Seorang pria muda bernama Adin Ahmad, ia lahir ditengah-tengah keluarga yang memprioritaskan dirinya menekuni ilmu agama, setelah ia menamatkan pendidikan s1 nya di bidang ilmu agama islam, kini ia berusaha menggapai s2 nya, jurusan ilmu sejarah islam, dan lika liku perjalanannya dimulai ketika ia hijrah dari Kota Serang ke Kota Tangerang. Awalnya ia ingin mengembangkan bisnis lalu melanjutkan pendidikan s2 nya dengan tenang.
Banyak wanita-wanita cantik di sekelilingnya yang tertarik padanya, baik dari ketampanannya maupun dari kejeniusannya. Salah satunya Syifa Fauziyah.
"Benarkah Ustadz Muda ini yang telah mencuri hatinya Syifa?"
"Terus kapan waktu terjadi pencuriannya itu?"
"Lantas kenapa Syifa tidak berteriak ketika hatinya di curi?"
"Apakah dia sengaja mebiarkan agar hatinya di curi dan diambil oleh Ustadz Muda ini?"
" Ayo mari kita simak kisahnya, semoga para sahabat terhibur !!"
"Tolong jangan sampai lupa!"
"Like, komen, share, dan subscribe"
"Kami nantikan dari anda!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aby Arsyil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Kekhawatiran Sang Kakak Dan Dilemanya
Ustadz Adin kini seolah bertanya pada dirinya sendiri. "Pingsan untuk waktu yang cukup lama. Kenapa aku sampai jatuh pingsan segala?!" Gumamnya pelan.
"Aduuuhh, kenapa kepalaku bisa sakit begini...ya?! Aduh, duh, kenapa aku tidak ingat apa-apa lagi?! Aaaahhh...!"
Ustadz Adin memegangi kepalanya yang terasa sangat berat dan sakit seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum kecil yang menempel dikepalanya dan penglihatan matanya sedikit menjadi kabur. Dia melihat seisi ruangan itu seperti bergoyang kekanan lalu kekiri dan seolah-olah alam dunia ini sedang dilanda oleh gempa bumi, padahal itu hanyalah perasaannya Ustadz Adin saja karena ia terlalu memaksakan diri untuk mengingat kembali ingatannya tentang kejadian apa sebenarnya yang sudah menimpa dirinya sehingga menyebabkan dia bisa terbaring ditempat ini, bahkan menurut penuturan gadis cantik yang berada disampingnya, dia telah mengalami keadaan pingsan untuk waktu yang cukup lama.
Karena sangat penasaran dia, Ustadz Adin mencoba untuk menerka-nerka apa yang menjadi penyebabnya atas semua ini, bukannya dia bisa mengingat kembali kejadian yang telah dialaminya itu, namun yang ada malah kepalanya terasa semakin berat dan pusing dan ingatannya menjadi mengabur. Bukan cuma itu saja malah ia seolah sedang menyakiti dirinya sendiri karena terlalu berpikir dengan cukup keras hingga kepalanya serasa mau pecah.
Syifa Fauziyah menjadi panik melihat keadaan Ustadz Adin yang menderita kesakitan begitu, sebenarnya mereka semua sudah diwanti-wanti oleh dokter Sadia Putri apabila pasien sudah bangun nanti tidak ada yang boleh membicarakan soal kondisi yang dialaminya saat ini karena keadaan pasien masih belum stabil dan ingatannya sedikit mengalami kemunduran dan pasien saat ini memerlukan perawatan yang khusus. Dokter Sadia Putri juga berkata kepada mereka agar sebisa mungkin mereka untuk tetap tenang dan sabar menjaganya tidak boleh mengganggu pasien serta menyarankan pada pasien untuk beristirahat dengan tenang.
Tidak jauh darinya Umi Tiah juga wajahnya terlihat sangat panik dan khawatir melebihi siapa pun yang ada diruangan itu dan dia segera menghampiri adiknya yang masih memegangi kepalanya karena kesakitan.
Para gadis cantik juga mengikuti Umi Tiah dari belakangnya dan mereka semua juga menampakkan wajah paniknya.
"Tolong siapa saja panggilkan dokter atau suster yang berjaga, untuk memberikan obat penenang pada ustadz, agar dia tidak merasa kesakitan lagi" Seru Umi Tiah kepada mereka semua yang berada dalam satu ruangan, suara Umi Tiah terdengar sangat keras bahkan menggema diruangan itu karena saking paniknya. Padahal biasanya kalau Umi Tiah berbicara dia selalu menggunakan kata-kata yang halus dan lembut dan ini mungkin menjadi pengecualian bagi dirinya saat ini.
Mendengar permintaan dari Umi Tiah mereka para gadis cantik yang berada dibelakangnya hampir saja berebut untuk memanggil dokter atau suster yang diharapkan oleh Sang Kakak Ustadz.
"Biar aku saja yang akan memanggilnya Mi." Kata Devi Maharani dan dia segera bergegas keluar dari ruangan.
"Ustadz, kamu, kamu harus istirahat dulu jangan sampai memikirkan sesuatu yang tidak bisa kau ingat dan itu tidak baik untuk kondisimu saat ini!" Kata Syifa Fauziah sambil menangis dengan berurai air mata yang membasahi pipinya karena melihat kondisi orang yang dia cintai masih begitu mengkhawatirkan.
"Dek, kamu harus sabar dan tetap tenang karena kamu baru saja siuman jangan berpikirkan yang macam-macam, ingat otakmu masih belum kuat untuk berfikir jadi lebih baik istirahat saja dulu, kamu tidak usah khawatir kami akan selalu menjagamu disini sampai kamu kembali pulih seperti sedia kala" Ucap Umi Tiah dengan halus sambil menyarankan agar adiknya tetap sabar dan tenang.
Selang beberapa saat datanglah perawat khusus keruangan itu yang memang dia sudah ditugaskan secara khusus oleh dokter Sadia Putri, untuk menangani masalah yang terjadi pada pasiennya. Ketika dia sampai diruangan itu, dia juga merasa terkejut melihat pasien itu yang sedang memegangi kepalanya sembil meneriakkan kata "Aduh, aduh" sementara tubuhnya bergerak kekanan dan kekiri seolah ia menahan rasa sakit yang tidak tertahankan. Lalu perawat tersebut memberikan suntikan penenang dan obat pereda nyeri yang disarankan oleh dokter Sadia Putri. Barulah setelah itu Ustadz Adin pun kembali tenang dan dia terlelap dalam tidurnya lagi.
Yunita Ayu Septiani yang biasanya dipanggil Mbak Yuyun atau Yuni juga menginap disitu bersama dua anaknya karena dia tidak mau diajak pulang sama orang tuanya padahal sehari lagi keluarganya akan mengadakan resepsi pernikahan Adik laki-lakinya yang bernama Asep Ridwan Setiawan dan juga sekaligus selamatan putranya yang mau dikhitan.
Yunita Ayu Septiani merasa sangat bersalah dan merasa berhutang nyawa kepada Ustadz Adin, karena dialah yang menjadi penyebab dari orang yang dikaguminya selama ini, menjadi sangat menderita seperti itu. Meskipun itu adalah sebuah kecelakaan yang tidak terduga tapi karena sebab kelalaiannya dan kelalaian pengasuh anaknya yang membuat putra lucunya hampir saja kehilangan nyawanya akibat tertabrak mobil box milik perusahaannya Bapak H. Syukri Mashuri. jika terlambat sedikit saja bagi Ustadz Adin untuk menyelamatkan putranya, mungkin saja putranya yang lucu dan menggemaskan itu yang biasa dipanggil Baim mungkin sudah kehilangan nyawanya pada saat itu juga.
Mbak Yuyun bertekad dalam hatinya ingin selalu menjaga Ustadz Adin sampai sembuh seperti sedia kala dan akan memenuhi segala kebutuhannya. Bahkan dia juga mengutarakan maksudnya pada Umi Tiah sang kakaknya ustadz, bahwa ia juga rela hidup dimadu nanti apabila Sang Ustadz sudah mempunyai istri dan dia akan melayaninya dengan sepenuh hati.
Keinginannya itu sempat membuat para wanita yang mengidam-idamkan dan menaruh perhatian pada Sang Ustadz merasa iri. Jangankan Mbak Yuyun yang sudah berstatus janda, mereka juga yang masih gadis-gadis akan rela apabila Ustadz Adin mau berbagi cinta dengan mereka.
Dan keinginan itu mereka juga utarakan pada Umi Tiah selaku kakaknya Sang Ustadz, bahkan para orang tua mereka juga sempat memperingatkan kepada putrinya masing-masing agar tidak gegabah dalam mengambil setiap langkah dan keputusan yang akan menentukan masa depannya kelak. Namun mereka tidak mau menggubrisnya karena rasa sukanya pada Sang Ustadz sudah terlalu dalam.
Meski mereka para orang tua yang awalnya berharap bisa menjadikan Ustadz Adin sebagai menantunya tapi kalau putrinya harus berbagi cinta kasih dengan wanita lain, mereka sebagai orang tua tentu saja hatinya merasa berat untuk menerimanya. Para orang tua yang melihat kesungguhan dan keteguhan dari putrinya masing-masing juga tidak bisa berkata apa-apa lagi ketika melihat kenyataan itu, faktanya putrinya sendiri yang menginginkannya. Tidak tahu keinginannya itu akan terkabul atau hanya angan-angannya belaka.
Jika boleh dikatakan secara jujur mereka juga para orang tua merasa sangat heran dan merasa iri dengan keberuntungan dan kemujuran yang diterima pemuda itu dalam soal asmara, sehingga banyak sekali para wanita-wanita cantik yang rela menyerahkan hatinya untuk pemuda itu. Sedangkan orang yang mereka perebutkan kondisinya saja sangat mengkhawatirkan begitu dan tidak tahu apa-apa. Jangankan memikirkan untuk berpoligami segala, memikirkan tentang dirinya saja saat dia masih tidak sanggup.
Umi Tiah sebagai Sang Kakak dari pemuda itu merasa tersentuh dan terenyuh hatinya, tidak menyangka bahwa Adik laki-lakinya yang bandelnya tidak ketulungan itu banyak sekali yang menginginkan dirinya.
Dia merasakan dilema harus berbuat apa, jika memilihkan salah satunya untuk adiknya pasti yang lain juga akan meras kecewa dan jika memilih semuanya jelas itu tidaklah mungkin.