Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 - Bekal Untukmu
Pagi itu Maudy tampak sibuk membuatkan sarapan. Ia memasak nasi goreng berisi banyak toping.
"Ini untuk Jeri." ucap Maudy menatap sejenak bekal anaknya. Nasi goreng itu dibentuk dengan lucu. Lalu ia menutup bekal tersebut.
Dan Maudy menatap bekal satunya lagi. Yang tidak dibentuk-bentuk lucu, karena akan diberikan pada seseorang.
"Kamu bawa bontot?" tanya oma saat melihat dua kotak bekal di atas meja.
Maudy menggelengkan kepala. "Ini untuk papanya Jeri, ma."
Oma jadi tersenyum. Sepertinya hubungan kedua orang itu berjalan lancar.
"Kapan kalian menikah?"
Uhuk...
Maudy terbatuk dengan pertanyaan tiba-tiba dari mamanya. Untuk menikah belum bisa diprediksi.
"Di usia kamu sekarang, tidak perlu terlalu lama berpacaran. Roni bisa menerima kamu dan anakmu. Jadi ya sudah, tanya dia kapan akan menikahimu!" ucap oma. Kalau cocok langsung bungkus.
"Mama sabar dong!" ucap Maudy. Si pria modus itu sedang jual mahal.
Dulu Roni menarik-narik dirinya untuk mendekat dan kini saat ia sudah dekat, pria itu malah mengulur-ulur. Tarik ulur tarik ulur, kalau lewong baru nyesal itu si pria modus. Tidak bisa mendapatkan dirinya ini.
"Mama ingin yang terbaik buat kamu dan Jeri. Ingin selalu melihat kalian berdua bahagia." oma mengelus kepala Maudy.
Putrinya sudah berubah dan menyesali perbuatannya di masa lalu. Maudy sudah memperbaiki diri, jadi berhak mendapat kebahagiaan juga. Ya, harapan seorang ibu seperti itu.
"Mama doakan saja ya." ucap Maudy sambil tersenyum. "Ma, aku bangunkan Jeri dulu."
Tak berapa lama kemudian, Jeri pamitan pada omanya. Ia mencium tangannya.
"Jeri pergi ke sekolah dulu ya, oma." pamit bocah itu.
"Jeri hati-hati di jalan dan belajar yang rajin." ucap oma Novia sambil menggendong Jeri untuk menaikkan ke mobil.
"Siap, oma. Jeri akan belajar yang rajin biar bisa jadi pilot." ucap Jeri. Ia tidak sabar cepat besar, biar bisa membawa mamanya keliling dunia. Tidak lupa papa Roni diajak juga.
Begitu Jeri duduk, Maudy dari samping memasangkan sabuk pengaman sang anak. Jeri harus aman dan nyaman sampai tujuan.
"Maudy, jangan ngebut-ngebut!" oma mengingatkan. Tidak mau cucunya terluka.
"Iya, ma. Kami pergi dulu!"
Jeri melambai-lambai saat mobil mulai bergerak.
"Ma, kita ke rumah papa?" tanya Jeri setelah kaca jendela mobil tertutup. Ia melihat penuh harap ke mamanya.
Jeri ingin diantar lagi ke sekolah oleh papa Roni. Semalam teman-temannya terus bertanya tentang papanya itu. Bahkan mereka terkejut karena Jeri punya papa juga.
"Tidak, nak. Mama saja yang antar Jeri ke sekolah ya." ucap Maudy dengan lembut. Semalam ia sudah datang membawa Jeri ke sana dan Roni malah naik ojek setelah mengantar Jeri ke sekolah.
Maudy merasa tidak enak hati dengan pria itu. Mana Jeri juga begitu ketemu Roni langsung menempel dan pria itu juga tampak tidak tega menolak putranya.
"Pasti papa sibuk kerja ya, ma." Jeri mengangguk mengerti. Papanya sangat sibuk, tapi pasti nanti akan menemuinya lagi. Ia harus sabar menunggu.
"Ma, nanti hari minggu papa jadikan ajak Jeri ke kebun binatang?" tanya Jeri memastikan. Ia sudah pamer pada teman-temannya kalau hari minggu ini akan mengunjungi kebun binatang bersama papanya.
"Pasti, nak. Hari minggu papa pasti akan membawa Jeri ke kebun binatang." Maudy menyakinkan sang anak. Ia yakin karena Roni sendiri yang bilang.
Jika Roni sampai tidak menepati janji, akan ia hajar pria itu. Teganya berbohong pada anak kecil.
"Jeri ke kebun binatang sama papa! Jeri ke kebun binatang sama papa! Yee... Yee... Yee...!" bocah itu bersorak gembira.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Maudy turun dari mobil dan berjalan menuju lobi. Melewati parkiran yang cukup sepi, karena sudah masuk jam kantor.
Wanita itu selalu datang telat karena harus mengantar Jeri ke sekolah terlebih dahulu. Tapi meski terlambat, tidak ada yang berani komplen atau protes padanya.
Jika berani, tinggal disuruhnya saja angkat kaki dari perusahaan ini.
Di dalam lift, Maudy meraih ponsel dan akan menghubungi Roni.
Maudy meniup poni rambutnya, ia kesal mendengar nada tut tut tut itu. Begitu lama menjawab panggilannya.
"Astaga!" Maudy kesal sekali. Sudah tiga kali panggilannya tidak dijawab. Ia diabaikan.
Maudy memilih turun di lantai tempat ruangan pria itu berada. Ia akan menemui langsung dan akan melihat kesibukan apa yang dilakukan pria itu hingga mengacuhkan dirinya.
Sampai depan pintu ruangan itu, Maudy mengatur nafas terlebih dahulu. Barulah ia mengetuk pintu.
Suara menyuruh masuk pun terdengar dan Maudy pun langsung masuk.
"Ada a-, astaga!" Roni terkejut saat melihat orang yang datang. Ia mengira anggotanya ternyata wanita menyebalkan itu.
"Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?" tanya Maudy dengan nada merajuk. Ia kesal sekali.
"Saya sibuk, nona. Pekerjaan saya sangat banyak." ucap Roni bersikap formal. Wanita itu atasannya.
Tadi Roni juga memang tahu wanita itu menghubunginya. Tapi ia malas menjawabnya.
Huft... Maudy membuang nafasnya pelan.
"Ini untukmu!" Maudy mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya. Ia berikan pada Roni.
"Tidak perlu repot-repot, nona!" tolak Roni tidak mau menerima. Pasti ada maunya dengan bekal tersebut.
Maudy yang masih kesal berjalan menghampiri pria itu dan membuat Roni jadi bangkit dari kursinya.
"Terima!" paksa Maudy menyodorkan bekal tersebut ke tangan Roni.
"Tidak!" tolak Roni mendorong bekalnya.
"Aku sengaja membuatkan untukmu. Untuk calon suamiku!" ucap Maudy kembali. Ia menunjukkan niat baiknya.
"Tapi aku bukan calon suamimu. Nona, kamu berikan pada pria lain saja!" balas Roni menanggapi perkataan Maudy.
"Pria lain?" ucap Maudy dengan kesal. Pria itu seenaknya menyuruh memberikan pada pria lain. Memangnya ia wanita apaan yang dioper-oper.
"Aku membuatkan untukmu! Setidaknya kamu lihat dulu ketulusanku!" Maudy meletakkan bekal di atas meja.
"Aku tidak menaruh racun atau sesuatu di makanan itu. Jadi kamu tidak perlu takut!" ucap Maudy. Mungkin Roni takut makanannya dijampi-jampi.
"Nona, aku tidak bisa menerima!" Roni masih menolak.
Maudy bersikap baik pasti agar ia setuju untuk menikah dengan wanita itu. Niat Maudy begitu karena ingin ia menjadi papa sambung untuk Jeri.
"Kamu makan!" paksa Maudy.
"Tidak!"
Maudy maju selangkah membuat Roni mundur selangkah. Wanita itu makin maju lagi dan Roni juga mundur. Tapi malah pria itu terduduk di kursi, tidak bisa mundur lagi.
Tangan Maudy memegang pegangan kursi, yang kanan dan kiri. Mengukung agar pria itu tidak menghindar lagi.
"Nona, menjauh dariku!" ucap Roni membuang pandangannya. Nona Maudy terlalu menunduk, area kembar itu cukup terlihat.
"Apa kamu berdebar-debar?" tanya Maudy tersenyum tipis. Posisi mereka sangat dekat sekali.
"Tidak!" sanggah Roni yang jadi melihat ke arah wanita itu. Ia tidak berdebar sama sekali.
Pandangan mereka kian bertemu, dengan nafas yang saling menerpa wajah masing-masing. Maudy perlahan memajukan wajahnya.
"Apa kamu tidak menciumku?"
.
.
.