Krystal, gadis berusia 22 tahun terpaksa menikah dengan kakak iparnya sendiri karena sebuah surat wasiat, yang kakak kandungnya tinggalkan satu hari sebelum dia meninggal.
Mau tidak mau, Krystal menerimanya meski sebenarnya hatinya menolak.
“Berpura-pura lah menjadi istriku. Dan tanda tangani surat perjanjian kontrak ini. Tapi, kamu harus ingat, jangan sampai jatuh cinta padaku.” Bara Alfredo.
“Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. Jangan sampai kamu tergoda dan jatuh cinta padaku, Kakak Ipar.” Krystal Alexander.
Akan seperti apa kehidupan rumah tangga mereka yang tidak di dasari dengan perasaan cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 035
Selesai berpamitan pada Lio dan kedua mertuanya, Krystal menuju bandara bersama dengan Tristan.
Ia terpaksa pulang karena tidak enak pada Rose yang sudah mengizinkannya mengambil cuti lebih lama dari jadwal yang ditentukan.
Bahkan Rose harus mengganti rugi pada beberapa pihak yang sudah mengikat kontrak dengan Krystal.
Meski sudah mengatakan kalau Krystal sedang sibuk dengan urusan keluarga yang tidak bisa ditinggal, mereka masih mau memakai Krystal sebagai modelnya.
"Maaf, aku sudah membuatmu repot, Kak." Krystal merasa bersalah pada Rose. Sungguh, ini semua diluar kendalinya.
Jika harus memilih, mungkin Krystal akan memilih tinggal lebih lama bersama Lio dan merawat bocah itu sampai sembuh.
"Gapapa, aku sudah menghandle semuanya. Kepulanganmu juga cukup membuatku senang karena selama satu bulan terakhir ini Nathan terus datang dan menanyakan tentangmu," ucap Rose.
"Nathan? Untuk apa?"
"Ya, alasannya kamu sudah terikat kontrak dengan perusahaannya dan dia hanya mau kamu yang jadi modelnya. Padahal ada Violet."
"Violet, siapa lagi dia?" tanya Krystal.
"Sepupu jauh kami yang selama ini tinggal di Bandung," jawab Rose.
Krystal manggut-manggut. Nama Violet serasa tidak asing baginya. Tapi, ia tidak mau memikirkan tentang itu sekarang.
"Dia tidak menanyakan aku sama sekali, Kak?" Krystal menggigit bibir bawahnya sendiri. Entah kenapa pikirannya sejak tadi terus tertuju pada Bara.
"Dia, maksudmu Bara?" tanya Rose dan Krystal pun mengangguk.
"Oh dia tentu saja–" belum selesai Rose bicara pintu ruangannya terbuka, muncullah sosok yang sedang mereka bicarakan, Bara.
"Nah, itu dia datang," bisik Rose dari seberang sana. Keduanya sekarang sedang melakukan video call.
Wajah Krystal bersemu merah. Ia bisa melihat wajah tampan suaminya dengan kacamata yang selalu bertengger di hidung mancungnya.
Senyuman Krystal hilang begitu saja saat melihat sosok perempuan yang menggandeng lengan Bara dan nampak tersenyum pada suaminya.
"Apa dia Violet?" Rose mengangguk. Ia lalu menoleh ke belakang untuk menyapa mereka berdua.
"Kalian datang? Tumben sekali?" tanya Rose pada Bara dan Violet.
"Kami baru selesai makan siang bersama. Dan Bara yang mengantarku kemari. Iya 'kan?" ucap Violet.
Bara menjawab dengan deheman. Seakan enggan menanggapi ucapan Violet. Tiba-tiba saja rasa mual itu kembali menghampirinya.
"Sedang menelfon siapa? Sepertinya kalian terlihat asik. Sampai tidak menjawab ku tadi." Violet memaksa Bara duduk di sofa begitupun dengannya yang ikut duduk di sampingnya.
"Oh, ini Krystal," jawab Rose.
"Krystal?" Bara langsung merebut ponsel sepupunya. Namun, sayangnya panggilan itu sudah lebih dulu dimatikan sepihak oleh Krystal.
"Kamu membohongiku?" tanya Bara melempar ponselnya pada Rose. Padahal Bara ingin sekali melihat wajah istrinya yang selama satu bulan ini ia rindukan.
"Untuk apa aku berbohong. Aku tadi benar-benar sedang bicara dengannya." Rose menunjukkan panggilan masuk pada Bara. "Lihat ini!"
Bara hanya menatapnya sebentar, lalu memalingkan wajah ke arah lain.
"Apa dia tidak merindukan aku? Mungkinkah aku yang terlalu merindukannya?" ucapnya namun hanya dalam hati.
Violet terlihat tidak suka melihat Bara yang tiba-tiba diam. Ia mengalihkan pembicaraan dan membahas tentang hal lain.
****
"Kenapa melamun?" tanya Tristan.
Setelah menghubungi Rose beberapa saat lalu, Krystal terus saja diam. Membuat pria berwajah oriental itu terlihat khawatir.
"Kita sudah sampai Jakarta, seharusnya kamu senang, bukan?" tanya Tristan lagi dan Krystal hanya diam, menatap keluar jendela.
"Pulang ke rumah orang tua kita, ya?"
"Terserah."
Hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Krystal. Membuat kecurigaan Tristan semakin kuat. Kalau memang ada yang sedang adiknya itu sembunyikan darinya.
Tristan merogoh ponselnya, lalu menghubungi seseorang. Tak lama, ia memasukkan ponsel itu kembali dan menyandarkan kepalanya.
"Kita lihat sampai kapan kamu akan menyembunyikannya dariku," lirihnya.
Tatapan Tristan beralih pada Krystal yang sejak tadi terlihat tidak tenang. Pria itu berdecak kesal, sudah tau akan melakukan perjalanan jauh Krystal malah memakai rok span pendek dan sepatu hak tinggi.
"Besok jangan pakai rok kurang bahan dan sepatu jelek itu! Aku tidak suka melihatnya," ketus Tristan.
"Hah? Kamu bilang apa, Kak?" tanya Krystal yang baru tersadar dari lamunannya.
Tristan melepaskan jasnya dan menaruhnya di paha Krystal. Mengerti, Krystal langsung menggaruk tengkuknya. "Maaf," lirihnya.
"Gunakan sepatu biasa saja. Aku juga tidak mau calon keponakanku kenapa-napa, mengerti?!" tekannya.
Krystal mengangguk sambil mengumpat dalam hati. Sebentar lagi, hidupnya pasti akan terasa seperti dipenjara, sama saat dirinya berada di luar negeri dan selalu diawasi oleh kakaknya itu.
"Kenapa dia jadi cerewet begini, sih!"
"Aku mendengar mu, sayang!" Tristan menepuk-nepuk pelan kepala Krystal.
"Cih, dasar posesif. Aku sumpahi kamu bucin dengan perempuan yang cara berpakaiannya lebih seksi dari aku!" gumamnya.
