Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
...****************...
Di paviliun Rotter, Anthea dan kedua temannya membawa makanan masing-masing lalu duduk di salah satu meja. Sebelumnya Anthea telah mengenalkan Aru pada Shenina. Ketiganya mengobrol ringan.
Mereka baru saja menyelesaikan kelas hari pertama di akademi, sebelum kembali ke asrama, ketiganya memilih mengisi perut di Paviliun Rotter, karena makanan asrama benar-benar monoton. Tak hanya mereka, cukup banyak siswa di sini.
“Tak ada yang menarik hari ini, apalagi kelasku lebih banyak siswa laki-laki,” Ujar Shenina.
“Memangnya kenapa?” Tanya Anthea.
“Anak laki-laki itu kebanyakan pemalas, mereka tidak akan terlalu fokus pada pendidikan, yang lebih penting bagi mereka itu kemampuan bela diri,” Jelas Shenina.
“Oh ya? Aku baru tau,” Anthea berpikir sejenak, “Tetapi sepertinya di kelasku anak laki-laki tetap rajin,” lanjutnya.
“Itu karena kelas kita unggulan, Anthea.” Jawab Aru disebelahnya.
Shenina mengerutkan bibir kesal, “Kenapa aku tidak sekelas dengan kalian saja? Pasti akan menyenangkan,”
Shenina berada di kelas 1C, padahal ia sudah cukup percaya diri menjawab tes yang ia rasa tak begitu sulit.
Mereka melanjutkan obrolan ringan lain, sampai kedatangan 3 laki-laki berparas Dewa Yunani mengalihkan perhatian ketiga gadis itu, bahkan nyaris seluruh siswa di Paviliun Rotter.
“Halo para Lady manis, boleh kami bergabung?” Suara ramah itu dari Rainer, tanpa menunggu jawaban ia bersama Altair dan Draka mendudukkan diri di hadapan para gadis.
Ah, tidak pada Altair. Ia memilih duduk di sebelah Tunangannya.
“Maaf baru menemui Anthea, dua hari ini aku cukup sibuk.” Ujar Altair menatap intens tunangannya.
Anthea hanya mengangguk, ia melanjutkan menikmati makanannya dan menyimak pembicaraan teman-teman nya. Rainer yang mengajak kedua teman baru Anthea berkenalan.
Anthea terbatuk kecil karena tersedak, tapi sepertinya ia lupa membeli air. Tanpa banyak kata, Altair segera beranjak dari duduknya dan kembali membawa segelas air untuk sang kekasih.
“Pelan-pelan, Anthea.” Ujar Altair lembut sembari menyodorkan minuman, Anthea menerimanya.
“Ternyata Pangeran yang katanya begitu dingin bisa lembut juga ya,” Bisik Aru pada Shenina.
Shenina mengangguk setuju, walaupun ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Altair, tapi mereka hanya sebatas tau satu sama lain, tak begitu dekat.
“Kau ingin memesan makanan?” Tanya Draka pada Altair, laki-laki itu menggeleng.
Tujuan Altair kemari adalah bertemu Anthea-nya. Tapi, entah perasaan Altair saja, kenapa Anthea sedari tadi hanya mendiaminya? Altair tau gadisnya memang pendiam, namun sedari tadi Anthea bahkan tak mengeluarkan suara.
Selesai Anthea menghabiskan makanannya, Altair bertanya, “Anthea ada di kelas berapa? Apa orang-orang di kelas memperlakukan mu dengan baik?” sebenarnya Altair sudah tau Anthea di kelas apa, ia hanya mencari topik untuk berbicara.
“Aku di 1A, semuanya baik-baik saja.” Jawab Anthea singkat.
Tak hanya Altair yang menyadari wajah enggan gadis itu, teman-teman mereka pun sama.
“Sepertinya mereka ada masalah?” Bisik Shenina bertanya pada Rainer. Laki-laki itu mengedikkan bahu tidak tau.
“Oh ya, aku lupa membawa buku ku di kelas, Shenina ayo temani aku,” Aru yang peka menarik Shenina, gadis itu menurut. Mereka rasa harus memberikan ruang untuk pasangan ini.
“Sepertinya Aku dan Draka akan makan di teras sambil menikmati pemandangan, aku keluar dulu Tuan Putri dan Pangeran,” Rainer menundukkan kepala pada keduanya, mengedipkan sebelah matanya dan berlalu pergi.
Haishh orang-orang ini. Batin Anthea menyadari teman-teman nya sengaja meninggalkan Anthea bersama Altair.
Saat Anthea berdiri dari duduknya, Altair menahan lengannya untuk kembali duduk.
“Apa aku membuat kesalahan, Anthea?” Tanya Altair menatap lurus manik Hazel di hadapannya.
Anthea menggeleng pelan,”Tidak.”
“Bohong, Anthea bahkan tidak mau menatapku.” Ujar Altair.
Anthea menatap mata biru jernih itu, pandangan penuh puja seperti biasanya dapat Anthea lihat di sana, ia mengalihkan pandangan tak ingin hanyut dalam pesona laki-laki itu.
Anthea menarik napas dalam-dalam, berusaha menata pikirannya. Ia tidak bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya mengganggunya—kenyataan bahwa ia baru saja melihat Altair bersama gadis lain yang ditakdirkan membuatnya jatuh cinta.
“Maaf,” jawab Anthea akhirnya, suaranya lembut namun tertekan. “Aku hanya sedikit kesulitan karena tidak ada pelayan bersamaku di akademi.” Alibinya, Ia berusaha tersenyum.
Altair mengangguk dengan pengertian, baginya itu sangat wajar. Sejak kecil Anthea hidup dalam kemewahan bangsawan Duke. Ketika di luar kediaman tanpa bantuan pelayannya menyiapkan ini itu, Anthea pasti cukup kesulitan.
“Apa perlu aku berbicara langsung pada pihak akademi agar Anthea boleh membawa orang luar?”
Anthea dengan segera menggeleng, “Tidak perlu, Altair. Aku hanya belum terbiasa,” ujarnya.
“Kalau Anthea mau aku akan mengusahakannya, mereka akan mengerti karena Anthea keluarga kerajaan.” Altair sepertinya tetap kukuh akan rencananya.
Huh, padahal aku hanya berbicara asal. Batin Anthea.
“Aku baik-baik saja Altair, percayalah.” Jawab Anthea meyakinkan.
Pada akhirnya Altair mengangguk, “Ya sudah, asalkan jangan terlalu lelah, Anthea. Apalagi belajar sampai larut malam.”
Pasalnya Anthea seringkali begadang untuk membaca buku di perpustakaan kerajaan ataupun kediaman Duke. Mungkin terlihat bagi orang lain Anthea terlalu rajin belajar, padahal dominan ia membaca novel. Atau memang tertarik pada ilmu pengetahuan di zaman ini.
Altair beranjak dari duduknya, tangan laki-laki itu terulur mengusap rambut Anthea lembut, kebiasaannya selama ini,
“Segeralah kembali ke asrama, sepertinya aku harus kembali sekarang,” Ujarnya.
Anthea mengangguk dengan senyum tipis, Altair melanjutkan, “Aku akan menyempatkan waktu untuk sering-sering bertemu Anthea,” Setelahnya, Altair berlalu pergi. Anthea hanya menatap laki-laki itu rumit.
Sementara itu, seisi Paviliun Rotter menatap gemas interaksi kecil pasangan itu. Pangeran Mahkota yang selama ini dikenal tak tersentuh, ternyata begitu perhatian pada pasangannya.
***
tbc