Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PDKT
"Ya ampun, Angga. Kamu jorok banget sih," tegur seorang wanita seraya memungut baju yang teronggok di lantai.
Tak henti-hentinya menggerutu melihat kamar putra semata wayangnya itu berantakan. Sudah biasa jika pria yang berumur dua puluh tujuh tahun itu bangun kesiangan, namun kali ini tak bisa ditolerir lagi.
"Subuh subuh subuh," teriak wanita itu. Tangannya mengulur menjewer telinga Angga yang masih terlelap dengan posisi tengkurap.
Angga meringis menggaruk kupingnya yang terasa perih akibat ulah tangan seseorang.
"Mama bisa gak sih, gak gangguin aku sekali saja," pinta nya dengan suara serak. Mengumpulkan nyawanya yang tercecer. Menyandarkan punggungnya sejenak. Menatap wanita yang dipanggil mama dengan tatapan sinis.
"Gak bisa. Selama kamu gak mau menjalankan kewajibanmu, Mama gak akan tinggal diam," tegasnya berkacak pinggang.
Angga berdecak. Entah sampai kapan ia bisa bebas, yang pasti sangat terkekang dengan aturan yang dibuat mamanya tersebut.
"Iya iya Mama Winda." Angga melempar bantalnya ke sisi ranjang dan berlalu ke kamar mandi.
Sudah menjadi tembang bibir Angga menyebut nama mamanya itu saat hatinya kesal seperti saat ini.
Bu Winda hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya yang tidak pernah berubah.
Apa di jaman seperti ini ada wanita solehah yang bisa mengubah hidup Angga.
Hampir saja keluar, Bu Winda menghentikan langkahnya saat melihat sesuatu di atas nakas.
"Ini seperti __" Tidak usah di teruskan, Bu winda mengambil kotak itu dan membukanya. Seperti dugaannya, itu adalah barang yang sering dulu ia belikan.
"Ternyata sekarang dia sudah bisa membelinya sendiri," cicit Bu Winda dengan suara lirih.
Bu Winda meletakkannya kembali di tempat semula. Berharap tak hanya benda itu, Angga harus bisa mandiri dan membeli segala keperluannya sendiri tanpa bantuannya.
"Apa jangan-jangan dia sudah punya pacar?" Dada bu Winda berdebar-debar. Dalam hidupnya hanya itu yang ia nantikan, karena selama ini Angga enggan mencari pasangan hidup dan mengatakan wanita hanya pembawa sial seperti mantan kekasihnya dulu.
"Kalau itu yang terjadi, artinya sebentar lagi aku punya menantu." Bertepuk tangan kecil lalu pergi. Berharap secepatnya Angga mengungkapkan apa yang terjadi.
Angga keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lumayan berseri. Ia belum bisa melupakan wajah kesal Ayu saat pertemuan kemarin.
"Gimana caranya aku bertemu dia lagi." Angga menyandarkan punggungnya di dinding. Otaknya berkelana mencari cara untuk mengulang pertemuan itu lagi. Apalagi dia sudah tahu seluk beluk seorang Ayu Lestari dan itu memudahkannya untuk mendapatkan wanita itu.
Menjalankan kewajibannya. Tak seperti biasanya yang terasa berat, kali ini Angga antusias dan serius.
Bu Winda menyusun makanan di meja makan. Ditemani dua pembantu ia menyiapkan sarapan untuk Angga sebelum berangkat. Sebab, pria itu hanya makan di rumah di waktu pagi. Selebihnya akan diluar karena tuntutan pekerjaan.
"Angga di mana, Mbak?" tanya Himam, paman dari Angga yang beberapa detik lalu membuka pintu utama.
"Masih di kamar, memangnya ada apa kamu mencari Angga?" tanya bu Winda mendekati sang adik yang tampak bingung.
"Dasar bocah edan! Masa dia mengeluarkan uang sebanyak ini. Untuk apa saja?" Menunjukkan nominal uang yang cukup besar itu raib dari kantor.
Bu Winda mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti.
Tak berselang lama orang yang di nanti keluar dari kamarnya.
Pria itu nampak tampan dengan balutan kemeja putih serta jas navy dengan celana yang senada. Tak lupa rambutnya ala oppa korea yang sudah khas.
"Tumben paman ke sini?" tanya Angga santai. Padahal, tatapan Himam sudah siap menerkamnya.
Himam melempar beberapa kertas yang dibawa itu tepat di depan Angga, hingga beberapa menempel di wajahnya.
"Apa-apan ini, Paman?" Masih tak mengerti dengan sang paman yang terlihat murka.
"Baca sendiri!" pekiknya dengan kedua tangan mengepal.
Angga menatap bu Winda lalu membaca seperti perintah pamannya tersebut.
Bukan tegang seperti Himam, Angga justru tertawa lepas membuat kedua orang tuanya itu heran.
"Paman jangan khawatir, uang ini bukan untuk foya-foya, tapi aku membeli sebagian perusahaan Ikram."
"Ikram?" ulang Himam mendengar nama yang sangat familiar itu.
Angga mengangguk. "Jadi ceritanya, Ikram membutuhkan banyak uang. Dan aku mengambil kesempatan ini karena aku tahu perusahan dia itu sangat kompeten. Bukankah keponakanmu ini sangat hebat?" Membanggakan diri sendiri meskipun banyak kekurangan yang ia miliki.
Himam tak percaya seutuhnya, ia menatap Angga dengan tatapan menyelidik. Berharap apa yang diucapkan pria itu adalah fakta yang sesungguhnya.
"Aku gak bohong, Paman?" Mengangkat dua jarinya meyakinkan.
Demi mengembalikan suasana hati Himam, Angga mengajak pria itu ke meja makan. Mengalihkan pembicaraan, kali ini tidak membahas perusahan melainkan membahas tentang seorang wanita.
"Apa kamu sudah punya pacar, Ngga?" tanya Bu winda menghentikan Angga yang hampir memasukkan makanan ke mulutnya.
Angga menggeleng, seketika otaknya di kelilingi wajah Ayu yang tampak cantik berseri.
"Yakin?" Bu Winda semakin menyelidik.
Angga mengangguk pelan. Ia tak bisa berkata apa-apa jika menyangkut tentang calon istri.
"Kamu sudah berjanji pada mama akan menikah secepatnya. Tapi mana buktinya?" tagih bu Winda, seolah menekan Angga untuk segera mencari calon istri seperti yang diinginkan.
Angga menghela nafas panjang. Menggenggam tangan sang ibu.
"Jodoh itu tidak bisa diatur oleh manusia, Ma. Mungkin saja sekarang Allah sedang mengatur jodohku. Berdoa saja aku secepatnya menemukan perempuan seperti keinginan, Mama," ujar Angga dari hati. Baru kali ini ia serius dalam ucapannya saat melihat kesedihan seorang ibu.
Himam mengangkat jempolnya, setuju dengan pendapat sang keponakan.
Apakah Ayu jodohku, tapi apa mama setuju aku menikah dengan janda yang memiliki tiga anak.
Belum apa-apa Angga sudah berharap Ayu menjadi istrinya. Padahal, belum tentu wanita itu mau padanya.
Baiklah mungkin aku akan berjuang menaklukan hati Ayu dan mama, imbuhnya meyakinkan diri sendiri.
Angga melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Bukan tidak mampu membayar supir atau asisten, ia tak mau diatur dan ingin menjalani hidupnya sesuka hati.
Mobil berhenti tepat di bawah lampu merah. Bertepatan itu seorang wanita pun menghentikan motor di samping mobilnya membuat Angga tersenyum kecil.
"Ayu. Jodoh memang tak akan ke mana."
Merapikan rambutnya lagi lalu membuka kaca mobilnya.
Angga menoleh dan bersiul.
Merasa terganggu, Ayu pun menoleh. Seketika itu juga ia berpaling setelah melihat seseorang yang tak begitu asing.
Itu kan pak Angga, orang yang memesan __
Ayu membuang jauh pikiran kotornya. Ia yang bertugas menjadi penjual dan mengantar saja malu mengingat sesuatu yang dibeli Angga, namun pria itu malah percaya diri dan sok kenal sok dekat.
"Nanti aku pesan seperti yang kemarin lagi ya," goda Angga menarik turunkan kedua alisnya.
Namun, Ayu tak menggubrisnya, ia segera melajukan motornya setelah lampu kembali hijau.
"Benar-benar cantik alami," puji Angga menatap punggung Ayu yang mulai menjauh.
nambah kesni nambah ngawur🥱