“Baik, kalau begitu kamu bisa bersiap untuk menyambut kematian mama! Mama lebih baik mati!” Ujar Yuni mencari sesuatu yang tajam untuk mengiris urat nadinya.
Alika tidak percaya dengan apa yang di lakukan Yuni, sebegitu inginnya Yuni agar Alika mengantikkan kakaknya sehingga Yuni menjadikan nyawanya sebagai ancaman agar Alika setuju.
Tanpa sadar air bening dari mata indah itu jatuh menetes bersama luka yang di deritanya akibat Yuni, ibu kandung yang pilih kasih.
Pria itu kini berdiri tepat di depannya.
“Kamu siapa?” Tanya Alika. Dia menebak, jika pria itu bukanlah suaminya karena pria itu terlihat sangat normal, tidak cacat sedikitpun.
Mendengar pertanyaan Alika membuat pria itu mengernyitkan alisnya.
“Kamu tidak tahu siapa aku?” Tanya pria itu menatap Alika dengan sorot mata yang tajam. Dan langsung di jawab Alika dengan gelengan kepala.
Bagaimana mungkin dia mengenal pria itu jika ini adalah pertama-kalinya melihatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 10
Ponsel Alika berdering membuat Alika menghentikan aktivitasnya yang tengah melipat pakaiannya.
Nomor tanpa nama, yang artinya nomor itu adalah nomor baru yang tidak di kenalnya.
“Halo.” Jawab Alika setelah menimang-nimang apakah dia harus mengangkat panggilan itu atau mengabaikannya saja.
“Apa benar ini nomor nona Alika?” Tanya suara di sebarang sana yang ternyata adalah pria.
“Iya benar, maaf, kalau boleh tahu ini siapa ya?”
“Ini Kakek.” Kata si penelepon.
“Kakek? Kakek siapa?” Tanya Alika.
Yang pasti si penelepon bukanlah kakeknya, karena kakeknya sudah lama meninggal, mau itu kakek dari ayah atau pun ibunya.
“Ini kakek Admanegara.” Kata si penelepon menyebut namanya membuat Alika menjadi gugup.
Alika terpaku beberapa saat, setelah menjernihkan otaknya, dia baru merespon.
“Halo tuan kakek, maaf Alika tidak tahu kalau kakek yang menelepon.” Alika berkata dengan terbata-bata.
“Alika kalau punya waktu malam ini, datanglah ke kediaman kakek, kita makan malam bersama.” Suara Kakek terdengar ramah. Sepertinya kakek Admanegara tidak seseram yang di katakan orang-orang.
“Tapi kakek harap kamu dan Daniel punya waktu.” Sambungnya lagi sebelum sempat Alika menjawab.
“Tapi tuan kakek, Daniel...”
“Nanti malam aku akan menyuruh supir menjemput kalian.” Potong Kakek Admanegara membuat Alika tidak bisa berkata-kata lagi.
Sepertinya kakek Admanegara tidak ingin mendengar penolakan undangan makan malamnya.
“Baik tuan kakek.” Sahut Alika tanpa pikir lagi.
Alika menarik kembali ucapannya tadi saat mengatakan jika kakek Admanegara tidak seseram yang di katakan orang-orang. Kakek Admanegara sangat mendominasi dalam ucapannya yang terdengar seperti perintah yang tidak ingin mendengar kata tidak. Karena belum sempat Alika menjawab, dia sudah menambah ucapannya tanpa bisa Alika tolak
Alika meletakkan ponselnya di atas kasur begitu saja lalu beranjak keluar mencari Brian.
Hari sudah gelap, Brian yang entah kapan keluar rumah belum juga kembali. Padahal Alika sudah menunggu dari sore tadi.
Suara deru mobil membuat Alika bangkit untuk melihat, mungkin itu Brian yang pulang .
Bukan Brian yang keluar dari mobil itu melainkan seorang pria paru-baya yang berpakaian rapi turun dari kursi penumpang.
“Nyonya Alika saya Benny, saya di utus tuan besar untuk menjemput nyonya Alika.” Dia memperkenalkan diri sebagai asisten kakek Admanegara dan dia di minta untuk menjemput Alika.
“Pak Benny, maaf, bisa tunggu saya sebentar, saya mau siap-siap dulu.” Kata Alika dengan sopan meminta asisten Kakek Admanegara untuk menunggunya sebentar.
Alika menatap pemandangan malam yang begitu indah dengan kelap kelip lampu malam saat dalam perjalanan ke rumah kakek Admanegara.
OTak berapa lama kemudian mobil yang membawa Alika masuk ke dalam perumahan elit khusus.
Pagar rumah itu menjulang tinggi dengan gagahnya, dengan cat berwarna gold. Alika tidak berapa yakin, apakah yang berwarna emas itu adalah cat, atau bisa jadi itu adalah emas asli.
“Silakan nyonya Alika.” Pak Benny menuntun Alika ke dalam rumah yang mega bak istana itu.
“Tuan, nyonya Alika tiba.” Beritahu pak Benny pada pria usia awal 70an.
Wajahnya terlihat begitu tegas, sorot matanya tajam bak elang, sosok yang mengingatkan Alika pada seseorang. Ya, kakek Admanegara sangat mirip sekali dengan Brian.
Brian juga memiliki sorot mata yang tajam bak elang pemangsa, mata yang terkadang membuat Alika menjadi takut saat menatapnya.
..........
“Tuan, nyonya Alika sudah sampai.” Beritahu Pak Benny.
Kakek Admanegara langsung berdiri menyapa Alika, cucu menantunya, perempuan yang sejak kecil di jodohkan dengan Daniel.
Namun, terlihat kakek Admanegara mengernyitkan dahinya saat melihat cucu menantunya itu. Perempuan yang kini di hadapannya adalah perempuan yang begitu berbeda.
Kulit eksotis berwarna tan, wajah yang penuh dengan bintik hitam dan kusam. Penampilan yang begitu sangat sederhana tanpa mengenakan satu pun barang branded di tubuhnya.
Sangat berbeda dengan gadis kecil yang di lihatnya 15 tahun yang lalu. Gadis kecil yang di jodohkan dengan Daniel adalah gadis kecil yang cantik dan memiliki kulit putih yang indah.
“Duduklah.” Kata Kakek Admanegara dengan nada memancarkan suara yang begitu tegas dan berwibawa.
Alika menurut tanpa suara, ada sedikit getar takut dan segan yang dia rasakan. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan kakek Admanegara, pria yang di kagumi dan di segani tiga kalangan. Kalangan ber’uang, kalangan tengah dan juga kalangan bawah.
Tidak lama setelah Alika duduk, satu persatu pelayan yang ada di rumah itu keluar dengan membawa berbagai macam lauk.
“Makanlah, kakek tidak tahu apa yang kamu suka, jadi kakek meminta koki untuk memasak beberapa jenis makanan untukmu.” Kata kakek Admanegera.
Untukku? Ini mah untuk 5 keluarga. Ujar Alika melihat betapa banyaknya hidangan di atas meja yang tadi di bawa oleh para pelayan yang bekerja di rumah mega itu.
“Iya tuan kakek.” Ucap Alika pelan dengan kikuk.
Mendengar Alika yang memanggilnya dengan sebutan “Tuan kakek” membuat Kakek Admanegara terkekeh lucu. Dia tidak pernah mendengar sebelumnya ada yang memanggilnya dengan sebutan itu.
“Panggil kakek saja.” Pinta kakek Admanegara.
“I....iya kek.” Sahut Alika
Makan malam di rumah kakek Admanegara berjalan dengan sangat lancar, perlahan-lahan Alika mulai terlihat terbiasa dan nyaman berbicara dengan kakek Admanegara.
Alika tidak menyangka, orang kaya raya yang memiliki kekuasaan dan aset triliunan seperti kakek Admanegara, ternyata bersikap sangat ramah. Jauh dari apa yang di bayangkan nya. Bahkan, jauh dari perlakuan orang-orang di bawah Kakek Admanegara yang selalu menganggap rendah dirinya.
Sehingga awalnya Alika mengira jika kakek Admanegara akan bersikap sombong dan hanya akan menganggap rendah dirinya setelah bertemu, apalagi setelah melihat penampilannya yang sangat tidak masuk dalam kategori cucu menantu idaman.
Tapi, ternyata kakek Admanegara tidak demikian, kakek Admanegara bahkan tidak menyinggung sedikit pun tentang wajahnya yang jelek dan juga penampilannya yang sangat sederhana karena memakai pakaian yang hanya di belinya di pasar.
“Tadinya kakek berharap kamu akan datang dengan Daniel. Tapi, dia sepertinya tidak ingin menemui kakek.” Kata Kakek Admanegara menghela nafas berat saat menyebut nama Daniel.
“Tidak ingin menemui kakek? Bukannya Daniel sedang berada di luar kota ya kek?” Bingung Alika.
kenapa Hellen gak diselesaikan sekalian Thor 🙏🙏🙏🙏🙏
overall... happy ending../Smile//Smile//Smile/
Asli jujur suka banget saya sama ceritanya 👍👍👍🤗🤗🤗
tinggal Helen tuhhh ketemuin sama jodohnya Thor 👍😅