Marsya adalah seorang dokter umum yang memiliki masa lalu kelam. Bahkan akibat kejadian masa lalu, Marsya memiliki trauma akan ketakutannya kepada pria tua.
Hingga suatu malam, Marsya mendapatkan pasien yang memaksa masuk ke dalam kliniknya dengan luka tembak di tangannya. Marsya tidak tahu jika pria itu adalah ketua mafia yang paling kejam.
Marsya tidak menyangka jika pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru Marsya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ketua mafia yang bernama King itu ada kaitannya dengan masa lalu Marsya.
Akankan Marsya bisa membalaskan dendam masa lalunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 Mulai Uring-uringan
Marsya masih tidak percaya dengan ucapan rekannya itu. "Dr.Marsya, kok melamun? aku gak nyangka loh kalau kamu sudah menikah, aku pikir kamu masih gadis," goda Dr.Wilma.
Marsya hanya bisa tersenyum getir, kenyataannya dia memang belum menikah tapi itu semua akibat paksaan King malam itu. "Ini aku kasih obat pusing dan anti mual, jangan lupa diminum ya. Oh iya, suami kamu kerja apa? kok gak pernah lihat jemput kamu?" tanya Dr.Wilma.
"Di--dia, seorang pengusaha," dusta Marsya.
"Wuidih, beruntung sekali kamu punya suami kaya raya," puji Dr.Wilma.
Lagi-lagi Marsya hanya bisa tersenyum getir, dia pun segera mengambil obat dan cepat-cepat keluar. Dia menghindar karena takut Wilma bertanya lebih dalam lagi. Marsya segera masuk ke dalam ruangannya dan terduduk lemas.
"Ya, Tuhan kenapa nasib aku seperti ini? tidakkah ada sedikit kebahagiaan untukku?" batin Marsya sembari memperhatikan foto hasil USG barusan.
Perlahan Marsya mengusap perutnya. "Aku sama sekali tidak menginginkan anak ini, tapi kalau aku membunuhnya, aku akan lebih berdosa," gumam Marsya dengan deraian air matanya.
Sementara itu di kediaman King terlihat semua anak buah termasuk Andrew merasa sangat bingung dengan prilaku King akhir-akhir ini. King menjadi sering uring-uringan tidak jelas dan marah-marah tidak jelas juga. "Andrew, ternyata kamu bodoh juga ya, kenapa sampai saat ini kamu belum bisa menemukan Marsya?" bentak King.
"Maaf Tuan, saya tidak tahu Dr.Marsya pergi ke mana jika saya tahu dia ada di mana, mungkin saya bisa menemukannya tapi kalau sekarang saya tidak tahu sama sekali di mana keberadaan Dr.Marsya," sahut Andrew.
"Kalian memang tidak berguna, mencari satu orang wanita saja tidak becus!" bentak King.
"Astaga, memangnya dia pikir negara ini sebesar daun kelor apa?" batin Andrew.
"Ah sial, kenapa akhir-akhir ini aku kepikiran Marsya terus? mana aku selalu merasa bersalah jika ingat kejadian malam itu, apa dia baik-baik saja ya?" batin King frustasi.
Baru pertama kali ini King merasakan sesuatu yang berbeda. Padahal dulu dia sempat melakukannya dengan Tessa namun dia tidak merasa bersalah sama sekali. Lain halnya dengan Marsya, dia teringat terus bahkan setiap malam King merasa dihantui perasaan bersalah.
Kembali lagi kepada Marsya, dia bekerja sama sekali tidak fokus karena harus bolak-balik ke kamar mandi. "Dr.Marsya, bukanya kamu belum menikah, kenapa kamu bisa hamil? siapa yang sudah menghamili kamu?" tanya Dr.Rey yang tiba-tiba menghampiri Marsya.
Marsya seketika membungkam mulut Rey dengan tangannya karena takut ada yang dengar. "Berani kamu berkata seperti itu kepadaku, aku bisa bawa kamu ke rumah Tuan King lagi biar tahu rasa kamu, karena sudah menjebakku," ancam Marsya.
Rey membelalakkan matanya sembari menggelengkan kepalanya. Marsya pun melepaskan tangannya membuat Rey menghembuskan napasnya lega. "Maafkan saya Dr.Marsya, saja janji tidak akan macam-macam lagi dengan anda," ucap Dr.Rey ketakutan.
"Awas saja kalau kamu bicara seperti itu lagi, kamu tahu 'kan, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku sendiri," ucap Marsya memperingatkan.
"Oke, saya paham," sahut Dr.Rey dengan senyumannya.
Rey pun segera keluar dari ruangan Marsya, bisa mati jika dia kembali ke rumah King lagi.
***
Sementara itu di sebuah rumah mewah dan megah, seorang wanita berusia kira-kira 45 tahunan sedang duduk termenung. "Ma, lagi apa?" tanya Dr.Philip.
"Nama rindu anak-anak, Pa," sahut wanita cantik yang bernama Anggun itu.
"Kalau begitu, minggu depan kita susul anak-anak," ucap Dr.Philip.
"Serius, Pa?" tanya Anggun dengan mata yang berbinar.
"Iya. Oh iya Ma, Papa belum cerita ya jika di rumah sakit kita ada dokter baru," ucap Dr.Philip.
"Lah, kok Papa tidak cerita? biasanya Papa akan minta pendapat Mama jika ada dokter baru di rumah sakit," sahut Anggun.
"Papa lupa, dokter muda itu sudah bekerja selama 1 bulan. Papa kasihan melihat Dr.Marsya itu," ucap Dr.Philip.
"Dokter itu seorang wanita?" tanya Anggun.
"Iya, dia seumuran dengan anak pertama kita yang sudah tiada. Wajahnya cantik dan menyenangkan, namun sayang dia mempunyai trauma di masa lalu," ucap Dr.Philip dengan wajah yang sedih.
"Trauma apa?" tanya Anggun penasaran.
Philip pun menceritakan apa yang sudah dialami oleh Marsya. Dia tahu semuanya dari Vina yang merupakan asistennya. Anggun begitu sangat sedih mendengarnya cerita dari suaminya itu bahkan entah kenapa, Anggun sampai meneteskan air matanya.
"Astaga, kasihan sekali. Mama jadi ingin ketemu sama Dr.Marsya," ucap Anggun.
"Iya, justru itu Papa juga kasihan makanya Papa terima dia bekerja di rumah sakit kita walaupun Papa hanya memberinya pasien wanita dan anak-anak. Papa juga memerintahkan dia untuk rutin pergi ke psikiater biar traumanya sembuh karena sebagai dokter, sangat sulit jika mempunyai trauma seperti itu," sahut Dr.Philip.
"Mama ingin bertemu dengan dia Pa, besok Mama ke rumah sakit ya," rengek Anggun.
"Boleh."
***
Malam pun tiba...
Di kontrakan, Marsya terbaring dengan tubuh yang lemas karena dia terus saja mual dan muntah. "Ya, Tuhan kuatkan aku. Aku harus bekerja untuk bertahan hidup," gumam Marsya.
Perlahan Marsya bangkit dan mengambil sebuah album foto dari dalam laci. Itu adalah album foto dirinya bersama Sang Kakek, dari semenjak masih balita sampai remaja. Air mata Marsya tidak terasa menetes begitu saja.
"Kakek, Marsya sangat merindukan Kakek. Maaf, jika sampai saat ini Marsya belum bisa menghukum pelaku pembunuh Kakek. Marsya masih trauma Kek, dan itu yang membuat Marsya sulit untuk membalaskan dendam Marsya," gumam Marsya kembali.
Marsya memeluk album foto jadul itu. Marsya benar-benar merasa sangat kesepian, hidup di dunia ini seorang diri. Jika dalam diri Marsya tidak tumbuh rasa dendam, mungkin saat ini Marsya sudah menyusul kakeknya pergi ke surga.
Tapi, Marsya bertekad tidak mau mati dulu sebelum dendamnya terbalaskan dan si pelaku mati di tangannya sendiri. Sedangkan King, kembali mabuk-mabukan. Andrew sudah berusaha menghentikan King untuk tidak mabuk-mabukan lagi tapi King tidak mau mendengarkannya.
"Andrew, pokoknya kamu harus bisa menemukan Marsya. Aku ingin meminta maaf kepadanya," ucap King setengah sadar.
Andrew sedikit terkejut dengan ucapan Bosnya itu. Baru kali ini seorang King ingin meminta maaf kepada orang lain apalagi orang itu seorang wanita. "Apa jangan-jangan Tuan King sudah mulai jatuh cinta kepada Dr.Marsya? baru kali ini saya melihat Tuan uring-uringan sampai segitunya karena ingin bertemu dengan Dr.Marya," batin Andrew.