NovelToon NovelToon
Manuver Cinta Elang Khatulistiwa

Manuver Cinta Elang Khatulistiwa

Status: tamat
Genre:Tamat / Beda Usia / Kehidupan Tentara / Romansa
Popularitas:3.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: sinta amalia

Menyukai seseorang adalah hal yang pribadi. Zea yang berumur 18 jatuh cinta pada Saga, seorang tentara yang tampan.
Terlepas dari perbedaan usia di antara keduanya, Zea adalah gadis yang paling berani dalam mengejar cinta, dia berharap usahanya dibalas.
Namun urusan cinta bukanlah bisa diputuskan personal. Saat Zea menyadari dia tidak dapat meluluhkan hati Saga, dia sudah bersiap untuk mengakhiri perasaan yang tak terbalaskan ini, namun Saga baru menyadari dirinya sudah lama jatuh cinta pada Zea.

Apakah sekarang terlambat untuk mengatakan "iya" ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MANUVER CINTA ~PART 35

"Yang benar saja!! Mereka mau lempar orang, mirip lempar karung semen?!" tanya Izan yang sudah bersiap menolong para penumpang, ia mengeratkan dan memeriksa kembali peralatan keamanan di tubuhnya. Udah mirip bacang, ikat sana--ikat sini biar safety. Dilarang gegabah, mesti sesuai SOP biar selamet dunia non akhirat.

Luki mengangguk yakin, jika yang ia lihat pun memang begitu adanya, matanya masih cukup jelas dan belum rabun untuk melihat adegan mendebarkan nan beresiko ini, sudah jadi makanan sehari-hari berada di situasi menantang maut macam ini, demi menyelamatkan manusia ataupun perdamaian negara.

Biyang Ketut memanjangkan lehernya melihat ke arah bawah, mendadak tekanan da rah turun drastis, kepala kleyengan keringat dingin membanjiri sekujur tubuh, ia menelan saliva sulit seakan roh sudah keluar dari raga. Kepeleset dikit auto jadi perkedel tahu nyampe daratan.

Hanya berbekal parasut yang entah bagaimana cara menggunakannya, karena tak ada panduan singkat apalagi les sampe pro untuk para penumpang lansia dan balita, mereka harus memupuk kenekatan diri setinggi puncak Bromo.

Anak balita yang digendong sampai menjerit-jerit ketakutan, sungguh tak berperikemanusiaan, todongan moncong senjata memaksa mereka menggeser posisi dan menumbuhkan keberanian yang hanya sebesar biji jagung entah sebesar upilnya si upin---ipin.

"Lompat!" bentaknya keras pada bu Wangi.

"Saya tak akan lompat, anak-anak murid saya masih di dalam, mau kalian apakan mereka?!" jawabnya tak kalah membentak.

"Heh--heh--heh nenek-nenek! Kau pikir kami disini sedang memberikan penawaran?!" pelototnya.

"Kau mau lompat dalam keadaan hidup atau mati?!" ancamnya saat Bu Wangi masih kekeh mempertahankan posisinya.

"Biadab...." desis salah seorang penumpang lain diantara cengkraman eratnya di tali parasut, bahkan ia tak tau dimana letak penarik parasut agar mengembang, mungkin benar apa yang dikatakan oleh cucunya tempo lalu, jika dirinya memang sudah bau tanah dan akan kembali ke tanah dalam waktu dekat ini.

Dalam ketinggian tertentu, pesawat apache ikut mengawal serta penyelamatan penumpang lansia dan balita yang dilakukan dengan cara ekstrem itu. Bukan mereka tak marah apalagi geram melihat tindakan tidak manusiawi itu, namun para serdadu negara ini tak dapat bertindak tanpa memikirkan resikonya.

Satu persatu penumpang yang dipilih sudah melompat turun dan diselamatkan oleh pihak militer.

"Ze!" Clemira keluar dari bangkunya untuk segera bergabung dengan sang kawan. Keduanya saling memeluk dan berpegang erat.

"Lo ngga apa-apa kan?" tanya Clemira melihat wajah Zea yang tadi mendapatkan beberapa tamparan, Zea menggeleng, "gue ngga apa-apa...cuma kebas aja," jawabnya singkat tak ingin membahas masalah menyedihkan ini, yang menurutnya adalah suatu penghinaan. Iya...penghinaan, pasalnya baru pertama kali ia ditampar cowok, mana jelek pula!

"Jangan bilang-bilang satu sekolah kalo gue ditampar cowok jelek, Cle. Bisa turun pasaran gue!" lanjutnya lagi.

"Lo tuh ih, bisa ngga sih...ngga usah nyari perkara, udah diem aja, mulut lo tuh perlu di lem!" Clemira mendorong kepala Zea keras, saking kerasnya kepala Zea sampe bisa muter 180 derajat kaya kepala boneka manequin, "berpikir cerdas Ze, dengan lo bikin mereka kesel lo yang kena masalah," Clemira begitu kesal dengan sahabatnya yang terkrsan cuek, tak takut mati dan tukang nyari perkara ini, tak sayang nyawakah Zea?

Zea menatap Clemira, "setidaknya gue bisa menghibur diri sendiri, Cle. Setidaknya gue bisa hina-hina mereka dikit, takut jika gue ngga selamet hari ini...." tatapnya nanar meski memaksakan tersenyum.

Plak! Clemira menggeplak lengan Zea yang kemudian gadis itu mengaduh, "kalo ngomong tuh jangan sembarangan!"

Iyang menghampiri keduanya dengan raut wajah memelas dan menyedihkan, "atuh ih, aku teh pingin pulaangggg...." ia kembali menangis memegang kedua gadis itu.

"Dih, cowok--cowok mewek. Jangan mewek ih!" Tak urung Zea menyapu pipi Iyang meski dengan tangan terikat. Karena aksi Zea itu, seketika Iyang dan Clemira diam.

Clemira kembali memeluk kawannya itu, "gue ngga mau lo kenapa-napa, kita mesti pulang sama-sama...." ada senyuman getir yang Zea ulas saat itu, ia tak yakin jika ia akan pulang, seperti yang lain.

Iya. Zea tau jika penumpang yang tadi termasuk biyang dan bu Wangi sudah pasti selamat, karena beberapa saat yang lalu ia dan yang lain dapat mendengar pesawat lain, sudah pasti itu pesawat penyelamat.

Zea sedikit lega, setidaknya korban akan berkurang.

"Ze...jawab gue! Kita mesti balik sama-sama!" Clemira mengurai pelukannya dan memperhatikan wajah Zea.

Zea mengangguk sekalipun ia ragu, teramat ragu...ditatapnya Maysa yang juga sejak tadi kembali memeriksa badannya.

"Kita pasti selamat..." ucap Maysa, seolah tau arti tatapan Zea.

"Gilaaa, mereka nurunin penumpang mirip nurunin karung goni."

Selangkah lebih baik, usaha negara sudah sejauh ini. Namun setelah hampir setengah penumpang diselamatkan, pintu kargo malah kembali tertutup, tak ada Zea dan Clemira atau anak-anak Desta X di wajah-wajah penumpang yang selamat.

Tak ada ancaman yang datang langsung ke ponsel papa Rangga, berulang kali ia melihat layar datar miliknya, hanya pesan dari rekan kementrian dan sang istri.

Pesawat yang hampir kehabisan bahan bakar terpaksa harus melakukan pendaratan, "Jay, bahan bakar hampir habis."

Ajay mengangguk mengerti dan meminta anak buahnya segera menyiapkan markas di sekitaran belantara tengah nusantara, salah satu markas mereka, Ajay ingat betul ucapan bos besar tadi jika markas A telah habis dibombardir oleh pasukan militer khusus, maka ia beralih ke plan B dan mendarat di titik safe house'nya mereka yang lain.

"Mereka tak tau siapa Ajay," gumamnya.

Sagara melihat jika badan pesawat mulai menukik, seiring dengan kernyitan alis yang ditunjukan, "brown falcon, target sepertinya akan melakukan pergerakan dan mencari lokasi untuk turun."

Tama mengangguk membenarkan.

Ajay meraih intercom dan berbicara dari sana untuk yang terakhir, mereka tak pernah main-main dengan apa yang dilakukan, "waktu yang diberikan sudah habis, tak ada lagi tawar menawar. Pesawat bersama sisa penumpang sepenuhnya milik kami," tuuutt----tuut---tuuttt....

Panggilan benar-benar terputus dari pesawat boeing 789, negosiator dan pihak negara yang awalnya sudah bisa sedikit bernafas lega kini kembali dibuat menarik nafas sesak.

"Boeing 789 come in!"

"Boeing 789 come in!"

"Jangan macam-macam!"

"Si al!!!" microphone bahkan sampai terjatuh karena kibasan tangan kasar dari negsiator, sisa 20 penumpang remaja masih bersama mereka dan sekarang malah lost contact.

"Tius bersiap hilangkan jejak! Kita tidak butuh pesawat sebesar gunung ini!" ujar Ajay.

Tius tersenyum smirk, "siap!"

Ajay meraih Zea terlebih dahulu dan memisahkannya dari yang lain membuat mereka seketika riuh, "Ze!"

"Diam semuanya!" Ajay mengacungkan laras panjang di cengkramannya ke arah atas, "kita akan mendarat sebentar lagi, tak ada pemberontakan, atau mati!"

Pesawat semakin merendah, ke arah belantara, "blue eagle, target semakin merendah..." ucap salah satu pilot dalam formasi Sagara.

"Iya. Stabilkan pesawat di ketinggian rendah sampai posisi yang tidak memungkinkan lagi," balas Saga.

Namun ketika memasuki kawasan yang terlihat hening, Sagara tiba-tiba dikejutkan dengan hujan tembakan dari arah depan.

Lesatan peluru tertuju untuk para pesawat tempur yang mengawal pesawat boeing 789.

Dorr!

Dorrr!

Dorr--dorr-dorr!

Sagara dengan refleks bermanuver *Immelmann*, meski menghabiskan energi kinetik yang lebih besar daripada mode pitchback tadi.

Suara sayap yang membelah langit terdengar begitu lirih di telinga Zea.

"Apa itu kamu, bang?" ia menoleh ke belakang pada Clemira yang juga tersenyum meyakinkan seolah mengiyakan jika itu Sagara.

Para pesawat tempur benar-benar diberondong oleh tembakan membuat mereka kesulitan untuk terus menempeli pesawat boeing, ditambah berondongan peluru yang terlihat begitu intens namun sembarangan.

"Amatiran," Sagara bergumam menyunggingkan senyuman tipis, jika dilihat dari arah tembakan, mereka bukanlah orang terlatih, itu artinya mereka hanya pasukan pelapis luar yang tak memiliki skill menembak.

"May day, status zona merah!" lapor mereka.

"Pukul mundur skadron, laporkan titik lokasi terakhir boeing 789!" perintah dari pusat.

Sagara tak menyerah begitu saja, ia melesatkan beberapa rudal dan tembakan ke arah yang diyakini sumber tembakan musuh, penuh perhitungan. Selain agar menghemat selongsong peluru dan rudal namun demi menghemat energi.

Suasana pagi yang seharusnya diisi dengan secangkir kopi bersama cookies, malah menjadi arena perang di langit biru belantara tengah nusantara.

Suara sayap yang menukik, memutar bermanuver silih berganti menjadi aksi yang mewarnai ozone khatulistiwa.

"Tembak!" Sagara memberikan perintah.

Syutttthhh!

Duarrr!

Setiap ledakan dan tembakan kini menghiasi pendengaran siapapun yang ada disana termasuk para sandera.

"Allahuakbar! Allahuakbar! Mamahhhh!" teriak mereka menjerit-jerit, sementara para pasukan skadron sedang disibukan oleh tembakan pengalihan, boeing 789 siap melakukan pendaratan darurat di dekat daerah perbukitan, sedikit jauh dari markas.

"Ini teh kaya lagi ikutan perang ke 3!" Iyang sudah kembali merengek.

Belum reda rasa ketakutan mereka, Ajay dan kawan-kawan melesatkam tembakan tanpa peluru di dalam pesawat yang hampir menyentuh pucuk dari belantara, "diam dan berbaris!"

"Mulai dari kamu nona," Zea mengibaskan tangannya ingin menepis ketika Tius menutupi kepala Zea dengan kain hitam.

"Aduh, bapak mau digimanain ini teh! Huwaakkkk!" Iyang begitu ketakutan.

"Ngga mauuu!" Clemira melotot berontak ketika kepalanya ditutup dengan kain dengan paksa, namun apa mau dikata, tenaga dan ancaman mereka lebih dari kata kuat.

Mereka memisahkan beberapa anak, sementara Zea, Clemira, dan Dina mereka bersama gadis remaja lainnya dibawa Ajay dan Todi.

"Sisanya Jay?" tanya Tius.

"Bawa ke markas Rahwana, untuk selanjutnya bersama rombongan dia ke Vieth..."

"Nona belum pernah bertemu dengan lelaki tua? Atau nona sudah memiliki kekasih? Sebaiknya lupakan dia...sa yakin nona akan mendapatkan penawaran tinggi dari salah satu klien bos besar," bisik Ajay tepat di telinga Zea.

Tanpa berkata atau membalas ucapan Ajay, hati Zea sudah dilanda ketakutan yang teramat, terlebih tak dapat bertemu kembali dengan keluarganya.

Pesawat benar-benar mendarat di tempat yang jauh dari kata ramah, guncangan membuat para penumpangnya terjatuh dan terantuk-antuk, bahkan tak sedikit luka-luka lecet dan memar.

"Turunnn!" dorong mereka, Zea dan yang lain tak dapat melihat jalan, semuanya terasa gelap karena kepala yang tertutup, hanya saja dapat ia dengar dan rasakan jika mereka sudah mendarat yang entah dimana.

Sagara memutuskan menarik pasukan skadronnya bersama Tama, ada rasa kecewa nan menggebu, ia selangkah lebih dekat pada Zea dan Clemira tapi di luar dugaan nyatanya mereka memasuki markas musuh tanpa persiapan.

"Blue Eagle come in, lapor ndan...target mendarat di titik koordinat \*\* LS \*\* BT, belantara nusantara bagian tengah, status zona merah, skadron X akan kembali ke markas..." Sagara menatap nyalang pucuk-pucuk pepohonan yang hijau, dimana warna putih dari badan pesawat boeing semakin jauh ia tinggalkan, "maafin abang Ze, tolong sabar sebentar lagi ya....."

"Laporan diterima! Laksanakan blue eagle..." jawab komandan.

.

.

.

.

.

Rayyan kembali menodongkan moncong senjatanya di dagu berlumur cairan kental merah yang meleleh dari mulut pria berkumis itu, pria yang tertawa bengis namun sedikit gila, "saya atau negara yang akan membunuhmu? Katakan dimana markas Ajay berada?!" kilatan mata diantara buff tengkorak adalah sorot amarah seorang ayah yang murka karena putrinya diculik.

Ia malah tertawa di kondisi yang sudah hampir sekarat, "siapa yang kau lindungi serdadu? Anak menteri itu, atau penumpang lainnya? Bilang pada menterimu yang so suci itu, seharusnya kemarin ia mengucapkan selamat tinggal pada putrinya, karena mungkin sekarang Ajay sudah menemukan pembeli dengan penawar tertinggi untuknya,"

Rayyan mengepalkan tangannya, "Bangsattttth!"

"Ray---Ray! Jangan, biarkan kesatuan yang urus ini! Kita cuma perlu membawanya," tahan Pram.

.

.

.

.

.

.

1
Humay Uum
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Saskia Puhi
sumpah aku tuh sampai nggak bisa nafas saking nahan ketawa 🤣🤣
Ika Prasetya
bukan nya tadi yg punya luka bakar di bahu itu si rudi ya thor kenapa sekarang jadi saga
Ika Prasetya
bukan nya tadi yg punya luka bakar di bahu itu si rudi ya thor kenapa sekarang jadi saga
Sri Yumelda
Luar biasa
Sri Yumelda
bagus banget
Nur Koni
tanpa dosa atau agak amnesia si zea... wkwkwk
Ika Prasetya
enak kah buah matoa itu
Ravel Lio
Luar biasa
Nining S
Kecewa
Riezca Juri
Sah sah😍😍😍😍😍😍👀👀
AZTI
semua karya kakak keereeen bingit😍😍😍
Vivi Abdi Aza
Lumayan
Dian Astrid Natalita
sue..sue...ngakak guling-guling
لا تفوت أي رجل
😁🤣🤣🤣
لا تفوت أي رجل
🤣🤣🤣🤣🤣
Hazelnutlatteice🪷
So sweet ach… bang earth 😊
Faiza Alya Aziza
Biasa
Faiza Alya Aziza
Luar biasa
Hazelnutlatteice🪷
H4H4H4…Ya Allah, sakit perut aku ngakak kak author😅. Cucok banget tiga ketul ini dijadikan satu🤣. Rame,,, Iyang si lemes😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!