Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korea
Kamala berlarian di bandara Incheon, Korea, seolah tak peduli dengan sekelilingnya. Ia mengabaikan kopernya yang tertinggal di belakang, menikmati kebebasan yang baru saja ia rasakan. Ganesha terpaksa membawa koper Kamala, menatap dengan heran. "Kenapa dia begitu gembira?" gumam Ganesha dalam hati.
Kamala sendiri, ia merasa bahagia bisa menginjakkan kaki di Korea, impiannya selama ini terlaksana. Ia menghirup udara Korea yang membuatnya merasa bahagia, seolah-olah dunia ini miliknya. Ia mengabaikan tatapan orang-orang yang melihatnya, terlalu asyik dengan kebahagiaannya.
"Korea i love you!" teriak Kamala, suaranya bergema di bandara.
Ganesha menghampiri Kamala, menarik tangannya agar berhenti berlarian. "Jangan teriak-teriak, ini bukan di hutan!" tegur Ganesha, suaranya terdengar sedikit kesal. Ia merasa malu dengan tingkah laku Kamala yang berlebihan.
"Maaf, saya terlalu senang," jawab Kamala, senyumnya masih merekah. Ia tak peduli dengan teguran Ganesha, terlalu asyik dengan kebahagiaannya.
"Kita harus segera ke hotel," ajak Ganesha, menarik tangan Kamala. Ia ingin mengajak Kamala ke hotel, ingin menenangkannya agar tidak terlalu bersemangat.
Kamala mengangguk, menuruti ajakan Ganesha. Ia masih merasa bahagia, tak sabar untuk menjelajahi Korea. "Aku akan membuat perjalanan ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan," gumamnya dalam hati, sebuah tekad terbersit di matanya.
*****
Kamala menjatuhkan badannya di kasur empuk di kamar hotel bintang 5 yang berada di Seoul. Ia menghela napas, merasakan kelegaan setelah perjalanan panjang. Pikirannya membayangkan kehidupannya selama 2 minggu ke depan akan diwarnai dengan keindahan dan kebahagiaan. Ia akan menjelajahi Korea, menikmati kulinernya, dan merasakan budaya yang berbeda.
Namun, sebuah bayangan gelap mulai muncul di benaknya. Ia harus siap menghadapi ruang operasi, operasi yang akan mengubah hidupnya, mengubah wajahnya menjadi cantik. Sebenarnya, ia hanya ingin menghilangkan bekas luka dan tanda lahir, bukan untuk operasi wajah yang merubah wajahnya. Ia ingin wajahnya mulus tanpa ada tanda lahir dan bekas luka, ingin terlihat seperti orang lain.
"Kenapa aku harus melakukan ini?" gumam Kamala dalam hati, suaranya terdengar lirih. Ia merasa takut, takut akan perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Ia takut kehilangan jati dirinya, takut menjadi orang asing di matanya sendiri.
Kamala bangkit dari kasur, mendekati jendela. Ia menatap pemandangan kota Seoul yang ramai, mencoba untuk mengalihkan pikirannya. "Aku akan baik-baik saja," bisiknya.
Tiba-tiba terdengar notifikasi masuk dari Ganesha. Kamala langsung bangkit dari duduknya, mengambil ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ia membaca pesan yang dikirim oleh Ganesha.
"Keluar, kita pergi makan!" pesan singkat dari Ganesha membuat Kamala menghela napas lega. "Ternyata diam-diam Ganesha peduli dengan perutku," gumamnya dalam hati. Ia sudah menduga jika Ganesha tidak akan tega membiarkannya kelaparan.
Kamala pun langsung keluar kamar. Ketika baru tiba di depan kamar, ia melihat Ganesha yang sudah menunggunya. Ganesha tersenyum, menatap Kamala dengan penuh perhatian.
"Tuan, saya ingin makan topokki, boleh ya!" pinta Kamala, matanya berbinar-binar. Ia ingin merasakan langsung kenikmatan makanan khas Korea yang selalu menggodanya setiap kali ia lihat di drama Korea.
"Nanti saja. Sekarang kita makan yang ada di restoran hotel," tolak Ganesha, suaranya terdengar tegas.
"Tapi Tuan, saya ingin makan topokki," rengek Kamala, suaranya terdengar manja. Ia sangat ingin mencicipi topokki, ingin merasakan sensasi pedas dan gurihnya.
"Nanti saja!" tegas Ganesha, menarik tangan Kamala. "Kita makan di restoran hotel dulu, nanti kalau kamu masih ingin makan topokki, kita cari tempat yang bagus."
Kamala terdiam, menuruti ajakan Ganesha. Ia masih ingin makan topokki, tapi ia juga tak ingin membuat Ganesha marah. "Baiklah, Tuan," jawabnya, suaranya terdengar sedikit kecewa.
******
Davina menjatuhkan badannya di sofa, mengeluh pelan. Ia merasakan sakit kepala yang luar biasa, membuatnya pusing. Masalah yang menimpa perusahaannya semakin rumit, menambah beban pikirannya. Ia memijat pelipisnya, mencoba untuk meredakan rasa sakit yang menjalar di kepalanya.
Tiba-tiba Mamanya datang, wajahnya seperti menginginkan sesuatu. "Nak, Mama minta uang 40 juta lah!" ucap Mamanya, suaranya terdengar manja.
Mata Davina melotot, ia menggerakkan badannya, duduk tegak menatap Mamanya. "Gila ya, Mama. Buat apa minta uang segitu? Bukannya dua minggu yang lalu aku sudah kasih uang bulanan untuk Mama?" protes Davina, suaranya terdengar kesal.
Semakin kesini, Davina semakin tidak mengerti dengan jalan pikir Mamanya. Mamanya selalu suka menghamburkan uang.
Memang Davina juga suka belanja, tapi ia selalu ada batasan dan hanya membeli yang perlu saja, tapi Mamanya, selalu terhasut oleh teman-temannya yang suka pamer barang baru.
"Mama mau beli tas baru, Nak. Tasnya bagus banget, katanya limited edition," jawab Mamanya, mencoba untuk menjelaskan.
"Tas lagi, Ma? Mama, 'kan sudah punya banyak tas. Kenapa harus beli lagi?" tanya Davina, suaranya terdengar jengkel.
"Ya, kan Mama butuh tas baru. Tas yang lama sudah ketinggalan zaman," jawab Mamanya, mencoba untuk membela diri.
Davina menghela napas, merasakan kepalanya semakin pusing. "Mama, aku lagi banyak masalah di kantor. Aku butuh uang untuk menyelesaikan masalah ini," ucap Davina, suaranya terdengar lelah.
"Ya, sudahlah. Mama minta uang 20 juta saja," ucap Mamanya, menurunkan permintaannya.
"Ma..., perusahaan Atmaja Realty sedang di ambang kebangkrutan!" Davina tidak bisa lagi menyembunyikan masalah perusahaan pada Mamanya. Ia harus jujur, harus membuat Mamanya mengerti bahwa mereka sedang dalam kesulitan.
"Mama perlu tahu agar tidak terus menghamburkan uang demi hal yang tidak penting," gumam Davina dalam hati.
"Maksudmu apa?" Renata tercengang, matanya membulat tak percaya. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Jika Mama menghamburkan uang terus, bisa-bisa kita jatuh miskin, karena keuangan perusahaan sedang kritis," jelas Davina, suaranya terdengar khawatir.
"Terus Mama harus gimana, Mama tidak mengerti urusan perusahaan," ucap Renata, suaranya terdengar panik.
"Aku butuh uang untuk menstabilkan keuangan perusahaan," lirih Davina, matanya berkaca-kaca. Ia merasa sangat tertekan, tak tahu harus berbuat apa.
"Ma, gimana kalau gadaikan saja rumah ini?" saran Davina, mencoba untuk mencari solusi.
"Bicara apa kamu, sampai kapanpun kita tidak bisa menggadaikan rumah ini," ujar Renata, suaranya terdengar tegas.
"Kenapa memangnya, bukannya Mama pegang sertifikatnya?" tanya Davina, bingung.
"Sertifikat rumah ini tidak ada di Mama, Mama sendiri tidak tahu di mana sertifikat itu," jawab Renata, suaranya terdengar pelan.
"Kok, Mama gak tahu?" tanya Davina, matanya terbelalak tak percaya.
"Ayah kamu sudah menyembunyikan sertifikatnya," jawab Renata, suaranya terdengar sedih.
Davina terdiam, menatap Mamanya dengan pandangan kosong. Ia merasa sangat terpukul, tak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui. "Kenapa Ayah harus menyembunyikan sertifikat rumah?" gumamnya dalam hati, suaranya terdengar kecewa.
*****
Hidangan khas Korea yang berbintang 5, tersaji dengan rapi dan begitu banyaknya menu makanannya, membuat mata Kamala yang hobi makan, tergiur melihatnya. Ia takjub melihat hidangan yang begitu lezat dan menggugah selera.
Kamala mengambil satu persatu makanan dan melahapnya tanpa rasa malu. Ia menikmati setiap gigitan, merasakan kelezatan makanan Korea yang baru pertama kali ia cicipi. Dalam hati, ia bicara sendiri.
"Ternyata, jadi Istrinya Ganesha banyak untungnya juga," gumam Kamala dalam hati, senyum mengembang di wajahnya. “Aku bisa menikmati hidup yang serba instan, mau-mau apa tinggal beli dan tidak perlu memikirkan uang akan habis!" gumamnya dalam hati.
"Besok pagi kita pergi ke rumah sakit," ujar Ganesha, memecahkan keheningan di antara mereka. Suaranya terdengar datar, tak menunjukkan emosi apa pun.
Seharusnya kepergian mereka ke Korea menjadi momen di mana mereka seharusnya menikmati bulan madu. Secara mereka kan pengantin baru, tapi Kamala masih polos. Ia tidak mengerti apa maksud dari bulan madu. Ciuman saja, ia tidak tahu gimana rasanya.
Kamala yang lagi menikmati makanan mendadak bingung, "Ngapain ke rumah sakit?" tanyanya, suaranya terdengar polos.
"Masih nanya ngapain ke rumah sakit?" desis Ganesha, suaranya terdengar sedikit kesal. Ia merasa heran dengan pertanyaan Kamala. "Apa dia lupa dengan tujuan kita ke Korea?" pikirnya.
"Iya, terus. Mau ngapain, Tuan?" tanya Kamala lagi, matanya menatap Ganesha dengan penuh tanda tanya.
"Astaga, pikir saja sendiri. Besok kita berangkat jam 9 pagi!" decak Ganesha, suaranya terdengar kesal. Ia tak ingin menjelaskan lebih lanjut, ingin agar Kamala berpikir sendiri.
Kamala terdiam, menatap Ganesha dengan pandangan kosong. Ia semakin bingung, tak mengerti apa yang sedang terjadi. "Apa aku melakukan kesalahan?" gumamnya dalam hati, merasakan jantungnya berdebar kencang.
Ganesha beranjak dari duduknya, menarik kursi untuk berdiri. Ia tak ingin menjelaskan lebih lanjut, ingin agar Kamala berpikir sendiri. "Biarkan saja dia mengingat sendiri," gumam Ganesha dalam hati, menatap Kamala dengan pandangan datar. Ia merasa kesal dengan sikap Kamala yang terlalu polos.
Kamala menatap punggung Ganesha yang menjauh, mencoba untuk memahami maksud dari perkataan Ganesha. Otaknya berpikir keras, mencoba untuk mengingat kembali semua yang telah terjadi. Beberapa saat kemudian, sebuah pemikiran muncul di benaknya.
"Apa mungkin aku akan operasi?" gumam Kamala, suaranya terdengar lirih.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭