Boleh dibaca selama puasa ya...
Orang bilang, berhubungan dengan pria atau wanita selain pasangan kita bisa membangkitkan lagi gairah seksual.
Dua tahun terasa hambar bagi hubungan Allasca dan Pingkan. Hingga, ide gila Pingkan membawa mereka ke sebuah villa dan melakukan pertukaran pasangan.
Open marriage, Allasca tak habis pikir dengan usulan ekstrem yang dicetuskan Istrinya. Meski menolak, Allasca dibuat tak berkutik setelah tahu jika partner pasangan terbukanya tidak lain dan tidak bukan adalah Viera; adik angkatnya.
ALLASCA RICK RAIN, pewaris tahta pertama Tuan Sky Rain. Menjadi CEO di usia muda bahkan terbilang sukses sedari masih belasan tahun usianya.
Perfect CEO, gelar yang disematkan padanya selama hampir satu dekade. Sayangnya, tak ada manusia yang sempurna, bukan?
Sebab di balik kesempurnaan yang dilihat orang-orang selama ini, ada cukup banyak permasalahan pelik yang tidak orang tahu.
Selain mengidap automysophobia, Allasca juga memiliki permasalahan less desire.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
APC 033
Menjaga Viera bukan tugas seorang komisaris utama. Tapi, dari sekian banyak orang kepercayaannya, Allasca hanya mampu mengandalkan Nick yang hampir selalu bisa mengatasi masalah tanpa masalah.
Itulah sebabnya, Allasca mengirimkan Nick demi keamanan Viera. Setidaknya, Hudson mungkin akan jera berhadapan dengan pria multi menyebalkan seperti Nick Bryan.
Sayangnya, jargon tak boleh percaya pada manusia memang benar adanya. Nick si duda mata keranjang berani mencari sela di antara usaha-usahanya.
Sial bukan? Terlebih, Viera yang masih belum mau bicara dengannya, ah ... itu menyebalkan berlipat-lipat ganda.
Meski demikian, Allasca masih mau duduk di sisi laki-laki keturunan Belanda itu. Hampir pukul 20, mereka baru melangsungkan ritual makan malam bersama.
Meja makan yang diletakkan di taman belakang villa. Dan yah, inilah tempat paling spesial villa keluarga Rain.
Di mana lanskap berjatuhannya air di bukit seberang sana, bahkan iringan gemuruh desing air-air terjun itu menjadi background dan backsound tersendiri.
Udara dingin memaksa Allasca, Nick dan Viera mengenakan jaket. Menu sederhana bagi Allasca, hanya potongan daging sapi yang diiris tipis-tipis dan dipanggang oleh koki yang Allasca bawa.
Tak perlu menunggu dingin, bahkan udara seolah meniupi daging-daging itu. Baru keluar dari pemanggang saja, sudah bisa mereka nikmati bersama cocolan saus-saus.
Sedari tadi, Allasca dibuat salah fokus dengan wajah dingin Viera. Memang, gadis itu mau makan malam bersama, tapi, tak ada suara yang keluar dari mulut rewelnya.
Entahlah, akhir-akhir ini, Allasca merindukan masa di mana Viera berisik. Dan entah sejak kapan tepatnya, Allasca suka bawel Viera.
Masih ingin usaha, Allasca mengulur daging dengan sumpit hitamnya. "Coba bagian yang ini, kau pasti suka..."
Dahulu, Viera yang sering mengganggu dirinya dengan suapan paksaan. Sekarang, semesta menjungkirbalikkan dunia Allasca hingga ia lah yang melakukan hal tersebut.
"Dulu ... aku bahkan mau makan dari suapan sumpit mu meski aku tidak menyukainya."
Untuk pertama kalinya di hari ini, Viera melirik ke arah Allasca. Tak ada kata memang, hanya saja mata itu lalu berpaling dari Allasca dan kembali fokus pada makanan milik Viera lagi.
Sontak, Allasca mendengus. "Mau sampai kapan mogok bicara? Tadi di kebun kamu baik-baik saja dengan, Nick. Kamu tidak sedang ada keluhan sariawan kan?"
Kembali, Viera menatap Allasca. Hal itu lah yang kemudian dimanfaatkan Allasca untuk menyuapi Viera dengan potongan daging yang sudah dia cocol saus brown.
Memang agak berbeda rasanya, lebih enak. Tapi, Viera masih tak mau menyahuti satu pun pertanyaan Allasca. "Suka?"
Viera diam saja.
Allasca menghentak punggung sambil melepas sumpit di tangannya. Dia lelah banyak bicara seperti Alhambra, sementara Viera membuatnya frustrasi dengan diam.
Sebenarnya, tak ada selera makan sama sekali, Allasca mau duduk di sini hanya demi membujuk Viera saja. Namun, agaknya dia perlu diam sejenak untuk memulihkan energi yang terbuang oleh ocehan sia-sia.
Allasca benar-benar tak melanjutkan makan setelah itu, tak ada yang bisa dia makan bersama wajah kecut Viera. Sementara, Nick sudah menyelesaikan makannya dan pergi.
Yah, saat suasana semakin kacau, Nick paham apa yang harus dia lakukan. Agaknya Allasca mulai naik pitam walau belum penuh.
Dari pada terkena cipratan panas, akan lebih baik jika, Nick berjalan-jalan di sekitar villa, di mana terlihat juga beberapa mobil orang-orang berlibur berlalu lalang.
Viera sudah menyelesaikan makan. Tapi, saat wanita itu beranjak dari duduk, Allasca meraih tangannya lembut, namun terlihat frustrasi.
Malam ini, Allasca tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bicara. Sudah dua bulan Allasca membiarkan Viera menata hati yang hancur oleh kenangan masa lalu bersamanya.
Sekarang, Allasca benar-benar ingin meraih Viera kembali. Luka yang sudah pernah dia goreskan dalam-dalam, ingin dia sembuhkan.
"Kamu benar-benar sudah bisa menyingkirkan aku dari hatimu?" tanyanya.
Viera masih diam. Hanya matanya yang kian melekati mata kebiruan Allasca. "Aku sudah enyah dari hatimu kah?"
"Apa masih perlu dibahas?" jawab Viera.
Walau ketus, Allasca lega mendapatkan jawaban wanita itu. "Aku butuh jawaban mu."
Terdengar tawa samar, Viera. "Aku pernah mengemis jawaban mu. Dan, aku tidak pernah lelah mengejar mu. Sekarang, aku sudah ikhlas melepas mu, lalu, hanya karena kamu dan Pingkan gagal, apa aku harus tiba-tiba mencintai mu lagi setelah dengan susah payah aku melupakan mu?"
Allasca paham maksud Viera. Yah, dia akui dia amat sangat bersalah. "Tapi, pasti masih ada sisa rasa ... benar kan?" cecarnya.
"Melupakan orang lama, apa bisa secepat itu? Sementara kau tahu, aku bahkan tidak bisa melupakan mu meski aku bersama Pingkan."
"Oya?" Viera tak yakin hal itu.
"Aku bukan tipe laki-laki yang mau mengatakan hal yang tidak berfaedah, kalau aku bilang saat itu aku memikirkan mu, that is the truth." (Itu kebenarannya).
Yah, setelah malam itu, Allasca mencoba mencocokkan diri dengan Pingkan meski kenyataannya dirinya tidak bisa melupakan malam di resort yang ternyata bersama Viera.
Jangan ditanya apa yang membuat Allasca menikmatinya. Jelas karena Allasca bisa membayangkan Viera secara gamblang, bisa mencium aroma tubuh Viera, bisa mendengar suara desah Viera walau saat itu dia pikir Pingkan lah yang bersamanya.
Dahulu, Allasca mengira ia akan bisa membayangkan berdua bersama Viera seperti saat pertama kalinya ia bercinta.
Beberapa kali ia meminta Nick membelikan koktail yang sama, dan efeknya tetap tidak bisa sedahsyat malam itu.
Tak bisa Allasca mencium aroma tubuh Viera, tak bisa Allasca mendengar desah Viera, tak bisa Allasca mendapatkan hal yang sama.
Puluhan kali Allasca mencoba, Pingkan hanya berakhir kecewa oleh permainannya. Less desire, dia memiliki hasrat yang minim sekali.
"Aku tidak tahu siapa yang aku tiduri malam itu. Tapi, aku bisa merasakan mu, Viera. Kau pikir, apa yang membuat rumah tangga ku dan Pingkan hancur hm?" Allasca bicara selembut itu. "Karena ternyata, tanpa perlu aku akui. Aku berani menginginkanmu."
Viera tersentuh jujur saja. Tapi, rasa menggebu-gebu yang pernah dia miliki, sudah tidak ada lagi, sungguh. "Menginginkan bukan berarti harus bersama kan?"
"Itu kalimat ku." Allasca terkekeh. Penolakan Viera benar-benar terkesan seperti ajang balas dendam wanita itu. "Kau mendendam?"
"Tidak." Viera sempat bergidik.
Udara malam semakin dingin. Sebenarnya, Viera perlu masuk ke dalam, sementara Allasca masih menahan dirinya di sini.
Melihat itu, Allasca bangkit dari kursinya, berdiri menunduk sambil melepaskan scarft di leher lantas dialihkan ke leher Viera. Gadis itu hanya diam, entah juga kenapa tidak lari saja dari hadapan Allasca, Viera tak paham.
"Kau tidak dendam. Tapi, mengingat semua yang pernah aku ucapkan dulu."
"Hal yang dilakukan berulang-ulang kali, akan membekas di pikiran tanpa kita kenang, A."
Ah, Allasca ingin fokus dengan perkataan Viera, tapi, rasanya tidak bisa. Lihatlah bibir plum itu membiru seolah ingin kehangatan.
Secara sadar, Allasca mengikis jarak. Yah, mungkin dengan satu kali kecupan, Viera akan merasa lebih baik.
Namun, baru akan menempel, Viera sudah mundur menjauhinya. "Jangan coba-coba."
Allasca menuruti kemauan Viera? Ia terkekeh untuk mengatakan tidak pada dirinya sendiri, sebelum akhirnya meraih paksa pinggang Viera untuk mendekatkan wajah keduanya.
Allasca tergelak untuk saliva Viera yang tampak tertelan gugup. Seolah itulah tanda bahwa masih ada sisa-sisa rasa yang Viera miliki meski hanya berupa serpihan serbuk.
"Aku masih bisa sabar menunggu maaf mu bahkan meski harus menunggu satu tahun lagi dari sekarang sekalipun. Tapi, untuk mencium bibir mu, aku tidak bisa sesabar itu."
...Ehek, Pasha masih bisa bergerak seperti ninja padahal minggu... Butuh apresiasi, wkwk... Thanks dukungannya mentemen, sehat selalu......
mo nunggu tamat ko gak tahan..
kangen ama Alaska ama neng Viera niih/Drool//Drool//Drool//Drool/