[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 Keberanian di Balik Kecantikan: Seo Yun vs Ling Hui
Ling Hui mengeluarkan pedangnya, berniat untuk menebas sepasang kekasih yang ada di depannya. Namun, Liang Fei melangkah maju dengan tenang, mencegah tindakan Ling Hui yang gegabah.
"Kau pikir apa yang kau lakukan?" ucap Ling Hui menatap tajam ke arah Liang Fei.
Meski Liang Fei tidak melihat keributan di penginapan secara langsung, ia tahu sekiranya apa yang terjadi.
Selain dikenal dengan sifatnya yang sombong, Ling Hui juga dikenal suka bermain wanita. Ia tidak segan-segan merebut wanita seseorang di depan tunangannya.
"Renungkan kembali tindakanmu, apakah sikapmu itu melambangkan kehormatan kota Linghua?" ucap Liang Fei, tidak gentar dengan pedang yang diarahkan kepadanya.
"Hah, aku tidak peduli dengan kehormatan atau apa pun yang kau katakan. Seluruh kota Linghua dalam kekuasaanku, dan tidak ada seorang pun yang berani membantahku."
Ling Hui berteriak dengan keras, mendeklarasikan dirinya sebagai tirani yang menguasai kota. Kerumunan orang yang menyaksikan mendengar ucapan Ling Hui, namun tidak ada yang berani membantah.
Liang Fei, yang melihat sikap masyarakat Linghua, merasa ironis, "Sebegitu takutkah kalian dengan ancaman orang ini, sehingga harga diri kalian rela diinjak-injak olehnya?"
Orang-orang mendengar ucapan Liang Fei, mereka merasa jika ucapannya memang benar, namun tidak ada yang berani bersuara, mereka hanya diam sambil menunduk.
Liang Fei mendecakkan lidahnya, merasa jika ucapannya tidak memengaruhi orang-orang. Sementara Ling Hui, ia tersenyum sombong melihat sikap masyarakat kotanya.
"Lihat, tidak ada yang peduli dengan ucapanmu. Sekeras apa pun kau mencoba, mereka akan tetap mematuhiku."
"Siapa yang bilang begitu?"
Di tengah hiruk-pikuk kerumunan yang mengelilingi pertengkaran sengit antara Liang Fei dan Ling Hui, muncul sosok seorang wanita yang seketika mencuri perhatian.
Auranya memancarkan ketenangan yang kontras dengan suasana tegang di sekitarnya. Ia berjalan dengan anggun, membelah kerumunan seperti gelombang yang membuka jalan bagi kapal besar yang megah.
Wanita itu memiliki paras yang luar biasa, seakan-akan keluar dari lukisan klasik yang menggambarkan dewi-dewi.
Kulitnya seputih porselen, menambah kilau pada rambut hitam panjang yang tergerai lembut, dipercantik dengan ukiran perhiasan emas yang berkilauan di bawah sinar matahari, membuat siapa pun yang menatapnya terpaku sejenak.
Ia mengenakan gaun sutra berwarna biru langit yang dihiasi dengan bordiran emas, setiap langkahnya menghasilkan alunan lembut suara lonceng kecil dari gelang di pergelangan kakinya.
Setiap orang yang berpapasan dengannya seolah terhipnotis oleh pesonanya, membiarkan dirinya terhanyut dan memberikan ruang tanpa disadari.
Dengan langkah yang mantap, ia mendekati pusat pertengkaran. Kerumunan seakan lupa akan sengketa yang tengah berlangsung, perhatian mereka secara alami beralih kepada wanita tersebut.
"Dan siapa kau?" ucap Ling Hui, sebagai seorang lelaki yang senang dengan hasrat duniawi, kedatangan wanita itu seolah kiriman dari surga untuknya.
Wanita itu menatap Ling Hui, dengan pupil mata indah dan bulu mata lentik miliknya. Tatapannya seindah surga, namun ada sedikit ekspresi tidak suka di wajahnya.
"Apa kau masih bisa menyebut dirimu sebagai seorang pria setelah mencoba merebut tunangan seseorang?" ucapan yang tajam dilontarkan keluar dari mulut seksi wanita itu.
"Kau berani menyinggungku di kotaku sendiri, apa kau sudah bosan hidup?"
Ketika Ling Hui mengeluarkan ancaman mematikan itu, wanita tersebut tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Sebaliknya, ia tetap berdiri teguh, menatap Ling Hui dengan tatapan yang tajam dan mematikan.
Keberaniannya bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan di tengah lautan badai.
Sejenak, wanita itu memalingkan wajahnya, menyapu pandangan kepada kerumunan yang ada dan kembali menatap Ling Hui.
"Harga diri dan kehormatan tak dapat dibeli dengan kekuasaan, dan tirani sepertimu akan mendapatkan balasan pada waktunya," ujarnya, suaranya lembut tetapi mengandung kekuatan yang menggetarkan hati.
Ling Hui dengan amarah membara mulai mengangkat pedangnya, bersiap untuk menyerang wanita tersebut.
Liang Fei yang melihat itu ingin segera melindungi sang wanita, namun sebelum ia sempat bergerak, wanita itu sudah terlebih dahulu menangkap pedang milik Ling Hui dan menghancurkannya berkeping-keping.
Semua orang terkejut, termasuk Liang Fei, siapa sangka tangan seorang wanita yang lentik dan indah itu mampu menghancurkan item tingkat langit tersebut.
"Apa, tidak mungkin, ini adalah pedang tingkat langit seharga 500 keping koin emas, bagaimana bisa hancur semudah itu?" lirih Ling Hui seakan tidak percaya, ia kembali menatap sang wanita, "Kau, siapa kau sebenarnya?"
Wanita menawan itu mengibaskan kipasnya, membuat pusaran angin lembut yang menerpa pakaian dan rambutnya yang tergerai indah.
"Namaku adalah Seo Yun."
Semua mata tercengang, bukan karena mereka mengenali nama wanita itu, melainkan sebaliknya, tidak ada yang tahu seorang kultivator hebat bernama Seo Yun itu.
'Dia pasti menyembunyikan identitasnya,' pikir Liang Fei.
"Aku tidak peduli siapa pun kau atau dari sekte mana kau berasal, yang pasti malam ini akan menjadi hari terakhirmu," ucap Ling Hui sebelum berbalik pergi dengan perasaan kesal.
"Bicara sesuatu yang mengerikan tapi pergi melarikan diri, sungguh ayam yang menyedihkan," gumam Seo Yun sebelum menghampiri Xang Wei yang masih sekarat akibat dihajar sebelumnya.
Seo Yun menenangkan tunangan Xang Wei yang tidak berhenti menangis, "Berikan ramuan ini kepadanya dan dia akan segera sembuh."
Gadis itu menuruti perintah Seo Yun, ia mendudukkan tunangannya dan meminumkan ramuan pemberian Seo Yun. Perlahan tapi pasti, luka-luka Xang Wei sembuh dengan sendirinya.
"Memberikan ramuan tingkat tinggi untuk orang yang tidak dikenal, apa aku harus menganggapmu sebagai orang baik atau kau punya tujuan lain?"
Liang Fei yang dari tadi diam akhirnya membuka suara, mengambil alih perhatian Seo Yun seketika.
Seo Yun menoleh, menatap Liang Fei dengan tatapan penasaran. Senyumnya mengembang, lembut namun penuh teka-teki. “Kadang menolong tidak memerlukan alasan tertentu,” jawabnya, suaranya sehalus bisikan angin.
Liang Fei sedikit mengernyit, tak sepenuhnya diyakinkan oleh jawaban tersebut. “Di dunia kita ini, hampir semua tindakan ada timbal baliknya,” ujarnya dengan nada skeptis. “Jarang sekali ada yang menawarkan ramuan tingkat tinggi tanpa mengharapkan sesuatu.”
Seo Yun tertawa kecil, suaranya bagaikan lonceng perak yang bergema di udara sore yang tenang. “Mungkin kau benar, tetapi hidup akan terasa membosankan jika semuanya selalu berjalan seperti itu, bukan?”
Liang Fei tersenyum tipis mendengar balasan yang tidak diduga-duga itu. Ia merasakan ada sesuatu yang menarik di balik sosok wanita misterius ini. “Jadi, Seo Yun, apa rencanamu selanjutnya? Ling Hui adalah seseorang yang tidak suka dibantah, dan kini kau telah membuatnya kesal.”
“Biarkan saja dia merencanakan apa pun yang dia suka,” Seo Yun merenung sejenak, “Tirani dan arogansi tak pernah bertahan lama. Jika bukan aku, akan ada orang lain yang akan menghadapinya.”
Omongannya penuh dengan keyakinan seolah dia sudah memahami roda takdir yang berjalan di atas kota tersebut.
Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum Liang Fei mendesah panjang, “Kau memiliki keberanian, aku harus mengakui itu.”
Seo Yun mengangguk pelan. “Dan kau pun demikian. Berdiri menentang Ling Hui tadi bukanlah tindakan yang mudah.” Ia menatapnya dengan pandangan mendalam, mencoba meraba-raba karakter Liang Fei yang sebenarnya.