Kusuma Pawening, gadis remaja yang masih duduk di bangku SMA itu tiba-tiba harus menjadi seorang istri pria dewasa yang dingin dan arogan. Seno Ardiguna.
Semua itu terjadi lantaran harus menggantikan kakanya yang gagal menikah akibat sudah berbadan dua.
"Om, yakin tidak tertarik padaku?"
"Jangan coba-coba menggodaku, dasar bocah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Ghem!
Wahyu berdehem sengit mendapati bossnya yang seakan menganggap angin lalu. Nasib orang pinggiran, selalu tersisih bahkan tak terlihat. Bisa-bisanya nyeletuk kata-kata pribadi di tengah tatapan dirinya dan juga mbok urut, yang jelas bikin iri dan nelangsa hati bagi kaum jomblo seperti dirinya.
"Kenapa? Batuk? Beli obat sana! Merusak suasana saja!" Seno melirik kesal.
"Om, ambil saja di kotak obat, sepertinya ada obat batuk juga!" Wening tak kalah persepsi. Membuat pria itu ingin ketawa dan jengkel.
"Sepertinya beli sambil pulang solusi paling baik, Boss," jawab pria itu benar sekali.
Usai memberikan tips pada mbok urut, Seno mengantar keduanya sampai depan rumah. Tak lupa menggumamkan terima kasih.
"Yu, besok pagi nggak ada jatah libur loh. Kamu bertugas buat surat izin untuk Wening, terus sekalian mampir ke sini bawa sarapan. Besok aku kabari lagi, jangan sampai mama tahu kalau Wening sakit, bisa panjang urusannya."
"Wah ... sabtu kerja rodi Boss, gaji naik ya?"
"Semau-maunya kamu, jalan aja belum udah minta naik. Entar tunggu aku punya anak, baru gaji kamu naik."
"Astaga! Kapan itu terjadi, kalau Boss nggak punya anak, gimana nasib diriku." Wahyu jelas mendrama.
"Eh, mulut dikondisikan, pasti terjadilah. Dah sana pulang, ganggu aja!"
"Kan siboss yang nyuruh datang, suka lupa!"
"Terpaksa, digaji buat disuruh-suruh, 'kan? Awas jangan mangkir, proaktif sebelum aku nyuruh."
"Siap paduka, semoga cepat dikasih momongan biar makin makmur akunya buat modal nikah nanti," jawab Wahyu jenaka.
"Aamiin, kali ini omongan lo bener, gitu do'ain yang baik-baik."
Usai perdebatan sengit unfaedah keduanya. Wahyu pamit undur diri, sementara Seno langsung mengunci pintu, sengaja menyiapkan makan malam yang gagal terealisasi dan berjalan cepat menuju lantai atas.
"Om, udah pada pulang?" tanya Wening mendapati suaminya menyambangi kamarnya beserta menenteng seporsi makanan dalam nampan.
"Udah, besok kamu nggak sekolah ya, izin aja. Aku juga libur, jadi bisa jagain kamu seharian."
"Kalau besok sembuh ya masuk lah, sayang banget kalau izin bentar lagi juga lulus. Mana lagi latihan soal-soal, nanti ketinggalan."
"Sehari Ning, biar sembuh dulu, mulai deh, ngeyelnya kumat! Bangor!"
"Eh, ngatain, suami nggak ada manis-manisnya."
"Kamu nurut, aku pasti ngalahin gula."
"Om ada maunya, gimana aku tenang," jawab Wening tak terima.
"Dengerin, ini!" tunjuk Seno pada dadanya, membuat gadis itu mendelik garang.
"Hati kamu, Dek, dilembutin, cuma boleh nyimpen perasaan sama suami kamu. Aku, Seno Ardiguna!" ucapnya lugas.
"Bibir ini, halal buat aku sentuh, dan sini, ini, ini, halal buat aku jamah, jadi jangan kaya tadi, DOSA!" tunjuk Seno di beberapa titik tubuh sensitifnya hingga membuat gadis belia itu mendelik tak percaya.
"Ih ... Om mesum!" tolak Wening menepis telunjuk suaminya yang kurang sopan menurut versi gadis itu.
"Apanya yang mesum, ini namanya pelajaran dalam berumah tangga. Jadi, ya walaupun belum boleh buka menu utama, setidaknya nggak jejeritan kalau suami kamu nyentuh. Bisa dipahami?"
"Kurang paham, Om, aku kurang yakin Om bakalan nggak macam-macam. Buktinya tadi aja sentuh-sentuh."
Nampaknya sesi pelajaran berumah tangga lebih rumit dari pada mung nyawang. Buktinya Seno kesal sendiri dan hampir emosi setiap kali memberi wejangan. Istri kecilnya, selain labil belum mau diajak kompromi masalah hati dan tugas tanggung jawabnya menjadi istri yang mau nyenengin suami dengan versi yang berbeda.
"Oke, mulai sekarang, dimulai dari nama panggilan, kalau sebut Om, aku bakalan cium sekali, sebut Om dua kali dalam satu waktu bebas bikin stempel di sini, muji cowok lain aku cumbu suka-suka," tunjuk Seno pada dada Wening, membuat gadis itu menelan ludah gugup.
"Kalau sampai ketahuan jalan sama cowok, atau nggak minta izin, aku bakalan lebih dari itu, dan kamu tahu sendiri, 'kan? Nggak peduli kamu belum lulus atau nggak!" ucap pria itu serius.
"Serem amad, kok posesif, Om aja belum muve on kok ya banyak bener aturan yang merugikan ibu negara. Nggak mau!" tolak gadis itu mentah.
"Salah siapa punya wajah dimirip-miripin, aku juga kesel, tapi istri sendiri. Pingin nggak suka tapi sudah kadung—"
"Maksudnya apa nih, kok malah ngajak ribut, di mana-mana kalau di sama-samain itu kesel. Emangnya Om mau aku samain kaya Arka yang jelas lebih kalem, dan tampan."
Baru saja dibilangin Wening sudah melanggar saja, tanpa aba-aba Seno yang sudah memberikan ultimatum dan wejangan serta peringatan langsung mengikis jarak dan mencium lehernya. Membuat gadis itu tersentak tak percaya.
"Om, apaan sih, mesum!" ronta Wening kesal.
Bukannya berhenti, pria itu malah beralih mencium bibirnya dengan lembut.
"Om, Om, berhenti apaan sih!" ronta Wening yang membuat Seno tebal telinga hingga membuat gadis itu tersadar akan kesalahan dalam ucapan.
Gadis itu menutup mulutnya, namun Seno tak mau rugi. Sebutan yang salah jelas mendapat sentuhan suka-suka.
"Oke, Wening paham! Tapi tolong, jangan terlalu dekat, geram Om!"
Astaghfirullah ... salah ngomong lagi.
"Hehehe." Wening nyengir seraya menutup mulutnya dengan telapak tangan. Menahan kepala suaminya yang hendak maju, gadis itu menggeleng.
"Jangan Mas, ngajarin kok mesum, aku susah berkonsentrasi. Nanti kalau jadi nggak fokus belajar gimana?" ujar gadis itu lembut. Menangkup pipi pria itu hingga keduanya saling tatap syahdu.
"Nunggu lulus kelamaan, lagian cuma sesi kenalan doang, nggak ada ruginya, malah nambah pahala."
"Oke, setidaknya habis Wening lepas ujian, nanti otakku terkontaminasi. Nggak mau!"
Pria itu menghela napas sepenuh dada. Nampaknya ia memang harus bersabar mengenai hasrat hati. Wening benar-benar bocil yang masih labil.
"Oke, maunya gimana?" Seno mencoba memberi pilihan.
"Kaya dulu aja, jangan pegang-pegang, jangan cium-cium, jangan mesum, dan jangan posesif. Aku masih ingin main, ingin punya banyak teman, dan pastinya nggak suka didekte setiap hari."
"Maaf, udah merampas masa remaja kamu, tapi status kamu tuh beda, nggak bisa lagi gegayaan kaya dulu masa lajang. Mulai belajar, ya walaupun dikit-dikit."
"Nanti kalau hamil gimana?"
"Kecil-kecil mikirnya jauh amad, cuma kenalan doang, ya kali dibikin hamil beneran mau?"
"Mau tapi takut, eh, enggak ding, jangan dulu. Duh ... tuh kan bener otak aku udah terkontaminasi. Om sih, kasih pelajaran hal-hal permesuman!" ujarnya gagal paham sendiri.
Dasar bocil, jujur amad bikin gemes aja!
"Bisa kok, seribu satu cara biar bisa enak, tanpa hamil. Mau dicoba?"
"Eh, nggak mau, masih takut. Jangan bahas gituan, kakiku senut-senut Om, panas, ngilu ini gimana?"
"Masih sakit?" tanya pria itu meneliti pergelangan kakinya.
"Jangan dipegang!"
"Enggak lihat doang, perlu ke dokter?"
"Enggak, tapi perlu ke kamar mandi, gendong!"
.
Tbc
.
Sambil nunggu up mampir ke karya temenku yuk gaes!