#Yang mau promosi di lapak saya silahkan#
Seri kedua dari novel.
"Istri simpanan Presdir"
Anggia Seorang Dokter cantik terpaksa menikah dengan anak majikan Ibunya karena balas budi.
"Beri aku satu kesempatan Mas. Aku ingin menikah hanya satu kali dalam hidup ku. Dan aku tidak ingin mempermainkan pernikahan"
Anggia Tiffani~
"Tapi kau bukan selera ku. Aku tidak sudi beristri anak pembantu. Dan pernikahan ini hanya karena kau balas budi pada Ayah ku. Itu saja dan kau tidak perlu mencampuri urusan ku"
Brian Wiratwan~
Tidak ada cinta di atara keduanya. Anggia yang terpaksa menikah dengan Brian hanya karena balas budi dan sekaligus syarat untuk Pasha mau membiayai pengobatan Ayahnya.
Dan hal yang paling membuat Anggia menderita adalah. Dirinya setiap hari menyaksikan suaminya bercumbu mesra dengan wanita yang ia bawa ke tempat tinggal mereka.
Sakit bukan?.
Anggia seorang istri tapi masih suci!.
Namun karena suatu insiden yang membuat nya tidak bisa menolak hasrat yang di tawarkan kenikmatan dunia sesaat. Sehingga membuatnya melupakan tabiatnya sebagai seorang wanita bersuami. Dan hubungan terlarang itu terjadi hingga ia mengandung anak dari pria lain. Di saat ia masih berstatus istri Brian Wiratwan.
Lalu apakah yang akan terjadi setelah Suaminya tau dengan kehamilan Anggia?
Sementara ia tidak pernah menyentuh istrinya selama hampir dua tahun menikah.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
BYUUUURR.
Di sebuah ruangan yang begitu gelap dan pengap malam ini ada seorang pria yang tengah tidak sadarkan diri duduk di kursi dengan kepala tertunduk dan tangan terikat kebelakang. Perlahan kesadaran pria itu mulai hampirinya dan terlihat kepalanya mulai mendongkak, dengan tubuh yang setengah basah ia melihat sekitarnya sesaat ia mengingat beberapa saat lalu sebelum ia berada di ruangan itu.
Saat itu Brian baru saja keluar dari perusahaannya hendak pulang, namun saat ia membuka pintu mobil tiba-tiba ada sebuah benda yang menimpa tubuh bagian belakangnya, Brian masih setengah sadar dan ia melihat sebuah balok.
BUUUKK.
"Aaaa," Brian merasa kesadarannya mulai menghilang dan ia terjatuh di rerumputan.
Namun kini Brian merasa asing dengan tempat di mana ia berada, seribu tanya pun muncul di otak Brian di mana kini ia berada dan siapa yang berani melakukan itu padanya, apakah orang itu tidak tau sedang berhadapan dengan Brian Wiratwan, seorang pengusasaha sukses yang di segani banyak orang.
Tidak lama Brian diam dan pikiran yang hanyut entah kemana, kini ia di kejutkan dengan cahaya yang begitu terang dan membuat matanya silau. Brian terus berusaha membuka mata karena telinganya mendengar langkah kaki seseorang mendekat padanya, tanpa penyamaran bahkan tanpa rasa takut sedikit pun orang itu terus mendekati Brian.
"Tuan Bilmar!" Brian tampaknya shock mengetahui siapa yang ada di hadapannnya, tentu saja ia merasa kehadiran Bilmar di sana menjadi teka-teki tersendiri di otaknya.
"Bagaimana kamar anda?" terdengar suara bariton itu mulai bertanya.
"Apa anda yang melakukan ini pada saya!" Brian tidak menjawab justru ia kembali bertanya pada Bilmar, setahunya ia tidak pernah bermasalah dengan Bilmar, lalu kenapa Bilmar mencari masalah dengannya.
"Menurut anda!" Bilmar yang memakai kaos oblong dan jaket kesayangannya itu, terlihat mendekati Brian dan duduk di kursi saling berhadapan dengan Brian, sambil sesekali terlihat bibirnya menyesap rokok dan menghembuskannya pada wajah Brian.
"Uhuk, uhuk," Brian terbatuk saat merasa asap rokok itu terhirup olehnya.
"Baru begitu saja kau sudah batuk, lemah sekali," terdengar nada mengejek yang di keluarkan Bilmar.
"Apa masalah anda dengan saya, kenapa tiba-tiba anda mencari masalah dengan saya?" tanya Brian yang sudah kehilangan kesabaran karena ia tidak merasa bersalah dan juga tidak memiliki permasalahan dengan Bilmar.
"Kau memang tidak bermasalah dengan ku, hanya saja kau bermasalah dengan anak ku. Dan apa aku akan membiarkan ada orang yang mencoba melenyapkannya? Tentu saja tidak," tutur Bilmar yang semakin membuat Brian pusing dan tidak mengerti dengan apa yang di maksud Brian.
"Anak? maksud anda apa, jangan-jangan kau sudah tidak waras menangkap orang yang salah." tutur Brian dengan tangannya terus berusa lepas dari ikatan yang membuatnya sulit bergerak.
"Ahahahaha," terdengar tawa Bilmar menggelegar di ruangan yang begitu pengap itu.
"Gila," gumam Brian.
"Baikalah sedikit ku jelaskan, agar bila setelah ini kau mati maka kau tidak akan mati penasaran."
"Cepat katakan!" teriak Brian yang tidak sabar mendengar apa yang akan Bilmar katakan padanya.
"Anggia Tiffani," tutur Bilmar.
"Kenapa kau menyebut nama istri ku!" Brian semakin di landa penasaran saat Bilmar menyebutkan istrinya.
"Kenapa kau tega hampir membuat dua nyawa lenyap?" pertanyaan itu seketika muncul dari bibir Bilmar sungguh ia tidak ingin mengulur waktu, bayangan Anggia yang lemah di malam itu memohon pertolongan padanya terus terngiang-ngiang di otaknya.
Bilmar bahkan akan sangat menyesal bila malam itu Anggia dan anaknya tidak tertolong, apalagi bila setelah ia tau itu semua karena anaknya yang di kandung Anggia. Mungkin Bilmar akan menjadi manusia paling bersalah di dunia ini, Bilmar tidak pernah sanggup melihat wanita yang di cintainya itu menderita.
"Dua nyawa?" tampaknya otak licik Brian belum mampu meresapi dan memutar memory tentang apa yang sudah ia alami kemarin malam hingga ia sama sekali tidak mengerti dengan beban pertanyaan yang di luncurkan Bilmar.
"Kenapa kau berniat menghabisi anak yang ada di dalam kandungan Anggia?"
"Apa urusannya dengan mu, dia istri ku dan kenapa kau yang pusing!" ketus Brian.
BYUUURR.
Bilmar mengguyur tubuh Brian dengan air yang di sediakan Aran di sampingnya, dengan pandangan yang tajam dan kedua tangan terkepal Bilmar mulai mencengkram dagu Brian dengan kuat, lalu menghempaskan pria itu hingga tersungkur si lantai.
"Buka ikatannya," perintah Bilmar pada Aran yang langsung di kerjakan Aran tanpa terkecuali sedikit pun.
"Apa kau sudah gila," Brian mulai berdiri dan saling berhadapan dengan Bilmar, tubuh basahnya tidak menjadi penghalang untuk ia lemah di hadapan Bilmar, ia masih yakin tidak memiliki kesalahan pada Bilmar.
"Jawab kenapa kau berniat menghabisi nyawa janin yang tidak berdosa di rahim Anggia?" Bilmar menekankan kata-kata dalam setiap ucapannya, sungguh Bilmar ingin segera membuat Brian menjadi manusia yang setengah kehilangan nyawanya, agar manusia itu tau rasanya menjadi Anggia yang sekarang depresi karena kekejaman Brian.
Ya bayangan Anggia yang tiba-tiba marah, lalu dalam sekejap ia menangis tidak lama berselang ia tertawa. Sungguh Bilmar merasa ditikam ribuan belati di dada ya, anaknya ikut menjadi korban dalam hal yang tidak ia buat. Bahkan malaikat kecil itu sudah merasakan menderita sejak di dalam kandungan ibunya.
"Dia istri ku dan urusan rumah tangga ku. Kenapa kau ikut campur?" tanya Brian yang tidak kalah dingin.
"Karena anak itu adalah anak ku!"
DEEEG.
Bagai petir yang menggelegar, kilat yang menyambar di telinga Brian saat mendengar penuturan Bilmar. Ia tidak yakin dengan yang ia dengar namun itulah kenyataannya, telingannya masih cukup baik dalam mendengar dan ia tidak butuh alat bantu untuk itu.
Namun ucapan Bilmar seakan mampu membuat dunianya runtuh, membuat dirinya merasa terhina dengan apa yang Bilmar lakukan padanya. Istrinya yang belum pernah ia sentuh ternyata di hamili oleh rekan bisnisnya sendiri.
Brian belum pernah merasa sakitnya saat patah hati, atau rasa sakitnya saat kecewa, namun tampaknya saat ini sakit hati itu akan cukup dalam dan tidak semudah itu untuk di obati. Ada sedikit penyesalan di hati Brian saat hidup bersama Anggia mengapa ia lebih memili tidur dengan wanita lain.
Lalu kenapa kini harus sakit hati, harus terluka hati bukankan ia tidak pernah ingin menyentuh istrinya sendiri. Dua tahun lamanya duka dan luka yang ia tolehkan pada Anggia, dua tahun lamanya Anggia mengkonsumsi obat penenang hingga kini ia benar-benar gila karena dirinya sudah tidak mampu lagi menanggung beban derita yang di berikan Brian, menyesal? Mengapa harus menyesal beribukali maaf tidak akan mampu mengeluarkan Anggia dari depresi yang kini ia derita, Brian seringkali mengatakan Anggia gila karena selalu berusaha mendekatinya dan lihat Anggia kini benar-benar sudah gila, dan Brian bisa tertawa bahagia. Karena ucapannya menjadi nyata.
***
Jangan lupa votenya teman-teman saya yakin kalian sangat murah hati, saya juga lagi di rawat di rumah sakit, saya mohon berikan vote agar saya tetap semangat menulis. Terimakasih readers yang bermurah hati👐😍.