Kisah seorang wanita yang mencari kebahagiaan setelah perceraian.
Kara Gantari seorang gadis yang menikah dengan Adi Saputro karena permintaan sang kakek disertai ancaman tidak akan mendapatkan warisan. Setahun kemudian Kara diceraikan oleh Adi karena sudah mendapatkan warisannya.
Pertemuannya dengan seorang CEO yang gesrek, pecinta dangdut, melokal luar dalam, membuat Kara pusing tujuh keliling tapi Rayden adalah pria yang sangat memuja Kara. Kehidupan keduanya pun diuji dengan tragedi.
Apakah Kara dan Rayden akan menemukan kebahagiaannya?
Cerita ini murni halu milik author
Follow Ig ku di hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Rumah
Selama seminggu Rayden menemani Kara di rumah sakit dan selama itu juga pria itu tidak pernah jauh-jauh dari istrinya. Awalnya Rayden ingin yang membersihkan tubuh Kara namun istrinya masih merasa rikuh jadi kembali ke suster.
"Kamu tuh! Padahal kita biasa mandi bareng sampai aku hapal letak tahi lalat mu dimana saja" ucap Rayden tanpa filter yang membuat Kara memerah hingga ke lehernya.
"Mas!" desisnya malu didengar oleh suster yang hanya bisa tersenyum kikuk.
"Lho kan benar itu sayang. Kamu tuh ada tahi lalat di lengan kanan sebelah atas, terus di punggung ada dua jejer..."
"Mas RAAYDDEEENN!"
Rayden tertawa terbahak-bahak. Rasanya menyenangkan bisa menggoda Kara lagi.
***
Rayden tiduran di sebelah Kara setelah meminta brankar yang ukurannya besar agar bisa memeluk istrinya.
"Kamu mau tanya apa sayang" ucap Rayden sambil memeluk Kara pelan agar tidak kena bahunya yang cidera.
"Siapa yang membuat aku jatuh ke jurang?"
"Vampir."
Kara mendelik. "Memang vampir ada beneran di dunia nyata?"
"Ada! Malah pengen bunuh kamu!" jawab Rayden geram.
"Bukannya vampir kalau mau bunuh, isap darah ya?" balas Kara polos.
"Vampir yang ini beda. Mau bunuh kamu dengan dilempar ke jurang. Beruntung kamu masih hidup dan ditemukan oleh Mbah Yanto dan Mbah Tutik."
"Serius mas. Siapa vampir itu?"
Rayden menoleh ke arah Kara. "Yakin mau denger ceritanya?"
"Kan aku nggak ingat apa-apa mas, sedangkan kamu suamiku. Kalau aku nggak nanya kamu, aku tanya siapa" ucap Kara.
"Kamu tuh dulu istri orang" sahut Rayden dan sukses membuat Kara melongo. "Bukan, aku bukan pebinor, Kara."
"Yakin kamu bukan pebinor?" selidik Kara.
"Astaghfirullah. Serius aku bukan pebinor" jawab Rayden dengan dramatis.
"Lalu? Bagaimana aku bisa menikah denganmu?"
Rayden pun menceritakan bagaimana pertama kali mereka bertemu karena Kara baru saja bercerai dengan Adi, mencoba mencari pekerjaan. Rayden juga bercerita bahwa Kara akhirnya diterima di hotel Star menjadi asisten kepala HRD Sophia. Tidak ketinggalan soal keluarga Kara yang sudah tidak ada.
"Apakah dari ceritaku ada yang kamu ingat, sayang?" tanya Rayden.
Kara menggeleng. "Aku malah seperti didongengi."
Rayden tertawa. "Ini bukan dongeng ya Kara Santanku, ini beneran."
"Kenapa kamu manggil aku 'Kara Santanku'?" tanya Kara bingung dengan panggilan ajaib itu.
"Itu panggilan sayangku padamu" senyum Rayden. "Apa lagi yang mau ditanyakan?"
"Apa lagu dangdut favorit mu itu jaman dulu atau sekarang?"
"Dulu" jawab Rayden.
"Apakah lagu dangdut klasik?"
"Bisa dikatakan begitu" jawab Rayden antusias.
Kara tampak berpikir. "Apakah pengemis cinta nya Johnny Iskandar?"
Rayden terbahak. "Itu salah satunya."
"Apa yang kamu sembunyikan dariku mas?" Kara memincingkan matanya.
"Kalau kamu pulang besok, kamu akan tahu apa" goda Rayden penuh rahasia.
"Di rumah ada siapa saja?" tanya Kara. Dia harus menghapal semua orang di rumah kan?
"Ada pembantumu, bik Ijah lalu ada kepala pelayan ku Bu Sumi, keduanya itu satu server kalau soalb ghibah mengghibah kita."
Kara mencoba mengingat-ingat namun yang ada malah kepalanya semakin sakit. Melihat wajah istrinya tampak kesakitan untuk mengingat sesuatu, Rayden mengelus kepala Kara.
"Kalau belum ingat, jangan dipaksa ya sayang. Sambil jalan saja nanti pasti ingat pelan-pelan."
Kara mengangguk.
"Sudah, sekarang kamu tidur. Aku akan menjagamu."
Kara pun menyandarkan kepalanya ke bahu Rayden. Meskipun dirinya tidak ingat suaminya, tapi rasa nyaman itu ada.
Rayden memandang wajah Kara yang sudah terlelap. Aku akan selalu menjagamu meskipun jika akhirnya kamu tidak dapat mengingat apapun..
***
Hari ini Kara pulang ke rumah bersama Rayden dan Rafli. Pria bule itu dengan santainya menggendong istrinya naik ke lantai dua agar tidak perlu menggunakan kakinya yang masih di gips.
Bik Ijah menangis melihat keadaan nonanya yang masih terlihat bekas-bekas luka di wajah mulusnya begitu juga dengan Bu Sumi dan pelayan serta penjaga pun bersyukur meskipun Kara tampak amburadul, tapi masih hidup.
"Nona Kara, mau dimasakin apa?" tanya bik Ijah setelah Rayden meletakkan istrinya di kasur yang sekarang posisinya duduk sambil bersandar di kepala tempat tidur.
"Ini namanya bik Ijah, sayangku" ucap Rayden ke Kara.
"Aku sukanya apa ya?" tanya Kara ke Rayden.
"Kamu? Kamu itu sukanya aku" gelak Rayden yang membuat Kara dan bik Ijah sebal.
"Non Kara suka semua makanan kecuali jengkol dan petai. Non Kara juga nggak bisa makan durian karena bakalan pingsan saban mencium bau durian, tidak bisa makan nanas karena langsung gatal-gatal."
Kara dan Rayden mendengarkan perkataan bik Ijah.
"Aku baru tahu kamu tidak bisa makan durian" komentar Rayden.
"Aku malah tidak ingat. Apalagi bik?"
"Non Kara tidak bisa kena hujan, karena akan batuk-batuk."
Kara melongo. Masa sih kena hujan langsung batuk-batuk?
"Bik, hari ini tolong masakan opor ayam dan sambal goreng ati ya. Kok aku pengen makan itu."
Rayden dan bik Ijah saling berpandangan.
"Kamu ngidam?" tanya Rayden.
Kara menatap suaminya. "Nggak tahu tapi kok pengen makan itu."
Rayden tersenyum. "Fix, kamu ngidam!"
***
Kara menatap lauk pauk yang dimintanya sudah tertata rapi diatas meja kecil yang khusus untuk makan yang dipesan Rayden agar Kara tidak naik turun tangga.
"Ayo dimakan" ucap Rayden.
Kara menatap bolak balik antara makanan dan suaminya.
"Mas"
"Ya?" tanya Rayden.
"Apakah dulu kamu pernah suapin aku?" Entah kenapa Kara melihat sekelebat bayangan di mataya kalau Rayden menyuapi dirinya.
"Iya, aku sering meyuapi dirimu" jawab Rayden sambil tersenyum. Alhamdulillah, pelan-pelan semoga mulai ingat.
"Tolong suapi aku dong. Kok aku pengen disuapi" pinta Kara yang sukses membuat Rayden melongo.
"Biasanya aku yang suka memaksa kamu untuk aku suapi eh kok sekarang malah minta disuapi" kekeh Rayden sambil memotong daging ayam yang disendokkan dengan nasi dan ati sapi.
"Iya kah?" Kara membuka mulutnya ketika sendok berisi makanan itu berhenti di hadapannya.
"Iya. Makanya aku senang kamu minta sendiri."
Kara mengangguk. Rayden dengan telaten menyuapi istrinya karena bahu kanannya memang masih di gips dan memakai arm sling. Kara tidak bisa menggunakan tangan kiri dengan benar juga karena masih terasa ngilu meskipun tidak separah tangan kanannya.
"Habis euy maemnya istri Rayden" cengir pria tampan itu yang segera menyingkirkan meja dan piring kotor untuk diletakkan di luar kamar.
"Bik Ijah! Tolong meja dan piring kotor ya!" teriak Rayden dari lantai dua.
"Baik tuan!" balas bik Ijah.
Mas, ini tuh rumah bukan hutan! Kara mengernyitkan dahinya. Rasanya aku sering bilang begitu.
"Hah! Gerahnya" ucap Rayden sambil membuka kemejanya dan dengan santainya melempar baju kotor ke keranjang khusus.
Kara terkesiap melihat tubuh suaminya dan membuat dirinya sedikit Tremor.
Bolehkah otakku bertraveling kemana-mana?
***
Yuhuuu Up Pagi Yaaaa
Maaf semalam ketiduran 🙏🙏🙏
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️