Jelita Parasnya, wanita cantik yang berpura-pura tampil jelek agar suaminya tidak mencintainya.
Sakura Lerose, pria tampan yang tak pernah tahu bahwa istri jeleknya sedang menjebaknya untuk berkencan dengan wanita cantik.
Siapakah yang akan terjebak dalam jebakan cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
031 - Meminta Keputusan
"Saka, pasti sangat sakit ya?"
Saka menatap Pretty yang memasang ekspresi sedih saat memandangi wajah Saka. Masih ada bekas lebam di pelipis dan juga pipi pria itu.
Air mata segera menggenang di pelupuk mata wanita itu.
"Hiks, Saka, maafkan aku, harusnya aku tidak menghubungimu. Kau sampai terluka seperti ini, aku sungguh merasa bersalah.”
"Tidak apa-apa, Pretty, aku sungguh bersyukur kau baik-baik saja. Rasanya jantungku akan lepas saat kau bilang kau tersesat.”
Saka menyeka air mata yang mengalir membasahi pipi wanita cantik itu.
"Memangnya hari itu kau tersesat di mana?" tanya Saka.
"Aku tersesat menuju hatimu," jawab wanita cantik itu sambil mengusap-usap wajah Saka dengan lembut.
"Pretty, kau benar-benar membuatku gila!"
Saka langsung membenamkan ciuman panas ke bibir wanita itu. Membuka mulutnya dan membiarkan lidah mereka saling mencecap penuh damba.
"Saka, bukankah kau masih sakit? Apa kau bisa melakukannya?"
"Pretty Sayang, aku justru tambah sakit jika tidak melakukannya," rengek Saka.
Wanita itu tersenyum saat menunggangi tubuh Saka dan bergerak perlahan seakan sedang menari tarian paling erotis yang pernah disaksikan oleh Saka.
Saka benar-benar sangat terbuai oleh kenikmatan yang dipersembahan oleh wanita itu. Tubuh wanita itu benar-benar membuatnya kecanduan, membuatnya lupa akan rasa sakit dari tulang lengannya yang retak.
...***...
"Pretty, mengapa aku begitu sulit untuk menghubungimu?"
Saka mengusap perlahan helaian rambut wanita dalam pelukannya.
"Rasanya aku mau gila karena kau seakan sengaja mengabaikan teleponku," kata Saka.
Pretty mengulas senyumnya, memandangi wajah Saka yang saat ini memasang ekspresi kesal.
"Apa kau tahu, aku selalu ingin tahu apa yang sedang kau lakukan, apa yang berada dalam pikiranmu, makanan apa yang kau makan, apakah semalam tidurmu nyenyak, aku sungguh ingin tahu, Pretty," ucap Saka.
"Mengapa kau terdengar seperti seorang penguntit?" tanya Pretty.
"Apa? Penguntit?" Saka terperangah.
Pretty masih mengurai senyum manis yang membuat Saka begitu candu untuk memandanginya.
"Pretty, aku hanya ingin tahu," kata Saka sambil mengambil bibir wanita itu dan menyesapnya lembut.
"Tapi aku tidak mau memberi tahu " sahut Pretty.
"Haha," Saka tertawa.
Pria itu kembali memandangi wajah cantik dengan pipi yang bersemu merah.
"Tapi, aku sungguh ingin tahu, bagaimana kabarmu hari ini, bagaimana kau menjalani hari ini, apakah kau merasa bahagia hari ini," ucap Saka.
"Mungkin bagimu pertanyaan-pertanyaan itu terdengar sepele, hanya saja, dengan mengetahui hal-hal sepele itu, aku bisa merasa tenang saat kau tak ada di sisiku," lanjut Saka.
Pretty kembali tersenyum.
"Saka, tapi sekarang aku sudah di sisimu, apa kau masih belum merasa tenang?" tanya Pretty.
"Ya, ya, aku sungguh merasa tenang saat di sisimu, tapi, saat kau tak berada di sisiku, mana bisa aku tenang," jawab Saka.
"Aku menginginkanmu seutuhnya, Pretty. Bukan hanya senyummu, ciumanmu, tubuhmu.”
Pretty kembali mengunci bibir Saka dengan bibirnya agar pria itu tidak perlu bicara lagi.
Saka memejamkan matanya, menikmati sentuhan di kulitnya yang membuat gairahnya kembali bangkit dan terbakar.
Kemudian ia memandangi wajah Pretty yang saat ini sedang menikmati tubuhnya.
Begitu cantik, begitu sensual, membuat Saka kembali melumat bibir wanita yang mendesah saat tubuhnya terguncang.
"Aahh! Saka! Aku.. mau keluar.”
"Bertahanlah sebentar.. Sayang.”
Saka kembali memompa dari belakang, ia menciumi leher wanita itu dengan tangan yang meremas bukit kembar dengan kencang.
"Pretty... Sayang.. mau ya, jadi milikku," bisik Saka.
"Aah! Saka.. bukankah aku sudah menjadi milikmu?" jawab Pretty.
"Belum.. Sayang..." bisik Saka.
"Saka.. lebih cepat…" wanita itu meracau.
"Iya.. Sayang.. tapi mau ya?"
Wanita cantik itu tidak menjawab, bibirnya kembali membungkam bibir Saka.
Detik berikutnya mereka ambruk bersama oleh ledakan kenikmatan yang menghantam bertubi-tubi.
...***...
"Pretty, jadi bagaimana? Kau belum menjawab pertanyaanku.”
Saka masih mendesak Pretty untuk memberinya jawaban.
Pretty yang saat ini sedang mengeringkan rambut Saka dengan pengering rambut hanya mengulas senyumnya.
"Saka, bukankah kita sudah sepakat untuk berkencan sepuluh kali sebelum membuat keputusan?" tanya Pretty.
"Pretty, mengapa harus menunggu sepuluh kali jika kita bisa memutuskannya sekarang?" tanya Saka.
Wanita cantik itu kembali tersenyum.
"Apa kau merasa aku kurang memuaskanmu?" tanya Saka.
"Saka," ucap Pretty.
"Bukannya aku tidak mau memutuskan, aku hanya tidak mau terburu-buru memutuskan," lanjut Pretty.
Saka menatap Pretty yang masih terus tersenyum manis untuknya.
Saka sungguh tidak menyangka wanita ini memiliki pendirian yang tak tergoyahkan.
"Saka, aku rasa untuk sementara kita tidak perlu bertemu dulu. Aku ingin kau fokus memulihkan kondisimu," kata Pretty.
"Apa?"
"Jujur saja, aku merasa kurang puas karena kau sedang tidak dalam kondisi prima seperti biasanya," kata Pretty.
Saka mendelik gusar mendengar ucapan Pretty yang terasa seakan menamparnya dengan cukup keras.
"Apa kau tidak bisa memberiku dispensasi?" tanya Saka.
"Dalam kepuasan, tidak ada dispensasi, Saka," jawab Pretty.
Saka terdiam mendengar ucapan Pretty yang sungguh membuatnya down seketika.
"Baiklah, kalau begitu, aku pergi dulu, sampai jumpa lagi, Saka," Pretty berpamitan.
Pretty menutup pintu kamar hotel dan pergi lebih dulu, meninggalkan Saka yang saat ini seketika merasa galau karena sudah membuat Pretty tidak merasa puas dengan seks yang mereka lakukan semalam.
Bagaimana bisa wanita itu bersikap begitu kejam padanya?
...***...
"Hei! Jelek! Wanita Jelek!"
Saka berseru memanggil Jelita. Saat ini mood Saka benar-benar rusak dan ia butuh seseorang untuk menjadi sasaran dalam meluapkan rasa kesalnya.
Biasanya Saka meluapkan rasa kesalnya pada Milan. Hanya saja karena sekarang Milan tidak ada di rumahnya, melainkan di kantor untuk mengurus semua pekerjaan, maka satu-satunya sasaran empuk kemarahan Saka adalah Jelita.
Saka turun dari tempat tidur, membuka pintu yang menghubungkan kamarnya dengan lemari pakaian lama miliknya yang kini menjadi ruang pribadi Jelita.
Saka melihat Jelita yang sedang terlelap di lantai beralaskan selimut.
"Ck, katanya tempat ini tidak nyaman, bagaimana bisa dia tidur seperti orang mati begini?" gumam Saka.
Saka berjongkok, memastikan bahwa wanita itu sungguh sedang tidur, bukan sekadar berpura-pura tidur.
Ia menggoyang-goyangkan telapak tangan kanannya di depan wajah Jelita.
Wanita itu tak bereaksi, Saka tersenyum jahat, entah mengapa ia berencana untuk berteriak di telinga wanita itu.
Saka mendekat ke arah telinga Jelita.
Namun tiba-tiba Saka terhenti saat melihat wajah Jelita dari jarak yang sangat dekat.
Wanita itu memiliki fitur wajah yang sangat tidak asing. Hidung yang mancung, bibir yang tipis, bulu mata yang lentik, itu mengingatkan Saka pada fitur wajah Pretty.
Saka mengerjapkan matanya, ada apa ini?
Apakah sosok Pretty sungguh telah meracuni tak hanya pikiran dan perasaannya?
Bahkan sampai ke syaraf-syaraf penglihatannya?
Tiba-tiba mata wanita itu terbuka.
"Kyaaaaa!!"
Jelita menjerit keras, mendorong Saka untuk menjauh darinya.
Saka terjatuh dengan tubuhnya menimpa tangan kanannya.
"Arrghh!" seru Saka.
...----------------...