Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Jangan berani menyentuh wanitaku
Dewi melangkah anggun turun dari Merci, Alan menggandeng tangannya mesra. Mereka terlihat bahagia bersama dengan tatapan saling memanjakan satu sama lain.
Anggota Two D segera mengamankan lokasi dari kerumunan media yang ingin wawancara karena memang tidak ada janji untuk konferensi pers, kenapa tiba-tiba heboh?
Tanpa hambatan Dewi dan Alan masuk ke dalam ruang tunggu hotel yang luas, sambil tersenyum ramah menyapa para tamu yang ikut tersenyum bahagia menyambut kedatangan mereka.
Arman yang berdiri di depan lobby dilewati begitu saja oleh Dewi, seolah dia tidak ada disana. "Zat apa yang telah dicekoki Alan ke perut Dewi, kenapa dia tidak ingat pada masa lalunya?" Arman tidak tahan lagi, seketika mengejar lalu menyentak tangan perempuan yang masih dicintainya itu.
"Aduh!" Dewi meringis.
Melihat itu Alan menggeram. "Lepaskan tanganmu!" Pria itu berdiri dengan gagah menatap tajam pada Arman.
Mereka jarang berinteraksi kalau diingat hampir tidak pernah sedekat ini. Si Alan sialan ini tidak pernah menggubris panggilannya. Arman terpukau mendengar suara Alan sejelas ini untuk pertama kali, terdengar sangat berwibawa. Arman juga sempat terkejut melihat aura menakutkan dari wajah Alan, sebelumnya dia hanya hanyalah pecundang yang tidak punya masa depan.
Benarkah dugaan Farouq bahwa Alan pelaku setiap pekerjaan kotor Abram? Akhirnya kamu membuka topengmu Alan, seolah mendapat petunjuk Arman berbinar. Dia menarik ujung bibirnya sedikit, mengkondisikan lagi ketenangannya.
Arman tidak mau terintimidasi oleh Alan, lagian belum ada bukti kalau dia adik kandung Presiden Direktur Dragonasse Tower. Dan memang kenapa kalau itu benar, dengan statusnya yang tidak diakui apa hebatnya. Dia adalah sampah, sungguh tidak pantas untuk Dewinya.
"Kamu bahkan tidak melihatku," desis Arman pada Dewi tanpa memperdulikan Alan.
"Enyah!" Alan menepis tangan Arman yang masih menggenggam pergelangan Dewi. Tangannya telah terkepal siap-siap menonjok Arman jika dia berani keterlaluan.
Tangan Arman terlepas namun tatapannya tidak beranjak dari wajah Dewi. Dia melihat kebencian yang dalam dimata mantan wanitanya, hati Arman kembali bagai ditusuk pedang panjang tak kasat mata si goblin Gong Yo. Sakit tak tertahan perih tak terkira. "Kamu masih mencintaiku, Dewi. Silahkan berakting bahagia semampu kamu, tetap yang ada dihatimu masih aku. Jangan paksakan dirimu mencari pelarian terlalu cepat, sadarlah! Kamu sedang terkena guna-guna, ayo ikut aku." Arman berkata pelan berusaha meraih lembut tangan Dewi agar tidak kesakitan seperti tadi.
Dewi yang gemetar karena marah mendengar kata-kata Arman, menepis tangannya dengan cepat. Meski dia melihat kesedihan di mata Arman seolah tulus, tidak ada rasa simpati di hati Dewi yang ada tambah jijik. "Kamu yang berkhianat, kamu yang mengundurkan diri dari pernikahan. Apa masalah bagimu jika aku masih mencintaimu? Apa aku harus merana meratapi nasib dicampakkan olehmu agar kau tidak khawatir?" Dewi berkata seolah-olah dia memang masih mengharapkan Arman berubah pikiran dan kembali padanya, di matanya bahkan menggantung air mata.
Sadar akan dirinya yang bajingan, Arman dilema memandang wajah Dewi yang tertekan. Kesedihan yang tidak dibuat-buat, mereka berdua memang saling mencintai itulah kenyataan. Haruskah ku turuti perkataan Farouq, memperbaiki keadaan masih belum terlambat? "......." Arman ingin membuka mulutnya.
"Kak!" Dita memanggilnya. Gadis itu telah berdiri di sampingnya, dengan sedih menggandeng pergelangan Arman. Wajahnya sembab terlihat seperti baru habis menangis.
Arman menghela nafas galau menghadapi satu lagi kenyataan. Dia hanya bisa menikah dengan gadis ini barulah bisa dianggap jadi anak yang berbakti, apalagi ada ibunya mengawasi dari samping. Dengan perasaan tertekan, Arman mengurungkan niatnya menyatukan cintanya kembali pada cinta Dewi. Dita juga gak kalah cantik, dia merayu hatinya agar tidak terlalu sakit harus putus terpaksa dari Dewi.
Nyonya Bagio yang berdiri disamping Dita telah menahan amarahnya cukup lama untuk dilampiaskan pada Dewi. Betapa sombongnya dia, dengan alasan belum bangun tidur pernikahan putranya harus diundur. Membuat calon menantunya menangis ada harga yang harus dibayar oleh si pembuat masalah. "Dewi!" Dia memanggil dengan suara bergetar. "Kamu menginap semalaman dengan laki-laki yang bukan suamimu. Aku sebagai sepuh, akan menggantikan orang tuamu memberimu pelajaran!" Nyonya Bagio melayangkan tangannya ke arah wajah Dewi sekuat tenaganya.
"Akh!" Siapa yang ditampar siapa yang menjerit. Belum lagi tangannya sampai ke wajah Dewi, Hiro yang telah menyusul Alan dan Dewi setelah memarkirkan mobilnya menangkap tangan Nyonya tua malang itu.
Krek!
Bunyi patah tulang membuat tamu-tamu yang menonton pertunjukan menjerit seolah ikut merasa kesakitan yang parah.
"Ibu!" Arman Terpekik kaget. Dia juga reflek ingin menahan tangan ibunya agar tidak melakukan kekerasan pada Dewi, tapi keduluan Hiro.
Nyonya Bagio lemas menahan sakit, wajahnya tiba-tiba pucat seperti darahnya telah disedot keluar semua. Keringat dingin bercucuran dari setiap pori-porinya. Dita menahan tubuh beratnya, menangis disamping calon mertuanya. "Ibu, huhuhu.." Suaranya terdengar pilu sangat menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya.
"Beraninya kamu menganiaya wanita tua!" Tuan Bagio membentak Hiro sambil menyangga tangan istrinya yang terkulai.
"Saya hanya membantu Nyonya agar tidak kena pasal penganiayaan, Om! Hukumannya lumayan berat jika Nona pertama menuntut. Banyak saksi mata yang melihat bahkan ada wartawannya juga," jawab Hiro omong kosong jadi terdengar masuk akal.
"Apa kamu pikir saya tidak bisa menuntut kamu!" Dengan suara gemetar menahan marah Tuan Bagio menyergah.
"Silahkan!" jawab Hiro dengan tenang. "Di penjara bagi saya yang masih usia muda setidaknya masih bisa bertahan dengan otot saya yang kuat ini, dibandingkan dengan tubuh Nyonya yang lemah."
Tuan Bagio tambah marah sampai rahangnya hampir jatuh, tapi dia tidak mungkin bisa mengalahkan Hiro jika ditantang duel.
"Siapa kamu kenapa ikut campur urusan keluarga kami?" tanya Arman. Meskipun tindakan ibunya salah tapi anak mana yang tidak marah ibunya dianiaya.
"Saya, penjaga keselamatan Nona pertama grup Thamrin yang baru direkrut oleh Tuan Alan secara pribadi."
Wajah Arman memerah menahan marah, dia menunjukkan ke wajah Alan. "Kamu membawa preman-preman yang kamu pelihara ke gedung Thamrin, sungguh keterlaluan! Dia mengerahkan kekuatan penuh untuk menahan tangan ibuku, bagaimana menurutmu aku menghukumnya?" marah Arman.
Alan tersenyum memandang Arman dengan sikap merendahkan. "Siapa kamu berhak menghukum orangku? Ibumu yang pertama ingin menganiaya wajah cantik wanitaku, seharusnya kamu bersyukur karena Hiro yang menahan nya. Jika tadi dengan kekuatanku..." Alan menjeda ucapannya sambil menunjukkan otot lengannya menatap sinis pada Arman.
"Aku takut jari-jarinya bisa langsung putus dari pergelangannya dan itu termasuk pada pasal unsur ketidaksengajaan. Dari mana ada hukumnya?" kata Alan dengan sombong.
Arman mengepal tangannya yang gemetar menahan amarah yang telah sampai ke ubun-ubun. Wajahnya merah berasap terbakar emosi mendengar Alan menyebut dengan tegas Dewi sebagai wanitanya. Saat hendak melayangkan tinjunya ke Alan demi membalas sakit hatinya serta kesakitan yang diderita ibunya, "Kak!" terdengar suara Dita menahan tangannya.
Sejak datang, gadis itu telah menilai kejantanan Alan hampir keluar air liur. Kenapa dia tidak menyadari ketampanan serta kegagahan pria ini, selama ini. Ternyata di balik tampang berantakannya ada keindahan paras seperti Dewa yang turun ke Bumi.
Tapi untuk bisa menguasai grup Thamrin sepenuhnya, Arman adalah orang yang tepat untuk dia manfaatkan. Meskipun cemburu pada Dewi yang telah mendapat harta karun seperti Alan, dia masih harus mementingkan logika dari pada perasaan.
Akh! Kenapa aku harus mendapatkan bekas Dewi, sesal dalam hatinya. Lebih kesal lagi melihat Dewi malah beruntung setelah putus dengan Arman.
Namun ekspresinya dibuat sesedih mungkin, "Kak, kenapa kamu membatalkan pernikahanku? Bukankah kamu sudah mendapatkan ganti Kak Arman?" tanya Dita pelan pada Dewi dengan tatapan seorang yang hidupnya telah teraniaya selama ini.
Dewi kesal mendengar kata-kata Dita, tapi memandang wajahnya yang memelas dia serba salah. Kenapa mereka harus berseteru hanya karena laki-laki bajingan seperti Arman. "Bukankah hanya diundur saja. Maaf telah membuatmu khawatir," ucap Dewi dengan rendah hati.
Dita menarik nafas lega, hampir saja pikirnya. Bagaimana bisa menyingkirkan Dewi yang terlalu dominan menguasai perusahaan jika dirinya tidak bersatu dengan Arman. "Baiklah, asal tidak batal saja tapi tolong jangan sampai lewat hari ini," mohonnya pelan seperti suara orang pesakitan sembari mengelus perutnya.
__________