NovelToon NovelToon
Agent UnMasked

Agent UnMasked

Status: tamat
Genre:Misteri / Tamat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Roman-Angst Mafia
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter menggema di saluran komunikasi.

Aiden membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto dirinya dengan tulisan besar: TARGET: TERMINATE.

“Ini lelucon, kan?” Aiden berbisik, tapi tangannya sudah menggenggam pistol di pinggangnya.

“Bukan, Aiden. Mereka tahu segalanya. Operasi ini… ini dirancang untuk menghabisimu.”

“Siapa dalangnya?” Aiden bertanya, napasnya berat.

Carter terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Seseorang yang kau percaya. Lebih baik kau lari sekarang.”

Aiden mendengar suara langkah mendekat dari lorong. Ia segera mematikan komunikasi, melangkah mundur ke bayangan, dan mengarahkan pistolnya ke pintu.

Siapa pengkhianat itu, dan apa yang akan Aiden lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34: Rencana Aksara

Matahari mulai merangkak naik, menyinari pulau kecil yang menjadi tempat perlindungan Aksara, Oberoi, dan Aliyah. Ombak bergulung lembut di tepi pantai, membawa aroma asin yang khas. Dalam sebulan terakhir, Aksara telah pulih sepenuhnya dari luka-lukanya. Tubuhnya kembali kuat, pikirannya lebih tajam, dan tekadnya semakin bulat.

Di bawah rindangnya pepohonan, Aksara dan Oberoi sedang berlatih. Keduanya bergerak lincah, menghindar, menyerang, dan bertahan. Meski pulau ini kecil, pepohonan yang lebat memberikan mereka cukup ruang untuk mengasah ketangkasan dan kecepatan.

Aksara mengayunkan tinjunya dengan cepat, tetapi Oberoi dengan sigap menangkisnya. Mereka saling bertukar serangan, mencoba membaca gerakan masing-masing. Hingga akhirnya, Aksara berhasil mengunci pergerakan Oberoi dan menjatuhkannya ke tanah.

"Hah… kau semakin cepat," ujar Oberoi seraya terengah-engah, lalu tertawa kecil. "Sepertinya kau sudah benar-benar pulih."

Aksara mengulurkan tangan, membantu Oberoi bangkit. "Aku harus pulih lebih cepat. Aku tidak bisa berlama-lama di sini."

Dari kejauhan, Aliyah memperhatikan mereka dengan senyum kecil di wajahnya. Ia duduk di atas batu besar, menyiapkan air dan handuk untuk mereka. Sejak Aksara bangkit dari pingsannya sebulan lalu, ia selalu berada di sisinya. Tak peduli seberapa keras Aksara berlatih, Aliyah akan selalu menunggunya dengan penuh kesabaran.

Setelah selesai berlatih, mereka duduk di bawah pohon rindang. Aliyah mengulurkan air kepada Aksara, yang menerimanya dengan anggukan kecil.

"Aku sudah memikirkan ini sejak lama," ucap Aksara tiba-tiba.

Oberoi dan Aliyah menoleh.

"Apa maksudmu?" tanya Oberoi.

Aksara meneguk airnya sebelum menjawab, "Sudah waktunya kita menyusun rencana. Aku tidak bisa terus bersembunyi di sini. Aku harus kembali ke sana dan mengungkap semuanya."

Aliyah tampak cemas. "Aksara… apakah kau benar-benar yakin? Kita tidak tahu seberapa besar kekuatan mereka. Paulus bukan orang biasa."

"Aku tahu," sahut Aksara dengan suara dingin. "Tapi semakin lama aku menunggu, semakin besar kemungkinan mereka mempersiapkan sesuatu yang lebih buruk. Aku tidak bisa membiarkan ini berlarut-larut."

Oberoi menghela napas berat. "Aku setuju kau harus kembali, tapi kau tidak bisa gegabah. Kita tidak tahu seberapa kuat pertahanan mereka sekarang. Kita butuh lebih banyak informasi sebelum bertindak."

Aksara menatapnya tajam. "Apa kau punya ide?"

Oberoi mengangguk. "Aku akan kembali lebih dulu. Aku bisa mencari tahu situasi di sana, melihat pergerakan Paulus, dan memastikan kita tidak masuk ke dalam perangkap."

Aliyah langsung menatapnya tajam. "Tidak! Itu terlalu berbahaya!"

Oberoi tersenyum kecil. "Aliyah, kau tahu aku bisa mengatasinya. Aku lebih terbiasa dengan dunia bawah tanah dibandingkan Aksara. Aku bisa menyusup tanpa menarik perhatian."

Aksara terdiam sejenak. Ia tidak suka ide ini, tapi harus mengakui bahwa Oberoi punya keahlian yang bisa membantu mereka.

"Aku akan menyelinap masuk, mencari tahu sebanyak mungkin, lalu kembali ke sini," lanjut Oberoi. "Setelah itu, kita bisa menyusun rencana yang lebih matang."

Aksara mengepalkan tangannya. Ia ingin bertindak sekarang, tapi ia juga tidak ingin bertindak tanpa persiapan.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi pastikan kau tidak menarik perhatian siapa pun. Jika keadaan memburuk, segera kabur."

Oberoi tersenyum. "Aku tahu bagaimana harus bertindak."

Malam itu, mereka duduk mengelilingi api unggun kecil, membahas detail rencana dengan lebih serius. Aliyah tetap khawatir, tapi ia tidak bisa menghentikan mereka. Ia hanya bisa berdoa agar semuanya berjalan sesuai rencana.

Angin malam bertiup pelan, membawa suara deburan ombak yang samar. Aksara menatap api unggun dengan mata yang dipenuhi tekad. Ia tahu pertarungan sebenarnya baru akan dimulai.

Aliyah menggenggam tangannya, memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya malam. "Aku percaya padamu, Aksara. Tapi berjanjilah… setelah semua ini selesai, kau akan kembali dengan selamat."

Aksara menatapnya dalam. Di balik keteguhan Aliyah, ada ketakutan yang tak bisa disembunyikan.

"Aku akan kembali," ucapnya tegas.

Namun dalam hati, Aksara tahu—tidak ada jaminan bahwa semua akan berjalan sesuai rencana.

Malam semakin larut, tetapi ketiganya masih duduk di sekitar api unggun kecil, membahas rencana mereka dengan serius. Ombak yang Tenang mengiringi percakapan mereka, sementara langit malam bertabur bintang seolah menjadi saksi atas keputusan besar yang akan mereka ambil.

Aksara menatap api unggun dengan tatapan kosong, pikirannya berputar-putar memikirkan langkah berikutnya. Sementara itu, Aliyah sesekali meliriknya, ada sesuatu di dalam hatinya yang terasa hangat setiap kali ia melihat Aksara. Sejak pertama kali mereka bertemu, ia tahu bahwa lelaki ini berbeda. Ia bukan hanya seseorang yang terluka dan terjebak dalam kekacauan, tetapi juga seseorang yang memiliki tekad kuat dan hati yang penuh luka yang ingin disembuhkan.

"Aksara…" Aliyah memanggil dengan suara lembut.

Aksara menoleh, dan untuk sesaat mata mereka bertemu. Ada sesuatu dalam tatapan itu—sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kekhawatiran atau kepedulian biasa.

"Apa kau benar-benar yakin ingin kembali?" tanya Aliyah. "Kau bisa tinggal di sini, memulai hidup baru… kita bisa mencari tempat yang aman, jauh dari semua ini."

Aksara tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Aku tidak bisa, Aliyah. Aku tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang jika meninggalkan semuanya begitu saja. Aku harus menyelesaikan ini. Aku harus mengetahui kebenaran, dan yang terpenting… aku harus memastikan Paulus tidak bisa melakukan ini kepada siapa pun lagi."

Aliyah menghela napas. "Aku tahu kau akan mengatakan itu…"

Ia menundukkan kepalanya, menggenggam ujung kain selimut yang melingkupinya. Hatinya berdebar keras, ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi ada rasa takut yang menahannya.

Aksara yang menyadari perubahan raut wajah Aliyah, menatapnya lebih lama. "Aliyah, ada apa?"

Aliyah menggigit bibirnya ragu, lalu perlahan mengangkat wajahnya. "Aku hanya… aku hanya ingin kau tahu, apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu."

Jantung Aksara berdetak lebih cepat. Kata-kata itu sederhana, tapi ada makna mendalam di dalamnya.

Tanpa ia sadari, tangannya bergerak dan menggenggam tangan Aliyah yang dingin. "Aku tahu, Aliyah. Dan aku berjanji… aku akan kembali."

Angin laut berhembus pelan, membawa kehangatan yang aneh di antara mereka.

Di sisi lain, Oberoi hanya mengamati dengan seringai kecil. "Baiklah, baiklah, kalau kalian mau melanjutkan drama romantis ini, aku akan masuk dulu," katanya dengan nada bercanda.

Aliyah langsung melepaskan tangannya dengan wajah memerah, sementara Aksara hanya mendengus. "Jangan membuat ini lebih canggung, Oberoi."

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," ujar Oberoi seraya bangkit. "Aku akan bersiap untuk perjalanan besok. Kalian berdua lanjutkan saja, tapi jangan terlalu berisik, oke?"

Aliyah semakin merah padam, sementara Aksara hanya menggelengkan kepala. Saat Oberoi pergi, hanya ada mereka berdua di bawah langit malam.

"Aku akan masuk juga," gumam Aliyah, hendak berdiri.

Namun, sebelum ia bisa pergi, Aksara menarik tangannya dengan lembut.

"Aliyah…"

Aliyah menoleh, dan dalam kegelapan malam, mata mereka kembali bertemu. Ada sesuatu yang menggantung di antara mereka—sesuatu yang belum terucap, tetapi begitu jelas terasa.

Tanpa berpikir panjang, Aksara mendekat, mengecup kening Aliyah dengan lembut.

Aliyah membeku di tempatnya, jantungnya hampir melompat keluar dari dadanya. Saat Aksara menarik diri, ia masih merasakan hangatnya bibir lelaki itu di kulitnya.

"Terima kasih sudah ada di sini," bisik Aksara.

Aliyah menelan ludah, lalu tersenyum kecil. "Selalu."

Lalu, ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Aksara yang masih duduk di sana, menatap nyala api yang semakin meredup.

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan dimulai, Aksara merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keinginan untuk bertahan hidup.

Mungkin… untuk pertama kalinya, ia menemukan alasan lain untuk tetap hidup.

Namun, ia tahu—badai besar masih menantinya di depan.

Bersambung…

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.

Terima kasih.

1
Riezki Arifinsyah
met Knal Thor
Aleana~✯
hai kak aku mampir....yuk mampir juga di novel' ku jika berkenan 😊
Erik Andika: mampir di channel ku kak kalo berkenan juga
ziear: oke kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!