NovelToon NovelToon
BARTENDER NAKAL ITU, ISTRIKU

BARTENDER NAKAL ITU, ISTRIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik / Playboy / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nyai Gendeng

Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa

Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kiss Her

"Di sini, suasananya asri. Kenapa sih lo mesti merantau ke Jakarta? Lihat, kampung ini penuh dengan penduduk yang ramah. Banyak perkebunan dan sawah. Pegunungan juga bukit-bukit yang indah." Galuh berkomentar sembari memandang alam sekitar yang begitu sejuk. Kalau di ibukota, pemandangan yang tersaji tak lain hanya seputar kemacetan Jakarta yang padat dengan orang-orangnya.

"Masa gue mesti jelasin berkali-kali sih. Lo tahu sendiri, gue lagi menghindari perjodohan. Sama kayak lo."

"Tapi gue gak kabur kayak elo," sergah Galuh cepat.

Ajeng melengos mendengar pembelaan Galuh itu. Saat ini, keduanya sedang duduk di pinggir saung. Sedari tadi, Galuh jadi perhatian banyak gadis desa yang lewat. Begitupula dengan Ajeng yang jadi pusat perhatian pada pemuda kampung.

Mereka kagum sekembalinya Ajeng ke kampung, gadis itu benar jadi sangat cantik. Dia gaul, pakaiannya modern dan Ajeng membuat para gadis serta pemuda kampung itu jadi penasaran dengan anting di pusarnya.

"Lo lihat, semua orang di sini pada ngeliatin elo."

"Biarin aja. Gue gak peduli. Yang penting setelah ini, kita balik dan gue gak perlu balik ke sini lagi dalam waktu dekat. Perjodohan gue sama Danang udah batal."

"Emang yang mana sih yang namanya Danang itu?" tanya Galuh dengan raut penasaran.

Ajeng memandangnya jengah. Ia mendengar dari mima semalam, Danang sangat sedih karena Ajeng tidak jadi dijodohkan dengannya. Ya mau gimana lagi, Ajeng gak bisa maksain diri buat suka sama lelaki itu.

"Jalan yuk. Banyak nyamuk di sini." Ajeng terlihat menepuk tangannya, membunuh nyamuk nakal yang telah menggigit tangannya.

"Lagian, udah tahu banyak nyamuk, pake baju pendek kayak gitu!" sewot Galuh kepada Ajeng.

"Mana gue tahu banyak nyamuk! Emangnya gue pawangnya nyamuk!" balas Ajeng tak mau kalah.

Galuh mendesis kesal melirik Ajeng sekilas yang nampak cantik dengan rambut melayang-layang mirip bintang iklan shampo. Gadis itu memang cantik, menarik, tidak bosan dipandang. Tetapi sekali lagi Galuh harus menegaskan, bahwa dia sama sekali tidak memilki perasaan apapun kepada Ajeng.

Sambil bersisian, Ajeng dan Galuh kini berjalan menyusuri perkebunan yang terhampar. Dingin udara mengusik Galuh untuk membuka jaketnya lalu menyampirkannya di bahu gadis itu. Ajeng diam saja, ada rasa tak biasa saat dia menerima perhatian kecil itu dari Galuh.

"Gimana Laras?"

Galuh menoleh, malas membicarakan gadis jelita yang masih suka mengejarnya kendati sudah tahu bahwa Galuh akan segera menikah.

"Dia masih suka hubungi gue. Semalem juga mewek di telepon." Galuh menjawab sesantai mungkin.

"Gue jadi merasa bersalah deh sama dia." Ajeng mendesah pelan sambil merapatkan jaket Galuh yang tersampir di bahunya itu.

"Biasa aja. Gue gak ada perasaan apapun sama dia. Lo gak perlu ngerasa bersalah."

Ajeng dan Galuh kemudian saling diam. Mereka masih berjalan bersisian sampai akhirnya langkah keduanya terhenti ketika melihat siapa yang sedang berdiri di depan mereka. Danang berdiri di depan Galuh dan Ajeng sambil membawa sapinya.

"Ajeng." Dia menyapa dengan suara pelan. Kacamatanya melorot hingga ke hidung, pun bajunya yang kebesaran melorot di bahu. Ajeng tersenyum singkat, begitu pula Galuh. Ajeng tidak membenci Danang sama sekali, tetapi dia memang tidak menghendaki perjodohan mereka.

"Danang, kamu mau pulang?" tanya Ajeng dengan senyumannya seolah tak merasa ada yang salah dari sapaan itu. Ya memang tak ada yang salah, hanya saja, Danang kini menatapnya dengan sedih. Ajeng sebenarnya tak tega. Tapi mau bagaimana lagi? Dia memang tak memiliki rasa kepada lelaki desa itu.

"Iya. Semalam, aku sudah mendengarnya. Aku ikut bahagia ya karena kamu akan menikah dengan dia." Danang melirik Galuh yang hanya memandangnya dengan pandangan tak tega.

Ajeng mengangguk. Ia tak mau membuat Danang semakin sedih. Jadi ia segera menggamit lengan Galuh lantas pamit untuk pulang juga.

"Iya, makasih ya." Ajeng berkata singkat sedang Galuh hanya tersenyum kecil lalu ia pergi bersama Ajeng.

"Kasian banget mukanya." Galuh berkomentar. Ajeng mengangkat bahunya acuh tak acuh.

"Lebih baik sakit di awal kan, daripada ntar gue beneran nikah sama dia tapi gue gak bisa jaga pernikahan itu."

"Lo ngomong seolah-olah kita juga bakal menikah karena sukarela." Galuh tertawa mengejak. Ajeng menatapnya sebal lalu tanpa Galuh duga, gadis itu menginjak kuat kakinya. Galuh memekik kesakitan lalu mengejar Ajeng di tengah perkebunan itu.

Hujan mulai turun perlahan. Ajeng dan Galuh berteduh di saung. Hujan turun dengan derasnya, membuat Galuh dan Ajeng tidak bisa segera pulang.

Galuh melihat Ajeng agak menggigil. Ia menggeser duduknya.

"Mau ngapain lo deket-deket gue?" tanya Ajeng galak.

"Sandaran nih di bahu gue. Lo udah kedinginan kayak orang DBD gitu."

"Sialan lo." Ajeng berdecak sebal tapi tak urung merebahkan juga kepalanya di bahu lelaki itu. Suasana hening dengan gemericik hujan yang membasahi bumi jawa barat itu menghadirkan sensasi menggelitik bagi Ajeng dan Galuh. Ajeng tanpa sadar mendongak dan pandangan keduanya pun bertemu.

Ajeng jadi tak enak hati, ia juga sedang menenangkan jantungnya yang berdegup kencang sekali saat ini. Namun, saat ia berpaling, dilihatnya Galuh masih menatap dirinya.

Ajeng tidak tahu apa yang membuat Galuh akhirnya mendekatkan wajahnya, ia juga tidak bisa mengelak bahkan terasa menginginkan hal itu. Ajeng bahkan sudah memegang wajah Galuh yang semakin memperdalam ciuman mereka.

"Galuh ..."

Galuh melepaskan ciumannya itu. Ajeng membuka matanya. Rasa hangat masih terasa menempel di bibir Ajeng. Galuh menatap Ajeng yang salah tingkah.

"Sorry ..." ujar Galuh pelan.

Ajeng tak menjawab, dia menatap ke arah samping. Bisa Galuh lihat wajah gadis itu bersemu merah. Galuh tersenyum kecil. Ini adalah kali kedua ia mencium Ajeng. Yang pertama ketika Ajeng mengantarnya pulang saat mabuk dulu, tapi itu dengan paksa. Dan sekarang, Galuh kembali menyatukan bibir mereka berdua. Entah dorongan apa yang membuatnya nekat kembali mereguk manisnya bibir Ajeng. Ia hanya melihat tadi bibir Ajeng basah dan itu mendorongnya untuk melumatnya.

"Balik yuk, udah reda." Ajeng mengalihkan perhatian Galuh juga mengalihkan rasa yang tiba-tiba muncul begitu saja.

Mereka kembali bersisian, berjalan dengan perasaan yang sulit terlukiskan. Sesekali, Galuh dan Ajeng akan saling melirik.

"Lo kenapa sih cium gue?" tanya Ajeng pelan.

"Terus lo kenapa enggak nolak?" tanya Galuh balik.

Ajeng memukul lengan lelaki itu gemas. Ia tidak boleh terbawa suasana. Perjanjian mereka harus tetap berjalan. Ia belum terlalu lama mengenal Galuh, pun begitu dengan Galuh, ia tidak ingin terbawa perasaan dan membiarkan rasa itu tumbuh untuk Ajeng.

"Lupain aja yang tadi," desis Galuh sambil menuju mobilnya. Ia dan Ajeng akan kembali ke Jakarta.

Ajeng mengatupkan bibirnya. Dalam hati ia mengeluh, kalau tak suka mengapa harus sampai menciumnya hingga meninggalkan kesan mendalam seperti ini.

Sepanjang perjalanan pulang setelah berpamitan kepada mima dan babah yang dengan berat hati kembali melepas Ajeng, baik Galuh dan Ajeng tak ada yang bersuara.

"Oh iya, besok gue mau ke Singapura. Ada kerjaan gue di sana."

Ajeng mengangguk tak menjawab, ia sedang sibuk dengan ponselnya. Banyak sekali pesan dan telepon dari Vira juga teman-teman di bar. Ajeng bingung harus membalas pesan itu satu persatu.

"Lo lagi ngapain sih?" tanya Galuh sambil melirik Ajeng.

"Banyak banget pesan sama telepon. Gue pasti bakal ditodong penjelasan sama mereka nanti," keluh Ajeng.

"Lo jawab aja lo bakal nikah, makanya sekarang lagi sibuk ngurusin acara pernikahan kita."

"Lo tuh kalo ngomong emang seenak lo aja ya. Gak mudah buat kasih tahu semua orang kalo gue tuh bakalan nikah. Pacaran enggak sama lo tapi tiba-tiba bakal nikah." Ajeng berdecak sambil meletakkan ponselnya di atas dashboard mobil.

"Daripada elo diem-diem ntar juga orang bakal tahu kan?"

"Ya tapi gak gampang ngomongnya."

Galuh hanya menarik nafas panjang. Dia mengerti apa yang sedang Ajeng rasakan. Tapi dia janji kepada Ajeng bahwa pernikahan pura-pura itu tidak akan lama. Ajeng akan segera mendapatkan lagi kebebasannya.

"Dah lah gak usah galau gitu. Santai aja, nikmatin semua ini dan biarkan waktu yang bakal memisahkan kita."

Ajeng menoleh lagi, ingin rasanya dia menyumpal Galuh dengan ponselnya sendiri saat ini. Ajeng akhirnya memutuskan untuk tidur daripada ia berbicara dengan Galuh yang malah semakin membuatnya kesal.

Galuh sendiri hanya mengangkat bahunya, bagi Galuh semua hal akan sangat mudah dilupakan seiring berjalannya waktu.

Perjalanan mereka menuju Jakarta setelah itu diwarnai dengan keheningan. Galuh sesekali melihat Ajeng yang nampak tertidur. Dia melihat dua benda bulat yang kemarin sempat membekap wajahnya. Seketika Galuh jadi nge fly, hampir menabrak pembatas jalan hingga membuat Ajeng tersentak dan terbangun.

"Duh ...! Kepala gue sakit!" Ajeng mengeluh sambil mengusap keningnya yang menubruk dashboard karena Galuh yang mengerem mendadak. "Lagian lo kenapa bisa mau nabrak sih?!" Ajeng sudah sebal setengah mati dengan lelaki itu.

"Gak sengaja, gak sengaja. Marah-marah aja lo!" dengus Galuh sama kesalnya padahal tadi hayalannya sudah jauh sekali.

Galuh menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh melantur lagi. Ia melihat Ajeng yang kembali tertidur, meringkuk di kursi mobil menghadap dirinya.

"Lagian dia kenapa tidur kayak gitu sih?!" Galuh berdecak kesal melihat dua benda indah itu lagi kali ini lengkap dengan belahannya.

Susah payah Galuh menelan salivanya sementara Ajeng sama sekali tidak menyadari bahwa Galuh saat ini sedang membayangkan tubuhnya yang indah dan seksi itu. Kalau begini Galuh sendiri jadi sanksi dia tidak akan tergoda dengan Ajeng setelah mereka satu rumah nanti. kalau begini saja dia sudah panas dingin, bagaimana nanti kalau melihat Ajeng berpakaian seksi di dalam apartemennya, bisa pusing kepala Galuh dibuat perempuan itu.

Mending yang pusing kepala atas saja, kalau kepala bawah ikutan pusing, juga kan berabe. Galuh segera mengenyahkan pikiran-pikiran nakal itu, ia tidak mau setelah ini akan menabrak pembatas jalan lagi. Benar-benar, Ajeng adalah racun dunia! desis kecoak bernama Galuh di dalam hatinya.

1
YuWie
waduhhh..kanjeng ibu..mata2 nya Banyak. Konyol gak sih pas jari ajeng dan galuh ketuker2..hihi
YuWie
jiannn pasangan absurd oigh..tapi luciui
Nyai Gendeng
makasih kakak♥️
YuWie
yang bener luh galuh..gak bakal jatuh cinta tapi bucin iya...cieee
YuWie
Diajeng punya sex appel brati ya Luh Galuh... baru jilat es cream aja sdh bikin kamu bayangin yg enggak2
YuWie
tuh cantik larasnya..modern..kenapa gak mau. Ternyata Galuh tukang celupan ya..kasihan perawan diajeng donk
YuWie
kan seru kan interaksi si banhsawan dan si bertender
YuWie
bukan bikin sial..tapi malah jodohmu itu bangsawan..xixixi
YuWie
enak lho ini gaya ceritanya asyik untuk dibaca.. next klo sdh ada vote ku vote lah..skrg ku favoritnya..tapi lanjutin ceritanya sampe tamat bakal alway ku dukung kak othor.
YuWie
satpam gak estetik ya diajeng
YuWie
hihihi..aturan beol bgmn tuh. Ngenden harus tetep gantheng dan cantik kali yaaa
Rudi Fahrudin
Luar biasa
Gohan
Saya benar-benar merasa terhubung dengan tokoh utama dalam kisah ini.
Nyai Gendeng: trimakasih, gengs💗
total 1 replies
Trunks
Cinta dalam setiap kata.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!