Arra sangat tahu bahwa pernikahannya dengan Erzan Harold hanyalah sebuah kontrak pernikahan.
Untuk mendapatkan kehidupannya kembali, dia meninggalkan putrinya yang baru lahir dan mengganti wajah serta identitasnya.
Arra kira hubungan mereka berakhir malam itu, namun siapa sangka tuan muda Harold terus mencarinya.
Mampukah Erzan menemukan Arra? bukan hanya demi Eleanor anak mereka, tapi juga dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FLW BAB 12 - Pergi
Pagi-pagi sekali Miya mendatangi kamar Eleanor, dia sungguh ingin melihat dan menggendong sang cucu, sejak semalam sudah dia tahan karena tidak ingin membuat Erzan marah.
Miya berharap, pagi ini Erzan belum bangun dan dia akan mengurus sang cucu.
Miya dan Argus sangat menyayangi Eleanor, bayi itu adalah darah daging mereka juga, keturunan keluarga Harold.
Tanpa mengetuk pintu, Miya langsung masuk ke dalam kamar Eleanor. Saat itu Anya masih membersihkan baby Eleanor yang pup sehabis meminum susunya.
Miya mendekat bahkan langsung berdiri persis disamping sang baby sitter.
"Minggirlah, biar aku yang bersihkan," ucap Miya, dia mendorong pelan Anya untuk menyingkir, memposisikan dia persis dihadapan baby Eleanor.
Anya melirik hera yang juga ada disana dan dilihatnya Hera yang menganggukkan kepala kecil, tanda biarkan saja nyonya Miya mengurusnya.
Selesai mengganti popok dan memasang bedong, Miya menggendong Eleanor, berulang kali diciuminya bayi cantik ini.
"Elea cucunya Oma," ucap Miya, mulai berbicara dengan sang cucu.
Namun dia jadi sedikit tidak nyaman ketika disana ada Anya dan juga Hera. Miya pun hendak membawa Eleanor untuk keluar, ingin memperlihatkannya pada Argus dan juga Eudora.
Namun langkahnya yang akan pergi langsung ditahan oleh Hera.
"Maaf Nyonya, jika ingin membawa nona muda pergi sebaiknya izin dulu dengan tuan Erzan," ucap Hera, meski dia sedikit takut namun tetap memberanikan diri mengatakan perihal ini.
Karena memang inilah pesan yang diucapkan Erzan.
"Astaga, berani sekali kamu melarang ku. Aku bisa memecat mu kapan saya," ancam Miya, suaranya pelan namun terdengar penuh dengan penekanan. Kini tatapannya juga berubah jadi tajam. Miya yang mulai marah membuat Eleanor merasa tidak nyaman, bayi kecil ini mulai menggeliat tidak tenang.
"Cup cup cup, sayang. Maafkan Oma ya." Miya berbicara pada bayi mungil itu namun Eleanor tetap merasa gelisah.
Sampai akhirnya pintu kamar kembali dibuka oleh seseorang, Eudora masuk dan melihat Miya ada disini.
Tatapannya langsung tertuju pada Eleanor yang seolah ingin menangis di gendongan Miya. Melihat itu bibirnya tersenyum kecil, merasa sekarang lah saatnya dia mencari perhatian Miya.
Dengan langkah lebar dan raut wajah cemas Eudora menghampiri semua orang.
"Tante, El kenapa? berikan padaku," ucap Eudora, dia ingin menennagkan Eleanor dan membuat Miya kagum.
Bayi seperti ini cukup di timang pasti akan tenang.
Eudora pun mengambil bayi itu, sementara Miya memberikannya dengan suka rela.
Namun setelah berada di gendongan Eudora, baby Eleanor malah langsung menangis kencang hingga wajahnya memerah.
Anya dan Hera seketika cemas, Anya pun berniat mengambil bayi yang terlihat menyedihkan itu.
Tapi Eudora menolak, masih merasa dia bisa menenangkannya.
Tangisan baby Elenaor sampai terdengar detilnya Erzan, pria yang baru selesai mandi dan bahkan belum menggunakan bajunya ini pun langsung mendatangi kamar sang anak. Dia hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya.
Erzan membuka dengan kasar pintu kamar sang anak.
"Eudora!!" pekik Erzan, sungguh geram melihat anaknya menangis di gendongan wanita itu.
Seketika semua orang tersentak, suara Erzan yang tinggi dan dingin membuat mereka semua takut. Miya sang ibu bahkan sampai menelan ludahnya kasar.
Miya seperti ini karena dia merasa bersalah, karena sebelumnya sempat meragukan baby Eleanor. Jadi dia tidak bisa melawan.
"Aku hanya coba menenangkannya Zan," bela Eudora, namun Erzan tidak mau dengar. Dia mengambil anaknya dan menatap tajam wanita dengan mata sayu ini.
Dan Erzan hanya mengucapkan satu kata ...
"Pergi."