NovelToon NovelToon
Jadilah Tempatku Untuk Pulang

Jadilah Tempatku Untuk Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Angst / Gadis Amnesia
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wawawiee

Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.

"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.

"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Asing Namun Familiar

***

Ayna POV

Apa ini? Kenapa rasanya... Hangat? padahal di sekelilingku ini serba hitam. Apalagi hanya ada aku disini, sendirian pula.

"Apa berarti... Ini akhir dariku? Haha, mau bagaimana lagi kan? Mungkin aku sudah sekarat dan sekarang inilah saatnya..."

"Ayah, ibu... berarti Ayna akan segera bersama kan? Kita akan bersama lagi kan? Ya kan?"

Haha, mungkin aku sudah gila sampai aku berbicara sendiri seperti ini. Kulangkahkan kakiku lurus terus entah kemana, tanpa tujuan. Walaupun rasanya pegal karena kakiku pincang, tetap saja kupaksakan.

"Om Robi... Tante Yuliana... Alea... Suatu saat nanti, semoga Allah memberi kalian hidayah. Aku masih marah dengan apa yang kalian lakukan pada kakek dan nenek... Suatu saat... Kalian akan merasakannya... Kuserahkan kepada Yang Maha Kuasa..."

Secerca sinar menyilaukan menarik perhatianku tepat di depan mata. Aku anehnya tak merasa silau, malah aku merasa cahaya itu begitu hangat. Sehangat ruang serba hitam ini.

Aku berjalan ke depan, mendekati cahaya itu. Sampai dimana... Cahaya itu membawaku ke suatu rumah mewah yang begitu asing di mataku.

"Rumah siapa ini?" tanyaku.

Sungguh, rumah itu memanglah mewah walaupun terkesan minimalis dan tak sebesar milik Om Robi. Tapi, rumah itu juga nampak asri dan sejuk.

"Sebentar, ngapain pula aku sampai sini? M-Mana pagarnya tadi? Kok aku bisa masuk sampai ke depan teras? Padahal aku ngga merasa masuk ke pagar..." aku bergumam panik saat sampai di depan teras itu. Sampai...

"Lalu, kalau kamu ketemu dengan pagar, kamu mau kemana?"

Siapa? Suara siapa itu? Hiii yang benar saja! Masa iya aku dikurung genderuwo?

"Gadis kecil."

"KYAAAAA!"

Tiba-tiba saja, seorang pria tinggi tegap berdiri di belakangku sampai aku terjungkal ke depan.

"S-Siapa?" tanyaku.

Pria itu tak menjawab pertanyaanku, justru memandangku dengan datar. Kenapa sih?

"Kenapa?"

"Y-Ya?"

"Kenapa kamu ngga mengingatku? Ngga ingatkah kamu denganku? Padahal, kamu sangat semangat jika akan bertemu denganku kala itu."

Haaaa. Siapa sih? Kamu itu siapa sih? Kok ya sok akrab ini loh, aku tak mengenalmu ya! Aku cuma akrab dengan kakek Chairul dan Nenek Tiana ya! Bukan orang asing sepertimu! Aelaaahhh!

DRAP

DRAP

DRAP

Pria itu berjalan ke depan, mengabaikan diriku yang ada di depannya dan masuk ke dalam rumah itu. Ooo ternyata rumah ini rumahnya toh.

"Bangun."

"Y-Ya?"

"Bangun sekarang. Mau sampai kapan kamu tidur hm? Ngga ada kata mati buatmu. Kamu masih muda, teruslah hidup. Aku ngga mengizinkanmu buat pergi ke alam sana sebelum kamu bisa hidup terus sampai hari tua. Bangun sekarang."

Sungguh... Kamu itu siapa? Kenapa kamu seperti mengenalku? Apa aku pernah berbuat kesalahan di masa lalu, sampai kamu memaksaku buat terus hidup? Kenapa aku tak boleh mati? Kenapa?

Ayna END POV

***

"Ughhh..."

Kedua mata hazelnya mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Ayna sudah sadar dari tidur panjangnya.

Rasa pusing masih melanda kepalanya, tapi rasanya tak sepusing saat dikurung di gudang. Setelah ia merasa sedikit baik, Ayna sadar kalau ia tak berada di dalam gudang.

Seharusnya ia ada di lantai kotor dan dingin, ini kenapa rasanya empuk dan hangat? Dimana dia?

"Kakek... Nenek..."

Dua kata. Ayna memanggil Chairul dan Tiana, sampai air mata menetes dari kedua matanya. Ia merindukan mereka berdua. Karena kesalahannya pula, mereka berdua dipecat dan diseret entah kemana.

"Kakek... Nenek... Kalian dimana? Ayna rindu..."

Ayna memang tak menyadari jika ia tak sendirian di kamar itu. Adam telat berada di dekat gorden, duduk di sofa sembari memandang Ayna. Ia tahu kalau Ayna sudah sadar, tapi Adam memilih untuk diam.

'Ternyata benar. Dia kenal dengan kakek dan nenek... Ah irinya dengan kalian berdua, kalau aku berpindah posisi dengan kalian... Apakah gadis kecil ini akan tahu aku?'

Karena tenggelam dengan pemikirannya, Adam tak menyadari kalau Ayna memandang dirinya dengan tatapan polos. Mata hazelnya berkedip seolah-olah Adam adalah penyusup.

"Oh, sudah bangun?"

Adam tergagap, tapi ia bisa mengendalikan dirinya sendiri dengan mengalihkan pembicaraan.

"S-Siapa?"

Adam tak menjawab. Ia hanya menghela nafasnya dan segera mendekati Ayna. Dalam diam, Ayna ketakutan saat didekati pria asing. Matanya berkaca-kaca saat didekati.

'Kenapa dia menangis? Apa ada yang salah? Atau dia kesakitan?' Adam menyadari ada sesuatu yang salah, jadi ia mengernyit bingung.

"Apa masih ada yang sakit? atau kepalamu masih pusing? Coba katakan, mana yang sakit. Biar kupanggilkan dokter."

Adam tahu, ia memang tak menyukai wanita tapi tanda kutip ia bukan gay ya. Ada alasannya kenapa ia tidak menyukai wanita, makanya ia tidak tahu berhadapan dengan Ayna yang notabenenya seorang wanita. Sebisa mungkin, ia akan bersikap lembut walau sulit.

Ayna hanya menggelengkan kepalanya. Sebenarnya daripada rasa pusing atau sakit di punggungnya, ras takutnya lebih besar daripada itu semua.

Adam tak percaya dengan jawaban yang diterima. Ia tetap mengulurkan tangannya, membantu Ayna untuk duduk. Waktu memang masih termasuk subuh, tapi ia tahu Ayna pasti merasa lapar.

"Kamu mau makan? Aku tahu kamu belum makan selama 2 hari kemarin."

Ayna terpaksa mengangguk, daripada rasa laparnya semakin bergemuruh, yang ini ia setujui dengan terpaksa.

"Aku ambilkan dulu. Tetap disini jangan meleng kemana-mana."

Adam keluar dari kamar, ia pergi ke dapur untuk mengambil makanan untuk Ayna. Wanita muda itu bingung, bagaimana bisa pria yang ditemuinya di mimpi begitu mirip dengan Adam?

"Apa itu memang kebetulan?" gumamnya.

Tak lama kemudian, Adam kembali ke kamar dengan membawa semangkok bubur dan segelas air hangat. Ia memberikannya kepada Ayna.

"Kamu bisa makan sendiri? Atau perlu dibantu?" tawarnya.

"S-Saya bisa sendiri..." Ayna menerima mangkok itu. Semangkok bubur hangat yang begitu nikmat membuat air liurnya hampir menetes.

Makanan seperti ini... Entah kapan terakhir kali makan makanan nikmat seperti ini. Suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya, bahkan ia makan dengan cepat saking laparnya. Air matanya menetes, ia terharu akan rasanya.

"Enak..." gumam Ayna

Mendengar gumaman Ayna, membuat dada Adam sakit. Ternyata, Ayna kelaparan. Bahkan hanya bubur sederhana membuatnya terharu. Sudah berapa hari Ayna tidak diberi makan oleh Robi selama di gudang itu?

"Ah. M-Maaf, saya..."

"Ngga apa-apa, makanlah dengan nyaman. Mau tambah lagi?"

Ayna sadar dengan etika makannya yang buruk apalagi di depan orang asing, namun Adam menanggapinya dengan santai dan menawarkan tambahan bubur lagi kepada Ayna jika mau.

"T-Tidak perlu, Tuan... S-Saya sudah kenyang, terima kasih banyak."

Ayna menengadahkan tangannya, ia berterima kasih atas kebaikan yang dilakukan oleh Adam.

"Ayna."

Mata Ayna melebar saat Adam memanggilnya. Darimana pria itu tahu namanya?

"Kamu... Sungguh ngga mengingatku? Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan Tuan?"

Ayna bingung. Apa maksudnya? Sebentar, kenapa pertanyaannya hampir sama seperti di mimpi?

"Saya... Tidak tahu siapa Anda. Bagaimana bisa Anda tahu nama saya?" tanya Ayna takut.

"Sungguh, kamu ngga ingat denganku?"

"S-Saya tidak tahu d-dan tidak ingat. Karena saya... pernah gegar otak."

"Gegar otak..." saat Ayna menunjukkan bekas lukanya, barulah Adam mengetahui semuanya.

"Apa... Anda sering bertemu saya sebelumnya?" kali ini, dengan keberanian penuh, Ayna bertanya kepada Adam.

Adam tersenyum kecil, ia mengangguk.

"Iya. Kamu pernah menyelamatkanku. Dan sejak itu, kita sering bertemu. Bahkan kamu meraung saat aku..."

Adam tak meneruskan ucapannya, ia menyadari jika mengucapkannya akan membuat Ayna sakit hati apalagi langsung teringat dengan masa lalu.

"M-Meraung kenapa?" tanya Ayna penasaran.

Adam menggeleng, ia tak menjawabnya. Tangannya terulur dan mengelus kepala Ayna dengan lembut. Saat Adam mengelus kepalanya, ada sensasi aneh. Bukan risih, tapi ia merasa... Familiar.

"Ngga, ngga ada. Suatu saat kamu akan mengingatnya. Kesinikan mangkoknya. Minum juga ini obatnya."

Segera, Ayna melakukan titah Adam. Dan setelah obatnya diminum, Adam meminta Ayna untuk tidur kembali.

"Kembalilah tidur. Masih ada beberapa jam lagi matahari terbit. Infusmu tinggal sedikit, nanti pagi aku cabut. Masih pusing lagi kepalamu?"

"T-Tidak Tuan."

Adam mengangguk. Ia beranjak pergi dari kamar, meninggalkan Ayna yang masih mencerna apa yang terjadi.

"T-Tadi siapa namanya? Aduh, aku ngga tanya pula... Ya sudahlah, nanti pagi juga ketemu lagi kan..."

Entah efek obatnya yang sudah bekerja atau ianya sendiri yang mulai mengantuk lagi, Ayna langsung merebahkan diri kembali dan detik itu juga... dengkuran halus terdengar di penjuru kamar itu. Ayna tertidur.

.

Di dapur...

Adam memandang mangkok bekas bubur yang digunakan oleh Ayna. Pandangannya nampak murka sekaligus mengeras.

"Robi... Kamu benar-benar iblis. Apa yang sudah kamu lakukan pada gadis kecilku? Aku akan benar-benar menghabisimu kali ini..."

.

Tepat pukul setengah tujuh pagi, Ayna sudah bangun. Keadaannya masih lemah tapi jauh lebih segar daripada tadi malam maupun subuh. Dan tepat di saat itu juga, cairan infus sudah habis.

"Jangan tegang seperti itu. Justru kalau kamu tegang, yang ada nanti darahnya keluar banyak."

Saat Adam akan mencabut jarum infus itu dari punggung tangan Ayna, Ayna langsung tegang ketakutan. Ia memejamkan matanya dengan erat. Ia sejujurnya sangat takut dengan jarum.

Dalam diam pula, Adam menahan tawanya. Karena ia teringat dengan masa lalu, dimana Ayna ketakutan saat mengobati luka Adam.

'Masih sama saja seperti dulu. Khasnya gadis kecilku hehehe...'

Jarum sudah tercabut. Adam langsung menempelkan plester ke bekas tusukan jarum di punggung tangan Ayna. Wanita 20 tahun itu menghela nafas lega.

"T-Terima kasih... Tuan."

"Air hangat sudah kusiapkan di kamar mandi. Bisa berjalan sendiri? Atau mau kubantu?"

"A-Ah, S-Saya bisa sendiri Tuan. Saya akan mandi sendiri." tolak Ayna halus.

"Hm. Aku akan menunggu di bawah. Pakaianmu ada di lemari itu." Adam menunjuk ke arah lemari putih itu untuk pakaian milik Ayna.

sebelum Ayna benar-benar bertanya lagi, Adam keburu keluar lagi dari kamar.

"Heh? Kenapa sih? Padahal aku mau tanya nama doang ughhh..."

Dengan langkah tertatih-tatih, Ayna melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar itu. Sungguh, ia tak menyangka jika kamar tidur luas itu kamar mandinya ada di dalam.

"Y-Yang benar saja..."

Tambah saat ia masuk ke dalam kamar mandinya, sudah luas, bersih, lengkap pula dengan bathub.

"Orang kaya." gumam Ayna tak sadar.

~Bersambung~

1
Ataru Moroboshi
Saya suka sekali sama cerita ini, ayo cepat update lagi biar saya gak kesal.
Jena
Bikin terharu
valeria la gachatuber
Membuat terkesan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!