Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Ia hidup menyedihkan dalam kemiskinan bersama sepasang anak kembarnya, padahal ayah dari anak-anaknya adalah orang terkaya di kotanya.
Semua bermula dari suatu malam yang nahas. Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Evan bersama Osman dan dua pria lainnya menaiki bus besar itu dan meneliti setiap penumpang. Beberapa penumpang bus pun terlihat penasaran ada apa gerangan.
“Maaf, kami mengganggu perjalanan kalian. Apakah di sini ada seorang atas nama Hanna Cabrera yang membawa sepasang anak kembar kira-kira berusia enam tahun?” tanya Osman pada seorang kondektur.
“Maaf, Tuan. Saya tidak melihat. Mungkin naik di bus lain.”
“Kau yakin ini busnya?” Sambil meneliti beberapa penumpang, Evan menatap Osman seolah menuntut jawaban.
“Saya yakin, Tuan. Nomor bus dan jam keberangkatan sesuai dengan informasi dari pihak travel.”
“Tapi kenapa Hanna tidak ada di bus ini?”
“Saya akan periksa bus-bus lainnya, Tuan.”
“Cepat lakukan dan temukan Hanna dan anak-anakku!”
__
Jadwal keberangkatan beberapa bus malam itu harus tertunda karena permintaan Evan. Mereka memeriksa semua bus yang akan berangkat keluar kota, namun tanda-tanda keberadaan Hanna tetap tidak terlihat. Pikiran_pikiran buruk mulai memenuhi benaknya.
Saat ini, mereka baru saja meninggalkan stasiun bus. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. “Osman, berapa jam perjalanan dari Amasya ke Ankara?”
“Lima jam dengan bus, Tuan.”
Evan melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Menghitung detik demi detik yang terbuang sia-sia tanpa sebuah petunjuk keberadaan Sky dan Star. “Siapkan helikopter, kita ke Ankara sekarang juga,” perintahnya tanpa pikir panjang.
“Helikopter, Tuan?”
“Iya. Kita akan tiba lebih dulu ke Ankara dan memeriksa setiap bus yang tiba.”
“Ba-baik.” Osman meraih ponsel yang berada di dalam laci dashboard, lalu menghubungi seseorang untuk mengatur jadwal keberangkatan.
Sementara itu di sebuah jalan yang gelap ...
Hampir tiga puluh menit Hanna duduk bersama Sky di sebuah halte bus setelah berhasil melarikan diri dari stasiun tanpa kecurigaan Evan dan anak buahnya. Ia memilih membatalkan keberangkatannya ke Ankara dan berencana pergi ke kota lain malam ini. Hanna mulai terlihat lelah karena sejak tadi menggendong Star.
“Mommy ... Apa masih lama?” lirih Sky mendongakkan kepala. Kakinya mulai terasa pegal.
“Sebentar lagi, Nak. Tidak lama lagi bus pasti akan lewat.”
Sky menganggukkan kepala, membuat Hanna menatap putranya iba. Rasa bersalah semakin menjalar ke hatinya. Betapa ia memberi kehidupan yang penuh perjuangan pada dua anaknya.
“Apa kau lelah?”
“Tidak, Mommy,” jawab Sky mencoba menghibur mommy-nya setelah membaca wajah sedih Hanna.
“Kalau lelah berbaringlah, Nak. Mommy akan membangunkan mu saat bus nya datang.”
Sky pun membaringkan tubuhnya di kursi panjang itu dengan menggunakan sebuah tas kecil sebagai bantal. Tangan Hanna mengulur mengusap rambut putranya. Rasa sakit seakan memaksa matanya berair, setelah mendengar bunyi dari perut Sky.
Maafkan mommy, Sky ... Star ... Hanya kehidupan seperti ini yang bisa kuberikan kepada kalian.
Tetes hujan pun mulai jatuh membasahi bumi dan semakin lama semakin deras. Hanna membuka sweater rajut dan membalut tubuh Star demi melindunginya dari udara dingin. Beruntung halte bus memiliki atap sehingga mereka aman dari hujan.
__
__
__
“Hujannya lumayan deras,” ucap Osman menatap Evan melalui kaca spion. “Tuan, apa Anda ingin saya menyiapkan sesuatu sebelum berangkat? Kita mungkin harus menunggu sampai hujan tidak terlalu deras.”
“Tidak, Osman. Aku tidak mau apa-apa.”
“Baiklah.”
Osman mengurangi kecepatan laju mobil. Hujan membuat jarak pandang berkurang. Sedangkan Evan terdiam, menatap nanar jalan-jalan di depannya. Hingga pandangannya mengarah pada sosok yang tengah duduk menunggu di sebuah halte bus yang gelap.
Bagaimana kalau Hanna sedang kedinginan di luar sana?
Evan tersadar. Detik itu juga air matanya terjatuh.
"Hentikan mobilnya!" pekik Evan membuat Osman menginjak pedal rem sehingga mobil terhenti. Evan pun menoleh ke belakang.
"Ada apa, Tuan?" tanya Osman.
Evan membuka pintu mobil dan meraih sebuah payung yang selalu tersedia di bawah jok mobil. Ia pun segera berlari ke arah halte bus. Langkahnya semakin cepat saat meyakini sosok yang tengah duduk di sana.
Dari jarak beberapa meter, ia dapat melihat seorang anak kecil berbaring di atas sebuah kursi panjang dan seorang wanita dengan satu anak di pangkuannya.
"Hanna Cabrera!" panggilnya.
Mata Hanna melebar saat mendengar panggilan itu. Kepalanya reflek mendongak. Air mata kembali berurai saat menyadari siapa yang berdiri di sana.
Perlahan laki-laki itu melangkah mendekat. Hanna menunduk dan mengeratkan pelukannya pada Star, kemudian melirik Sky yang sudah tertidur di sisinya.
Evan pun berjongkok saat telah berada di hadapan Hanna. Mengusap puncak kepala Sky hingga membangunkannya. Lalu meraih tubuh Star yang berada dalam pangkuan Hanna dan memeluknya dalam tangis.
"Kenapa kau sembunyikan mereka selama ini dariku?" lirih Evan membenamkan kecupan di wajah Star. "Dan sekarang tanpa seizin ku kau mau membawa mereka pergi?"
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku. Karena itulah aku menyembunyikan mereka."
"Tapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu bersembunyi lagi."
****
kalo zian dah hbs tu ayael