Setelah Perpisahan
Suara palu diketuk membuat Kara Gantari tersentak. Hari ini adalah putusan sidang cerai antara dirinya dan suaminya eh mantan suaminya Adi Saputro. Pernikahan terpaksa mereka akhirnya berakhir. Cukup setahun mereka berumahtangga dan hari ini mereka harus memutuskan semuanya.
Kara melirik ke arah suaminya eh sekarang mantan suaminya yang hanya menatap lurus ke depan tanpa mau melihat atau pun melirik dirinya, sama seperti selama setahun pernikahan mereka.
Pengacara Kara adalah temannya saat kuliah bernama Tari Faizal dan sudah membantunya selama ini bahkan Tari rela tidak dibayar atau pro Bono karena tahu Kara hanya memiliki sedikit uang tabungan. Tari merasa kesal dengan suami Kara itu yang selama setahun hanya membuat temannya sebagai tameng untuk mendapatkan warisan.
Secara hukum Islam, kamu sudah berdosa besar Adi! Hanya karena Kara masih berbaik hati demi kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan! Dan sekarang aku minta jatah Kara!
Kini keempatnya, Adi dan pengacaranya beserta Tari dan Kara berada di sebuah ruangan kosong di gedung pengadilan agama. Tari memberikan berkas permintaan dari Kara. Sebenarnya Kara tidak mau meminta harta gono-gini, namun Tari memaksa agar Adi memiliki tanggung jawab sedikit kepada Kara.
Adi menatap Tari dengan dingin. "Hanya ini yang dia minta?" tanya pria itu.
"Iya. Kara hanya minta mas kawin dan nafkah lahir yang tidak pernah kamu berikan dan sudah aku akumulasi. Selain perhiasan mas kawin darimu karena itu hak Kara, kamu wajib memberikan mantan istrimu uang sebesar 250jt." Tari menatap tajam kepada pria sombong di hadapannya.
Adi menyuruh pengacaranya mengeluarkan perhiasan mas kawin yang diberikan olehnya waktu menikah dan mentransferkan uang untuk Kara.
Tari masih menatap dingin sedangkan Kara menunduk lalu membuka ponselnya ketika mendengar ada notifikasi. Ternyata uang dari mantan suaminya sudah masuk ke rekeningnya.
"Sudah kan? Sudah selesai? Sejak hari ini kita tidak ada hubungan lagi ya!" ucap Adi dingin dan sinis kepada Kara yang hanya menatap nanar ke mantan suaminya. Suami yang tidak pernah memandang dirinya, suami yang hanya membutuhkan dia demi warisan sang kakek.
"Iya mas. Kita sudah tidak ada hubungan lagi" balas Kara lirih.
Adi berjalan dengan langkah tegap dan tampak arogan diikuti oleh pengacaranya. Tari hanya bisa mengelus dada lalu melirik ke arah Kara yang diam-diam menitikkan air mata.
Tari kemudian memeluk Kara. "Menangis lah hari ini tapi besok kamu tidak boleh menangis lagi! Kamu harus kuat! Pria model begitu tak pantas kamu tangisi Ra!"
Kara hanya mengangguk. Tari benar! Cukup setahun aku disia-siakan seperti barang tidak berguna.
***
Adi masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan lega bisa berpisah dari gadis udik itu. Pria berusia 28 tahun itu kemudian naik ke lantai dua dan membuka kamarnya. Sekelebat dia melihat bayangan Kara yang tersenyum padanya.
"Sudah pulang mas?"
Adi sedikit merasa déja vu namun perasaan itu ditepisnya. Dia berjalan menuju walk in closet untuk berganti pakaian dan melihat sisi milik Kara sudah berkurang banyak. Mantan istrinya hanya membawa baju yang dia bawa sebelum menikah, sedangkan baju yang dibelikan baik oleh kakek ataupun kedua orangtuanya, tidak ada yang dibawa satu pun.
Adi membuka lemari tempat penyimpanan sepatu dan lagi-lagi Kara hanya membawa sepatu yang dia bawa sebelum menikah. Sepatu-sepatu mahalnya, dia tinggalkan. Adi tersenyum smirk sebab saat Kara beberes untuk pergi dari rumah ketika surat dari pengadilan agama datang, Adi tidak ada di rumah dan dia tidak perduli.
Adi kemudian membuka laci di lemari pakaian Kara dan lagi-lagi perhiasannya tidak ada yang dia bawa. Kara hanya meminta perhiasan mas kawinnya saja sedangkan pemberian kakek dan ibunya, dia tinggalkan. Pria itu menutup kembali lacinya setelah menyimpan perhiasan Kara di dalam brankas.
"Bik Ijah!" panggil Adi.
Seorang art berumur lima puluhan datang menghampiri tuannya.
"Ya tuan Adi?"
"Tolong nanti semua baju dan sepatu milik mantan istriku dilipat, masukkan ke kotak dan sumbangkan saja ke panti jompo atau panti asuhan wanita."
Bik Ijah hanya mengangguk.
"Baik tuan."
***
Kara kembali dari pengadilan agama ke rumah peninggalan kedua orangtuanya di daerah kampung di Jakarta Selatan. Kara sendiri beruntung orang-orang di sekitarnya bukan tipe orang yang kepo dengan urusan orang lain.
Setelah membersihkan diri, Kara melihat rumah kecil yang dulu dia tinggali sebelum dipinang Adi dengan terpaksa. Setahun dia tinggalkan rumah ini, seminggu lalu dia akhirnya kembali juga. Beruntung orang yang mengontrak juga tidak memperpanjang jadi dia memiliki tempat berlindung meskipun tadinya dia sudah bertekad untuk mencari kost.
Seminggu ini Kara menyibukkan diri untuk membersihkan rumahnya karena dengan begitu dia bisa mengenyahkan pikirannya dari putusan pengadilan agama meskipun tahu akan hasil akhirnya.
Kara hanya membawa baju, sepatu dan barang-barangnya sebelum menikah bahkan perhiasan yang diberikan kakek dan mertuanya tidak dia bawa. Bagi Kara, dia tidak mau membawa barang diluar miliknya yang dibawa sebelum menikah agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan Adi.
Cukup sudah aku setahun tidak pernah dianggap sebagai istri dan aku tidak mau dianggap sebagai perempuan yang mengambil kesempatan.
Kara menghapus air matanya mengingat dirinya menjadi janda di usia 25 tahun. Janda rasa perawan karena selama setahun Adi tidak pernah menyentuhnya.
***
Kara memulai hari dengan beribadah subuh lalu memulai memasak nasi dan lauk pauk untuk sarapan. Rumah warisan kedua orangtuanya hanya berada di tanah 100meter persegi dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Sembari menunggu nasi matang, Kara pun mandi.
Kara sangat bersyukur masih memiliki rumah ini meskipun dulu mantan mertuanya meminta untuk menjualnya dan dia bersikeras untuk tidak menjualnya melainkan mengontrakkan hingga dia memiliki tabungan sendiri.
Usai membersihkan dapur dan mencuci peralatan makan yang dipakainya sarapan, Kara mulai mencari-cari pekerjaan. Semua perkataan Tari, temannya waktu kuliah, benar-benar dia terapkan.
Kemarin aku benar-benar patah hati harus mengalami kejadian seperti ini tapi hari ini aku harus bisa menata hatiku.
Kara memulai mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya, sarjana ekonomi.
Apa saja yang penting halal dan bisa mendapatkan uang untuk hidup karena uang dari mas Adi tidak akan aku sentuh kalau tidak terpaksa.
***
Adi sarapan sendirian dan tampak sepi di rumahnya yang besar. Selama ini Adi tidak pernah sarapan sendirian, karena selalu ada kakek dan kedua orangtuanya serta Kara. Kara. Gadis udik pilihan sang kakek yang dijodohkan kepadanya.
Sesuai dengan wasiat sang kakek, semua warisan akan jatuh ke tangannya setelah 100 hari sang kakek meninggal. Satu bulan sebelum acara 100 hari, Adi sudah menggugat cerai Kara dan bertepatan sehari acara itu palu pun diketuk hakim dan mereka resmi bercerai. Kakek dan kedua orangtua Adi memang meninggal bersamaan akibat kecelakaan pesawat.
Akibatnya Adi tidak ada beban harus tetap menikah dengan gadis udik itu dan dia bisa bebas menguasai perusahaan milik keluarganya dan menikahi gadis yang selama ini menjadi partner tidurnya, kekasihnya yang tidak pernah direstui oleh kakek dan kedua orangtuanya.
Adi pun bersiap berangkat kantor ketika suara ponselnya berbunyi. Tampak nama 'Irene Sayangku' muncul di layar.
"Selamat pagi, sayangku" sapa Adi sambil tersenyum.
***
Yuhuuu
Welcome to my new novel
Bagi my readers yang sudah mengikuti novel-novel ku dari awal, novel ini tidak ada hubungannya dengan keluarga Pratomo-McGregor-Blair-Reeves-Neville-Al Jordan Yaaa.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Ira
ok
2024-06-19
0
Anonymous
n
2024-05-17
0
Diana Puji Astuti
mampir aah
2024-05-13
1