Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Seperti biasa, toko kue milik Talita selalu ramai. Bu Romlah And The geng pun tidak kalah sibuk melayani pembeli. Baik yang minta di bungkus, ataupun makan di tempat sambil menikmati secangkir kopi dan menonton drama korea.
Di toko milik nya juga di sediakan wifi gratis untuk pelanggan yang duduk dan bersantai di sana.
Di toko nya juga menyediakan makan siang. Jadi, para pelanggan bisa betah berlama-lama berada di sana. Toko itu pun tidak pernah sepi. Para pekerja senang. Uang pun berdatangan.
"Permisi. Saya mau bertemu dengan pemilik toko ini."
"Maaf bu. Untuk apa ya."
"Tidak perlu banyak tanya. Panggil kan ia ke sini. Katakan Ibu nya datang mencari."
"Maaf, setahu saya Bu Talita dan Tania sudah Yatim piatu. Maka nya Pak Sudirman mengangkat mereka menjadi anak."
"Siapa kau berani berbicara seperti itu. Aku ibu nya. Aku yang telah melahirkan nya."
"Oh ya, kalau kau memang Ibu nya, kemana saja kau selama ini. Saat mereka terlunta-lunta di jalanan. Giliran udah berduit aja baru kau datang mengaku jadi Ibu." Ucap Bu Romlah yang tiba-tiba datang.
Bu Romlah sangat mengenal wanita yang ada di depan nya ini. Ia sangat mengingat Naina karena insiden waktu itu. Belum lagi Tania juga sering bercerita kepada Romlah tentang Ibu nya yang ke-jam.
" Kamu babu tidak usah ikut campur. Panggil saja Talita atau Tania. Aku hanya mau tahu dimana keberadaan Tasya."
"Tasya? Maaf ya bu. ibu yang mengaku ibu nya Buk Bos kami. Nggak ada anak yang bernama Tasya di sini. Buk bos Tania dan Talita hanya tinggal berdua saja. Eh, bertiga sama mbak Raya."
"Memang nya kalian tidak tahu kalau anak ku ada tiga?"
"Ya bukan urusan kami anak situ ada tiga. Sekarang mau pesan apa? Kalau memang nggak mau pesan apa-apa, mending pulang sana. Masih banyak pembeli yang antri."
"Dasar! Jadi babu aja songong. Awas kalau toko ini jadi milik ku. Kau duluan yang aku pecat." Ucap Naina kepada Romlah.
Ia kesal sekali karena Romlah selalu saja pintar menjawab diri nya. Tidak tahu saja dia siapa Bu Romlah itu dulu. Hanya saja, sekarang Bu Romlah udah insaf. Takut di azab kayak di film rahasia ilahi.
Setelah Naina pergi, Bu Romlah dan kawan-kawan menghembuskan nafas nya lega. Pasal nya mereka tahu sekali perangai orang tua seperti Naina itu.
"Emang benar ya itu Ibu nya Talita?"
"Iya."
"Mau apa dia ke sini?"
"Tahu sendiri lah. Kalau Ibu yang buang kita tiba-tiba datang kembali itu gimana. Pasti ada mau nya bukan?"
"Iya. Benar sekali. Aku masih ingat saat itu Talita berjualan lauk keliling kontrakan."
"Iya. Aku juga masih ingat. Kan aku yang menikung nya." Ucap Bu Romlah sambil bercanda.
"Iya. Kau itu dulu memang tidak tahu diri, Romlah."
"Iya. Aku sadar kok. Itu semua kan karena suami ku yang tidak tahu diri itu juga . Eh, tapi kalian tahu nggak apa yang lebih menyedihkan?"
"Apa?" para Ibu-ibu serentak bertanya.
"Gara-gara tu Ibu durhaka, Talita di keluarkan dari sekolah nya. Ibu nya juga membuat nya terluka sehingga ia di rawat beberapa hari di rumah sakit."
"Itu sih bukan durhaka lagi. Tapi memang harus masuk neraka bulat-bulat."
"Iya. Kasihan sekali ya mereka berdua. Untung saja Talita kuat. Kalo jadi dia mungkin aku udah bunuh diri."
"Udah. Kita kerja lagi. Jangan kecewain Talita yang memberikan pekerjaan ini pada kita.
" Oke. Sip. Kerja.. Kerja.. Semangat! "
Mereka pun bekerja kembali seperti biasa setelah bergosip sesaat. Mereka sangat bersyukur karena sekarang tidak perlu memikirkan uang dan uang.
Talita menjamin kesejahteraan seluruh pegawai nya. Bahkan makan pun di tanggung di sana. Jika ada makanan yang lebih, mereka pun bisa membawa pulang.
Jangan tanya omset Talita perhari nya berapa. Kalian nggak akan sanggup menghitung nya. Author aja bingung mau nulis nya berapa.
Soal nya harta dan kekayaan Talita bertambah seiring berjalan nya waktu. Padahal, ia sudah mengurangi uang sewa kontrakan bagi penyewa yang kurang mampu.
Iya juga sering sekali membagikan makanan gratis kepada pengemis dan orang-orang yang membutuhkan.
*****
"Lagi ngelamunin apa sih?"
"Nggak ada, ma."
"Ah serius. Coba mama lihat."
"Jangan, ma. Rian kan malu."
"Malu? Kenapa harus malu. Ooh, ini perempuan yang sudah buat kamu senyam senyum sendiri?"
"Hmm.. Iya ma."
"Anak mana? Kerja dimana? Tinggal dimana?" Tanya Ibu nya Rian.
"Satu-satu dong, ma."
"Ya, habis nya kamu selama ini kan nggak pernah dekat sama perempuan mana pun. Mama kan pengen kamu segera menikah Rian. Umur kamu itu udah berapa. Teman-teman sebaya kamu malah sudah punya anak."
"Belum ada yang cocok ma."
"Hmm,, yaudah deh. Kapan dia di bawa ke rumah?"
"Nanti deh ma. Ini Rian lagi nyari alasan buat ketemu sama Talita."
"Talita? Nama yang bagus. Tapi sepertinya mama nggak asing deh dengan nama itu."
"Memang yang nama nya Talita cuma satu?"
"Iya juga, ya. Tapi, mama masih penasaran. Cepat bawa ke rumah ya, Rian."
Rian mengangguk tanda mengerti.
*****
"Bagaimana keadaan anak saya mbah?"
"Seperti nya ia di guna-guna."
"Di guna-guna? Tapi, siapa mbah? Tanya laki-laki yang bernama Anton.
Ia dan istri nya malah membawa anak mereka ke dukun atas saran dari salah satu tetangga.
" Seperti nya ada yang tidak senang dengan keluarga kalian. Apakah kau memiliki anak lain? "
" Iya mbah. Anak ini dari istri kedua ku."
"Bisa jadi, anak-anak mu yang lain tidak senang dengan kalian."
"Tapi, apa itu sudah pasti, mbah?"
"Kan saya tidak bilang mereka. Mungkin saja orang yang sudah kau sakiti hati nya juga turut andil."
"Jadi, siapa dong mbah?"
"Uang dulu," Ucap mbah dukun yang memperlihatkan kelima tangan nya.
Anton langsung mengeluarkan uang sejumlah lima ratus ribu rupiah demi mendapatkan informasi itu.
"Trus, gimana mbah? Apa yang harus saya lakukan demi kesembuhan anak saya?"
"Syarat nya gampang. Kalian harus menemui orang yang sudah mengguna-guna anak ini. Minta maaf pada nya. Mana tahu, penyakit nya bisa hilang karena itu."
"Tapi, kami nggak tahu siapa mbah."
Mbah dukun kembali mengangkat ke sepuluh tangan nya. Kali ini Anton harus mengeluarkan satu juta rupiah untuk informasi yang tidak jelas kebenaran nya itu.
"Bukan kah sudah ku bilang tadi. Kau harus pikir, siapa kah orang yang paling kau sakiti hati nya. Minta maaf lah pada mereka."
"Cuma itu saja?"
"Iya. Bukan cuma. Informasi ini mahal."
"Baiklah mbah. Akan saya pikir kembali siapa orang yang telah saya sakiti hati nya. Dan saya akan meminta maaf. Terima kasih, mbah.
Setelah Anton dan Istri nya pulang, mbah dukun pun tertawa riang. Hanya modal bicara panjang, ia sudah mendapatkan uang.