Alan adalah CEO tampan dan kaya, karena trauma dia membenci wanita. Untuk mendapati penerus, dia memilih nikah kontrak dengan Azalea, dan begitu ia melahirkan, pernikahan mereka berakhir.
Patah hati karena pria dingin itu, Azalea melahirkan anak kembar dan membawa salah satu anak jauh dari Alan tanpa sepengetahuannya.
Lima tahun kemudian, kedua putra Azalea secara tidak sengaja bertemu di rumah sakit. Saat itu, satu anak dalam keadaan sehat dan satu lagi sakit parah. Azalea yang malang diam-diam menukar identitas kedua putranya agar putranya yang sakit dapat diselamatkan.
Akankah rahasia identitas itu terungkap?
Akankah ia terjerat lagi dengan Alan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap aneh Alan.
Selang beberapa menit, Elouise masih memperhatikan Alan. Ada rasa khawatir yang menyerang hati Elouise, dia takut Alan kenapa-napa. Maka dari itu, dia berinisiatif untuk mengeceknya sendiri.
Karena sulit menghampiri Alan dengan memakai selang oksigen, Elouise membukanya. Dia yang merasa bisa bernafas normal, berlanjut turun dari brankar. Tangan kirinya yang terinfus sedikit dia angkat, karena khawatir tersenggol. Sedangkan tangan kanannya, menarik tiang infus sambil dirinya melangkah menghampiri Alan.
"Papa." Lirih Elouise ketika sampai tepat di sisi Alan.
Elouise menarik tangannya dari tiang infus, laku dia mengarahkan tangan nya itu menyentuh pipi Alan. Alan yang merasa ada sesuatu dingin menyentuh kulitnya pun tersentak kaget. Dia bergegas menjauhkan lengannya, dan menatap melotot ke arah Elouise.
"Lexi! apa yang kamu lakukan!" Pekik Alan.
Elouise panik, dia seperti terpergok tengah mencuri saat ini. "Anu ... itu, tadi ... tadi ... tadi apa cih! Itu, papa cakit? Pipina panas, Lekci panggil doktel yah. Bial di pelikca." Elouise yang bingung ingin menjawab apa, membuat dirinya salah dalam berkata.
Alan tak mengindahkan perkataan putranya, dia malah beranjak dan menggendong Elouise. Dalam diam, pria itu membawa Elouise kembali ke brankarnya dan memasangkan padanya selang oksigennya kembali.
"Jangan melepasnya, kau bisa sesak nafas lagi. Sudah cukup tadi pagi kau muntah-muntah seperti orang yang mau m4ti, jangan buat papa khawatir lagi." Lirih Alan, sembari mengusap rambut putranya dengan sayang.
"Nih olang mau pelhatian apa cali gala-gala cih? Bilangna anakna m4ti, enteng kali ngomongna." Gerutu Elouise dalam hatinya.
Setelah melakukan cuci darah kemarin malam, paginya Elouise langsung mengalami mual dan sesak nafas karena efek cuci darah. Sehingga membuat dokter kembali memasangkan selang oksigen yang sebelumnya sempat di lepas karena kondisi Elouise yang sempat membaik.
"Tidurlah." Titah Alan, sambil menyelimuti putranya.
"Papa tidul cini, camping Lekci." Pinta Elouise, sembari menepuk kasur di sampingnya.
"Tidak, kau saja. Papa ada kerjaan sedikit." Tolak Alan.
"TIDUL NDA!! NGEYEL KALI LOH! DAH TAU CAKIT! NANTI CIAPA YANG TEMENIN LEKCI KALAU PAPA CAKIT HAH?!"
Alan melongo, bisa-bisanya dia di marahi oleh anaknya sendiri. Apalagi Elouise, dia yang memiliki sifat pendiam ternyata kesabarannya setipis tisu di belah dua.
"Oke! Papa tidur denganmu!" Putus Alan.
Elouise melebarkan senyumnya, dia sedikit menggeser tubuhnya agar sang pala bisa tidur di sampingnya. Saat Alan merebahkan dirinya di samping Elouise, putranya itu malah tidur berbantalkan lengannya. Jadilah Elouise tidur di pelukan sang papa.
"Rupanya kau lagi ingin di manja hm?" Bisik Alan, akhirnya dia mengerti maksud putranya.
"Baiklah, malam ini Papa akan tidur bersamamu." Alan membawa Elouise ke pelukannya, matanya terpejam menikmati pelukan lembut si kecil.
Sementara Elouise, dia tersenyum di dalam tidurnya. Bisa memeluk Alan ketika dirinya tidur, adalah salah satu yang ia impikan sebelumnya.
"Walau nda ce-empuk pelukan mama, tapi anget juga. Apalagi kalau di peluk mama juga, tambah anget." Batin Elouise.
Selang beberapa menit, Elouise pun tertidur dengan lelap. Alan yang tadinya sudah memejamkan matanya, kembali membukanya. Tatapannya menatap kosong ke arah depan, entah apa yang dia pikirkan saat itu. Dia hanya diam, dengan air mata yang menetes dari sudut matanya.
.
.
Hari ini Elouise sudah di perbolehkan pulang, walau dua hari lagi pria kecil itu harus kembali melakukan cuci darah. Namun, setidaknya kondisi Elouise jauh lebih baik hari ini. Dia sudah bisa melepas selang oksigennya, dan juga infusannya yang sudah habis.
"Ayo pulang Papa! Ayo pulang!" Heboh Elouise.
"Iya sebentar." Sahut Alan yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Alan berjalan menghampiri Elouise yang masih duduk di brankar, dia meraih putranya itu ke dalam gendongannya. Sedangkan Kendrick, dia membantu Alan membawa koper miliknya.
"Tuan, apakah tidak sebaiknya Alexix saya saja yang gendong? Kopernya biar saya minta bodyguard bawakan, seperti nya ... anda kurang sehat. Wajah anda terlihat pucat." Usul Kendrick, yang merasa kasihan dengan Alan yang terlihat kelelahan.
"Tidak, aku bisa menggendong putraku Dan aku tidak sakit!" Sentaknya.
Kendrick mengunci rapat mulut nya, dia membiarkan Alan menggendong Elouise dan beranjak dari sana.
"Hais, keras kepala sekali." Gumam Kendrick dan langsung bergegas menyusul Alan.
Setibanya di rumah, Alan langsung membawa Elouise ke kamar Alexix. "Papa, Lekci nda mau tidul. Mau main, nda mau tidul!" Rengek Elouise, dia bosan harus tiduran terus.
"Main apa?" Heran Alan.
"Pokokna mau main, mau main!" Rengek Elouise.
Alan menghela nafas pelan, kepalanya sedari tadi berdenyut sakit. Tubuhnya sangat lelah dan pegal. Tapi dia harus mengerti putranya yang saat ini tengah merengek itu.
"Lexi, papa akan mengajakmu bermain. Tapi tidak untuk sekarang," ujar Alan dengan pelan.
Elouise merengut sebal, dia bosan tiduran terus. Akhirnya, dia membiarkan Alan pergi keluar dari kamarnya.
"Yacudah, main cendili." Cicit Elouise.
Elouise turun dar ranjang, dia berjalan mendekati box besar yang terdapat di pojok kamar milik Alexix. Karena pemasaran, dia membukanya. Rupanya, box besar itu menyimpan banyak sekali mainan milik Alexix. Seketika, mata Elouise berbinar terang.
"Waaah, banak kali mainan na." Pekik Elouise.
Elouise mengambil salah satu mainan milik kembarannya, dia memainkannya sebentar dan berlanjut mengambil yang lain.
Tok! Tok!
"Den, bibi boleh masuk?"
Elouise menghentikan sejenak permainannya, dia menoleh dan mendapati Bi Sari memegang segelas susu di tangannya.
"Boleh-boleh!" Seru Elouise.
Bi Sari tersenyum, dia mendekat pada Elouise dan duduk di samping anak majikannya itu. Dia menyodorkan segelas susu yang tadi dirinya bawakan.
"Mama ada tepon bibi? El kangen, mau tepon mama." Tanya Elouise di sela kegiatannya meminum susu.
"Belum den, Bibi gak berani. Takut ketahuan tuan," ujar Bi Sari.
Elouise mengangguk lesu, dia bergegas menghabiskan susunya agar bisa kembali bermain. Setelah habis, dia menyerahkan gelas itu lada Bi Sari.
"Aden tuh mirip banget sama den Lexi, sampai Bibi gak bisa bedain. Cuman, den Lexi galak orangnya. Ngomongnya suka ketus, beda sama den El."
"Oo gitu, kacian mama belalti yah." Lirih Elouise.
"Loh? kok kasihan mama?" Bingung Bi Sari.
Elouise mengangguk lucu, "Iya, ngulus anak cepelti Lekci kayak ngulus anak kambing. Culit kali, ngeyel kali, muka na kayak mau di tabok."
"Hah?!"
.
.
.
Seharian Alan tidak keluar dari kamarnya, bahkan dia melewatkan makan siang dan malamnya membuat Elouise heran di buatnya. Hingga, Elouise memutuskan untuk berjalan-jalan di dalam mansion megah tersebut. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, yang artinya semua maud sudah beristirahat. Hanya tersisa penjaga di pintu utama dan pintu masuk lainnya yang masih berjaga.
"Pantecan Lekci nda betah, lumah na becal tapi cepi. Macam kubulan cunyi kali." Celoteh Elouise. Kini, dia berjalan-jalan menyusuri Mansion Annovra.
Langkah Elouise terhenti di sebuah pintu bercat hitam, dengan penasaran. Dia meraih gagang pintu dan menarik nya.
Cklek!
Kreett!!
Terbukalah pintu tersebut, Elouise mendapati sebuah ruangan yang gelap tanpa cahaya. Dia yang tadinya penasaran, menjadi enggan masuk lantaran takut.
"Hih celam kali! Tapi ... penacalan, gimana yah. Macuk nda? Tapi penacalan." Gumam Elouise dengan ragu.
"Dah lah, kepo caya. Macuk aja deh, nanti kalau ada cetan na tinggal katain jelek. Bial telcelang mentalna." Gumam Elouise.
Elouise mulai melangkahkan kakinya masuk, dan baru juga beberapa langkah. Tiba-tiba lampu menyala terang, tatapan Elouise jatuh pada sebuah foto besar yang terpajang di ruangan itu.
"Mama? Itu mama!" Pekik Elouise. Saat Elouise akan mendekati foto itu, sebuah suara membuatnya tubuhnya menegang kaku.
"Apa yang sedang kamu lalukan disini, Lexi?!"
DEGH!!
calandra bukan? terus yang jadi king atau kakak diva itu siapa?