasional,"
Setelah mendengar bisikan itu, Balqis langsung ingat bila Melodi mencintai Zaigham. Dia pun menatapnya. Terlihat kedua matanya berkaca-kaca menahan air mata yang ingin menitik namun sebisa mungkin menahannya.
"Mel!"
Balqis memeluknya sambil menyandarkan kepalanya. Dia tidak bisa apa-apa selain mencoba menenangkannya melalui pelukan.
"Gue tau lo cewek kuat!"
Melodi menggeleng. "Aku baik-baik saja. Aku juga bahagia melihatnya bersanding dengan orang yang tepat."
Mendengar kalimat itu, hati Balqis teriris. Dia merasa menyesal telah menjodohkan Melodi dengan ayahnya. Andaikan dia berjuang untuknya agar bisa dekat dengan Zaigham. Tapi sayang, dia tidak tahu dari awal bila posisi Alditra diganti Kakaknya.
"Qis, kamu beruntung punya waktu banyak agar bisa mendapatkan Gus Alditra. Sedangkan aku? Waktu dan kesempatan itu sudah hilang."
Nyesss!
Ulu hati Balqis seperti ditusuk pelan namun sakitnya luar biasa. Dia pun mengusap dadanya perlahan, kemudian membuang nafasnya. Bukan hanya menyesal namun sekaligus merasa disindir habis-habisan.
Andaikan waktu bisa Balqis ulang, mungkin saat itu dia akan memilih bertahan di pesantren Arsalan untuk membantu Melodi dekat dengan Zaigham. Dia juga akan menjadi benteng keras agar Alditra tidak mundur dan melanjutkan pernikahannya bersama Annisa tanpa ada posisi diganti seperti ini.
Dia lebih baik melihat Alditra bersanding dengan perempuan lain ketimbang sahabatnya terluka hebat. Namun, semuanya sudah terlambat. Kini dia harus melihatnya bersanding dengan ayahnya.
Lantas apa Melodi akan bahagia bila harus bersama ayahnya? Atau dia menerimanya karena terpaksa takut Balqis kecewa?
Lagian gue juga udah nggak mungkin sama Om Gus.... Jalan kita udah beda, Mel... udah jelas keluarganya nentang Om Gus buat deket-deket gue.
Setelah beberapa menit, akad sudah selesai dilaksanakan. Semua orang terharu mendengar kalimat itu diucapkan dengan lantang. Dan di detik ini pula, Annisa keluar bersama bridesmaid yang lain.
Haru, baper dan iri menjadi satu saat melihat pengantin yang baru sah itu malu-malu kucing berjabat tangan dan mencium kening.
"Huh! Rasanya jiwaku diporak-parik. "
Balqis merasa lemas kehilangan tenaga. Apalagi saat melihat Melodi kini menitikkan air matanya karena tidak sanggup menahannya.
Ya Allah, mendingan Daddy ngalah deh ngelepasin Melodi ketimbang dia terluka. Tapi Kasih dia kesempatan buat bisa sama Gus Zaigham. Meskipun nggak bergelar Ning, tapi dia perempuan sholehah. batinnya.
Proses akad, proses sungkeman sudah selesai. Kini mereka bagian berphoto-photo mengabadikan moment indah itu dalam album. Termasuk Balqis dengan seribu satu wajah malasnya di kamera.
Dia harus bergaya ini itu seperti bridesmaid lain. Padahal dia tidak suka sampai melakukannya tidak tersenyum. Dia sendiri tidak sadar sejak tadi Alditra memperhatikan sambil mengulum senyum.
Tingkah Balqis terlihat konyol. Dia tidak pantas menjadi bridesmaid karena tidak bisa mendalami perannya yang harus tampil kalem, santai dan unyu. Dia malah terlihat seperti patung ice dengan wajah masam.
(contoh gaya photonya ya...)
Selesai berphoto Balqis langsung turun dari pelaminan. Dia menghampiri Alditra sambil memicingkan matanya. Dia juga harus menyiapkan stamina lagi karena masih ada beberapa baju pengantin yang belum dipakai.
"Jelasin? Kenapa bisa gelang gue ada sama Lo, Om?"
Alditra mendongak. Kemudian menunduk lagi melahap makanannya. Dia baru saja mengambil makanan namun Balqis sudah lebih dulu bertanya.
Shiiiittt!
"Balqis, makan dulu! Kita harus menunggu Ning Annisa selesai ganti baju."
Mata Balqis memutar malas. Dia sudah tidak ingin berpose di kamera. Dia pun memilih mendekati Melodi bersama yang lain. Dia tidak ingin mereka mengira dirinya sangat bahagia.
"Hi, Balqis! Kenapa bisa kamu jadi santri di sini?" tanya Raras.
"Hmmm. Ceritanya panjang. Kapan-kapan deh gue ceritain," jawab Balqis. "Soalnya sekarang bukan waktu yang tepat."
"Kamu kenal Ning Annisa?" tanya Siti.
"Nggak juga, gue juga baru ketemu dia kemaren-kemaren ini, itu juga gara-gara gue jadi bridesmaid..." jawab Balqis. "Ck... Kehidupan gue di sini itu beda banget sama di pesantrennya Aby Arsalan. Gue disini jadi anak introvet, nggak ada pecicilan-pecicilannya," sambungnya.
"Serius?" sela Amel.
"Pantas saja dari tadi kamu seperti patung,"
"Patung hidup." timpal Siti.
"Ck..." decak Balqis sambil memasang wajah kesal. Kemudian mengambil sate milik Siti begitu saja.
Dia memang merasa lapar namun malas mengambil nasi.
"Punyaku, Balqis!" ketus Siti.
"Ya Allah, pelit amat sih! Minta satu aja..."
Sedangkan tusuk sate yang dipegangnya segera diambil Amel karena memalukan sekali berbuat seperti itu di depan Alditra. Balqis pun memutar bola matanya.
"Malu tau sama Gus Alditra!"
"Kamu punya hubungan apa?"
Setelah Alditra pergi Balqis langsung diserbu banyak pertanyaan. Dia tidak mampu menjawab karena jantungnya mendadak tidak aman.
"Sate!"
"Hi, punyaku!"
Balqis dibuat dongkol. Sate di piring siti satu pun tidak tersisa karena diambil mereka. Namun di satu sisi dia terlihat senang karena mereka tidak mempersulit keadaan melihatnya pindah pesantren, dan yang terpenting mereka tidak bertanya lagi tentang Alditra.
Selesai makan. Balqis bergabung lagi bersama bridesmaid yang lain. Lagi-lagi dia harus berphoto bersama. Tidak hanya berphoto dia juga harus bertugas menunggu buku tamu undangan.
"Jangan terlalu cape! Istirahat bila kamu kelelahan,"
Balqis mengangguk maaih dengan mode cemberut. Dia juga memalingkan wajahnya saat Alditra bicara seperti itu. Padahal sejak tadi Alditra jadi sorotan semua santri, mungkin mereka berharap bisa dekat dengannya.
Namun ets! Di sini Balqis juaranya! Eeeaaa.
Beberapa jam berlalu. Jam menunjukkan pukul 7 malam. Acara masih berlangsung. Karena penampilan hadroh dan tausyiah kiyai dari beberapa pesantren belum ditampilkan.
Balqis yang badannya lemas memilih berhenti menunggu tamu undangan. Dia beristirahat sebentar di kobong. Kemudian keluar setelah semua santri tidak ada. Dia merasa merinding bila harus di kobong sendirian.
Tap!
"Eh, ada apa nih?"
Balqis tertegun saat melihat semua orang berkerumun. Mereka terlihat panik dan mobil pun menerobos mendekat ke rumah Kiyai. "Lili, ada apa?"
"Ning Annisa pingsan. Dia akan dibawa ke rumah sakit."
"Hah, serius?"
Balqis terkejut mendengarnya. Dia pun secara paksa menerobos orang-orang untuk melihat paling depan. Matanya membulat saat melihat Annisa dibawa Zaigham dalam keadaan lemah tidak berdaya.
"Astaghfirullah! kenapa bisa kayak gitu?"
Acara yang belum selesai terpaksa berhenti. Mereka tidak mungkin melanjutkan acara di saat genting seperti ini. Sekali pun dilanjutkan akan langsung ke intinya,
"Bisa jadi. Acara seharian penuh sampai maghrib. Tadi juga Ning ngeluh saat ganti baju katanya cape," jawab Melda.
"Bayangin saja, kita yang jadi bridesmaid saja sudah lelah. Apalagi yang jadi pengantinnya. Pasti cape terus berdiri dan duduk. Lalu pose ini itu, belum lagi gaun pengantin sangat berat. Kepala puyeng sama mahkota gede," ujar Laura.
"Bener juga. Ning pasti kelelahan sampai pingsan seperti itu," sahut Lili.
"Semoga saja Ning tidak kenapa-kenapa," ucap Melda.
"Aamiin."
Balqis ikut mengaminkan. Dia masih berdiri di tempat di saat yang lain bubar ke sana sini. Matanya menatap hiasan pelaminan yang masih terlihat cantik.
"Ck.. Kasian Gus Zaigham gagal malam pertama deh!" gumamnya sambil cengengesan.