"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Sakit yang akan membekas
"Buat seolah-olah kematiannya adalah kecelakaan. Itu kata bos!"
Mendengar dirinya akan dihabisi, tentu saja membuat Indira panik. Ketiga pria itu langsung menghampiri Indira didalam ruangan sempit dan gelap itu. Kontan saja mata Indira melebar melihatnya.
"Bawa dia!"
"Hmphhh...hmphh-"
Indira tidak bisa berbicara, karena mulutnya ditutup oleh lakban berwarna hitam. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha untuk memberontak dengan tenaganya yang tersisa dari makan sepotong roti dan sedikit air. Namun sayang, tenaganya tentu kalah jauh dengan tenaga mereka bertiga.
Bulir air mata mengalir dari kedua mata Indira, hijabnya yang semula rapi, kini sudah tak berbentuk lagi dan pakaiannya kotor. Wajahnya pucat pasi, hingga salah satu pria yang ada di sana tak tega melihatnya.
"Biar gue aja yang bawa dia!" kata si pria rambut gondrong itu kepada kedua temannya. Mereka berdua pun menatap si pria gondrong dengan curiga.
"Kita bawa bareng-bareng!"
"Tapi-"
"Lo mencurigakan tau gak."
Ucapan itu sontak saja membuat si pria gondrong terkejut. Karena dia sudah dicurigai oleh kedua temannya. Dia memang sudah berniat untuk menolong Indira, karena dia kasihan.
"Mencurigakan apa sih? Gue cuma mau ngeringanin tugas kalian," jawab pria berambut gondrong itu dengan gugup.
"Pokonya kita bawa cewek ini dan habisi bareng-bareng! Seperti apa kata si bos," kata pria berambut botak itu sambil menyeret Indira keluar dari rumah tersebut.
Sedangkan si pria berambut gondrong tidak ikut menyeret Indira dan berada di belakang mereka. Dia terlihat seperti sedang berpikir, entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.
Mereka pun membawa Indira masuk ke dalam sebuah mobil suv berwarna hitam. Si pria botak yang merupakan pemimpin mereka, sudah memikirkan rencana untuk membuat Indira terbunuh seperti kecelakaan tunggal. Dia sudah mengaturnya seperti itu.
Didekat aliran sungai, dijalanan yang sepi. Mereka memberhentikan mobil di sana, lalu si pria botak dan temannya yang satu lagi keluar dari mobil tersebut. Mereka mengotak-atik mobil tersebut, agar menjadi malfungsi. Sedangkan Indira masih berada didalam mobil bersama dengan si pria berambut gondrong. Indira berada dalam posisi terikat dan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hem?"
Pria berambut gondrong itu melonggarkan tali yang mengikat tangan dan kaki Indira, tanpa sepengetahuan kedua temannya.
'Pria ini... dia menolongku lagi?' Indira terkejut, sekaligus merasa lega karena pria ini mau menolongnya lagi.
"Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk Mbak. Saya harap, mbak dan anak mbak bisa selamat. Karena saya juga memiliki istri yang sedang hamil dan saya tidak mau sampai membunuh orang. Pasti suami mbak pun, sedang menunggu dan mencari mbak. Jadi, mbak dan anak mbak harus selamat ya. Maaf, saya hanya bisa membantu segini saja."
Indira semakin sedih dan menetaskan air matanya, setelah mendengar perkataan pria berambut gondrong ini yang tidak diketahui namanya.
'Suamiku sedang menungguku? Mustahil...sebab mungkin dia sekarang sedang bahagia bersama kekasihnya, karena aku tidak ada' kata Indira dalam hatinya perih. Jika dia menunggunya dan mengkhawatirkannya, maka pasti Juno akan mencari Indira dengan kekuasaan yang dia miliki. Tidak sulit, karena Juno termasuk orang yang berkuasa.
"Mbak, nanti saya akan membelokkan mobilnya ke sungai. Mbak bisa berenang kan?" tanya pria itu yang kemudian diangguki oleh Indira.
"Berusahalah berenang ke tepi sebelum mobilnya meledak, nanti saya yang akan mengatur semuanya. Saya pastikan, agar teman-teman saya dan semua orang mengira Mbak sudah mati. Agar nyawa mbak dan calon anak mbak, tidak berada dalam bahaya lagi."
Sungguh, pria ini adalah perwujudan malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk Indira. Jika Indira bisa berbicara, dia pasti sudah mengucapkan terima kasih pada pria ini.
"Hem..hem..."
"Jangan berterima kasih kepada saya Mbak, saya juga orang jahat yang sudah menculik Mbak. Saya melakukan ini demi biaya pengobatan istri saya yang sedang sakit dan juga sedang hamil. Maafkan saya mbak!" kata pria berambut gondrong itu menyesal, Karena dia sudah membuat Indira berada dalam bahaya dan melakukan kriminal demi menyelamatkan orang yang dia cintai.
Indira paham akan perasaan itu, dia memaklumi tindakan pria ini. Dia mencoba untuk menyelamatkan orang yang dia cintai, hanya saja caranya yang salah.
Setelah itu, ketiga pria yang menculik Indira keluar dari mobil dan meninggalkan Indira seorang diri di sana. Lalu mobil tersebut didorong ke arah sungai. Indira yang berada didalam mobil tersebut, berusaha keluar dari sana dengan berenang semampunya.
Tepat saat Indira berhasil keluar dari mobil, mobil itu pun meledak. Namun naas, tubuh Indira terseret oleh derasnya arus air yang memang kebetulan pada saat itu belum lama turun hujan.
Si pria berambut gondrong langsung merencanakan sesuatu, yang bisa membuat Indira disangka mati oleh teman-temannya dan semua orang. Entah apa yang dia rencanakan.
Disisi tepi sungai lainnya, seorang pria terlihat baru saja turun dari mobilnya dan sengaja duduk ditepian sungai sambil melempar-lempar bebatuan ke sana.
"Kenapa juga aku kesini? Apa nggak ada tempat yang lebih bagus buat menyendiri?" gumam pemuda tampan berkulit putih itu sambil menghela napas panjang. Di dalam raut wajahnya terlihat kegelisahan dan kegalauan. Setiap kali dia galau, dia selalu tenang bila melihat air.
Tiba-tiba saja dia terkejut melihat sesuatu di atas bebatuan, seperti...
"I-itu apaan? Mayat apa boneka?" pria itu berenang sedikit ke tengah sungai dengan berhati-hati, untuk melihat apa yang tersangkut di bebatuan itu.
Dia pun membawa sosok wanita berhijab navy dan memakai pakaian berwarna putih tulang itu ke tepi sungai. Pria itu terkejut saat melihat wanita yang dibawanya ini adalah manusia.
"Masih hidup!" ucap pria itu setelah dia mengecek kondisi Indira. "Detak jantungnya lemah," ucapnya lagi yang khawatir.
Lelaki itu segera membawa Indira ke dalam mobilnya dan membawa wanita malang itu ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pertolongan.
****
Satu Minggu kemudian, di taman didalam sebuah hotel mewah bintang 5. Terlihat beberapa tamu undangan yang hadir didalam acara pernikahan seseorang. Dekorasi taman tersebut didominasi oleh warna ungu, warna kesukaan si pengantin wanita.
Disana juga terlihat Juno dan Sheila sedang duduk didepan penghulu. Mereka terlihat bahagia, karena mereka akan langsungkan akad pernikahan. Beberapa tamu membicarakan tentang pernikahan ini, terutama Juno.
"Belum seminggu istrinya meninggal, tapi pak Juno sudah menikah lagi. Gila emang!"
"Eh, nggak apa-apa lah. Lagipula cowok nggak ada masa iddahnya. Terus kalian kan tahu kalau mantan istrinya yang udah meninggal itu, kabur sama selingkuhannya sambil bawa uang pak Juno."
Seorang wanita berhijab yang memakai masker, tercengang mendengar apa yang baru saja dibicarakan oleh kedua tamu ini.
'Mas Juno, menikah lagi?' batin Indira yang perih mendengar perkataan para tamu. Tentang dirinyalah yang tidak dia mengerti, banyak sekali pertanyaan yang ada didalam pikirannya. Terutama tentang apa yang terjadi selama satu minggu ini.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Sheila Maharani binti Robin Williams, dengan mas kawinnya tersebut dibayar tunai!" kata Juno dengan lantangnya didepan pang penghulu dan dihadapan semua tamu yang hadir.
"SAH!"
Perih hati Indira melihat pernikahan suaminya, air matanya jatuh tak tertahankan lagi. Rasanya sakit ini akan membekas, mungkin untuk selamanya.
"Kamu begitu bahagia dengan wanita itu Mas. Baiklah, aku juga akan bahagia dengan anakku!" sorot mata Indira berubah menjadi penuh kemarahan, menatap dua orang yang saat ini duduk di pelaminan. Dan pria yang ada di sana, masih berstatus suaminya.
"JUNO B*JINGAN!"
Suara teriakan seorang pria yang penuh amarah, sontak saja membuat Indira dan semua orang yang ada disana terkejut.
****
penyesalan mu lagi otw juno