Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27. KABAR
Bianca yang datang berkunjung dengan banyak barang bawaan di tangan, kini menatap bingung dua orang yang seperti sedang perang dingin. Senyum sumringah wanita itu berganti menjadi rasa penasaran dengan yang sedang terjadi di rumah ini.
"Dante? Apa yang terjadi? Kenapa mereka terlihat seperti itu? Apakah mereka bertengkar?" tanya Bianca pada Dante yang sejak tadi sibuk bermain dengan Lucas.
"Lili sedang bermain perang-perangan dengan Daddy," jawab Lucas, fokus membangun menara dari balok kayu bersama Dante.
"Bermain?" Bianca semakin bingung.
Dante beringsut mendekat ke Bianca dan berbisik ke wanita itu, "Mereka bertengkar."
"Kenapa?!" Bianca terkejut ketika mendengar dua kalimat tersebut dari Dante. Bagaimana mungkin mereka bisa bertengkar, atas alasan apa sampai hal itu bisa terjadi.
"Rion membelikan Lili pakaian lengkap dengan tas dan sepatu sebanyak satu butik, perhiasan, dan juga mobil mewah. Dan Lili tidak terima semua hal itu, karena menurutnya Rion terlalu berlebihan," jelas Dante.
Bianca mengerti yang terjadi dan justru hanya tertawa kecil. Ia pikir mereka bertengkar karena hal yang besar, ternyata hal yang umum terjadi ada pasangan. Menurut Bianca hal ini justru terkesan lucu. Rion yang kurang pengalaman memanjakan perempuan, jadilah pria itu menggunakan uang sebagai cara Rion menunjukan perhatiannya, walau sepertinya ia tidak tahu batasannya. Dan Lili justru kebalikan dari Rion yang tidak terlalu tertarik dengan kemewahan. Tentu hal ini akan menjadi pemicu pertengkaran.
Tapi baik Bianca dan Dante tahu pertengkaran tersebut tidak akan lama. Buktinya Lucas saja tampak tenang melihat dua orang itu saling melemparkan silent treatment sejak berjam-jam lalu.
Rion-lah yang mengalah kali ini, kalau sebelumnya Lili yang mengalah dan menerima pemberian Rion bulan lalu berupa mobil mewah. Tentu pria itu tidak akan betah berlama-lama tanpa tanpa mendengar suara sang kekasih.
"Love, still mad at me?" tanya Rion, memeluk Lili dari belakang saat sang gadis sedang memasak makan siang.
"Ya," jawab Lili jujur, walau tidak semarah sebelumnya.
"Aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku hanya ingin membelikan kebutuhanmu sebagai perempuan, karena aku lihat kau hampir tidak pernah pergi belanja pakaian dan keperluan perempuan. Ketika kau belanja kau hanya membeli kebutuhan rumah dan kebutuhan Lucas. Padahal aku sudah bilang kau bisa beli apa pun yang kau mau tidak peduli semahal apa," kata Rion, menaruh wajahnya di ceruk leher sang gadis.
Lili menghela napas setelah mendengar penjelasan dari Rion. Ia tahu kalau pria itu bermaksud baik, hanya saja pria itu terlalu berlebihan melakukannya.
"Lagipula kau kekasihku, sudah sepantasnya aku memanjakanmu seperti ini. Kau harus membiasakan diri seperti Lorenzo," tambah Rion.
"Tapi kau berlebihan. Aku tidak mungkin memakai pakaian sebanyak itu, bahkan sepatu, tas, dan perhiasan. Kau ingin menjadikan kamarku sebagai toko? Belum lagi mobil, bulan lalu kau sudah membelikan mobil semahal itu, Rion. Aku bahkan jarang memakainya," protes Lili, bukan ia tidak berterima kasih. Hanya saja mendapatkan barang sebanyak itu dan semua adalah barang kelas atas, justru membuat Lili takut. Lagipula ia bukan tipe perempuan yang senang berbelanja dan menginvestasikan uangnya ke pakaian dan pernak-pernik fashion.
"Akan kukurangi jika ingin membelikanmu hadiah lagi. Tapi kali ini kumohon terima, oke," bujuk Rion, terdengar seperti anak kecil yang mengiba. Tahu dengan pasti kalau gadis itu tidak akan bisa menolak jika sang pria sudah seperti itu.
"Baiklah. Lain kali jika kau seperti ini lagi, aku tidak akan pernah mau menerimanya," ancam Lili.
Benar saja yang Rion pikirkan, gadis itu tidak akan bisa menolak jika Rion sudah menggunakan cara tersebut. Ia menciumi leher jenjang Lili, membuat gadis itu merinding.
"Berhenti, apa yang kau lakukan? Aku sedang memasak, dan ada Dante di luar sana." Lili mendorong Rion untuk menjauh, namun sia-sia karena pria itu memeluk sang gadis begitu erat.
"Miss you so bad today," ucap Rion yang terus menciumi leher, pundak, hingga tengkuk sang gadis.
"Aghh! Berhenti, kau membuatku merinding," protes Lili, tapi hanya disahuti tawa kecil oleh Rion karena gadis itu masih tak bisa melepaskan kukungan tangan Rion. Mematikan kompor dan memukuli lengan sang pria, walau hal itu justru membuat Rion semakin menggoda sang gadis.
"Lili?" panggil Rion, kini menatap sang gadis serius.
"Apa?" sahut sang gadis.
"Can i kiss you, Love?" tanya Rion hati-hati, tak ingin membuat sang gadis merasa tidak nyaman. Ia telah mendapati Lili tidak lagi terganggu dengan setiap sentuhan Rion, membuat pria itu memberanikan diri untuk meminta hal yang paling ia inginkan sejak lama.
Lili menatap Rion dengan rona merah di wajah, tak menyangka kalau akan mendengar pertanyaan itu di wajah pria di depannya ini. Jujur saja ia tidak yakin. Bukan karena Rion tapi karena respon tubuh Lili. Takut kalau-kalau respon tubuh gadis itu akan membuat Rion kecewa dan tidak nyaman.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Tapi biarkan aku mencobanya, biarkan aku lebih dekat denganmu lagi," ucap Rion dengan ibu jari yang mengusap lembut bibir bawah Lili.
Sebuah anggukan Lili berikan. Ia juga tidak ingin terus lari dan sembunyi dari ketakutannya seumur hidup. Tahu kalau Rion bukanlah pria-pria brengsek seperti dalam ingatannya karena masa lalu dulu. Lili juga ingin mencobanya dengan pria ini. Pria yang menjadi kekasihnya sejak bulan lalu.
Senyum pria itu merekah indah melihat anggukan Lili. Perlahan dan hati-hati ia mendekatkan wajahnya ke wajah sang gadis. Mengikis jarak yang telah lama pria itu idamkan. Ia bisa merasakan hembusan napas Lili, terlihat sekali kalau gadis itu gugup. Rion memegang kedua sisi wajah gadis itu, membuat Lili tidak mungkin untuk berpaling dari Rion sekarang.
Jantung Lili seakan ingin melompat keluar saat Rion semakin mengikis jarak. Dan napas gadis itu seakan tertahan ketika ia merasakan bibir Rion telah menempel di bibir Lili. Membuat jantungnya semakin liar berdetak.
Rion terdiam sebentar untuk melihat reaksi sang gadis, bermaksud akan berhenti jika ada indikasi Lili ketakutan atau traumanya terbangun. Namun ketika mendapati gadis itu baik-baik saja di luar rasa gugupnya, Rion langsung melumat bibir ranum tersebut. Rasanya ia ingin melahap dan meminta lebih atas akses dari bibir itu, tapi ia tahu kalau dirinya tidak boleh buru-buru. Ia menikmati setiap sentuhan dan lumatan antara bibirnya dan bibir sang gadis.
Lili pun yang semula kaku, kini ikut menikmati permainan di bibirnya. Ia mencengkeram erat pakaian Rion, mencoba untuk tetap tenang dan tidak takut.
Rion melepaskan pagutannya, menjauhkan wajah dan menempelkan keningnya di kening Lili. Senyum puas mengembang luar biasa indah di wajah pria itu. Walau tidak sepenuhnya, namun rasa haus Rion akan diri Lili kini sedikit terpenuhi.
"You know how to make me crazy, Love. Kau baik-baik saja?" Rion bertanya, takut kalau-kalau gadis itu tidak nyaman.
"Sedikit awalnya, tapi aku baik-baik saja," jawab Lili jujur.
"Syukurlah. Aku tidak ingin membuatmu takut. Aku ingin kau menikmatinya juga," ucap Rion mengecup dahi Lili dan memeluk gadis itu.
Lili melanjutkan memasaknya dibantu oleh Rion, walau kebanyakan pria itu justru membuat Lili meninggikan suara karena mengganggu atau mencuri-curi untuk memeluk atau menciumi gadis itu.
Dan begitu keduanya ke ruang tengah untuk mengajak Lucas dan Dante makan siang, terkejut saat mendapati ada Bianca yang sedang menunjukan banyak mainan untuk Lucas.
"Lihat, benar, kan. Mereka tidak akan bisa bertengkar lama. Aku bertaruh kalau Rion yang tidak tahan dan duluan bicara," ucap Dante dengan senyum lebar penuh ejekan.
"Diam kau," kata Rion.
Bianca dan Dante justru tertawa mendapati reaksi tak biasa ini dari seorang Rion yang mereka kenal. Tak menyangka kalau akan tiba hari seperti ini dimana seorang Rion Lorenzo luluh pada perempuan.
Ponsel Lili berdering ketika Rion, Dante, dan Bianca beradu argumen. Segera ia mengambil smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja.
Rion, Dante, dan Bianca terkejut ketika mendapati Lili berlari menuju ke kamarnya setelah mengangkat telepon. Mendengar Lili bicara dengan nada serius dengan orang di seberang telepon.
"Sepertinya pekerjaannya dari kantor. Dia suka seperti itu jika ada yang terjadi dengan sistem di kantor atau sistem buatannya bersama Franz," jelas Rion pada Bianca.
"Sistem?" Bianca bingung, ia belum tahu banyak tentang Lili khususnya pekerjaan Lili dan juga sehebat apa gadis itu dalam bidangnya.
"Ah, aku lupa kau belum tahu. Lili wakil ketua tim khusus IT di perusahaan utama Lorenzo," kata Rion dengan nada penuh kebanggaan atas diri Lili yang luar biasa menurutnya.
"Serius?!" Bianca luar biasa terkejut. Responnya benar-benar seperti Rion dulu ketika baru mengetahui pekerjaan gadis itu.
Dante mengiyakan ucapan Rion tentang pekerjaan Lili, kehebatan gadis itu di bidang cyber dan bagaimana bisa menempati posisi wakil ketua di perusahaan utama Lorenzo yang terkenal tempatnya para ahli dalam semua bidang.
"RION?!"
Suara panggilan Lili dari kamarnya, membuat ketiga orang yang asyik membicarakan pekerjaan Lili langsung menoleh ke arah kamar sang gadis.
Dengan cepat Rion menuju ke kamar sang gadis, mencari tahu kenapa gadis itu memanggilnya dengan nada tinggi seperti itu.
"Ada apa, Sayang?" tanya Rion saat ia memasuki kamar gadis itu. Melihat Lili duduk di depan meja kerjanya, dengan komputer-komputer aktif dalam pekerjaan yang sedang gadis itu kerjakan.
"Aku menemukan mereka," ucap Lili melihat Rion.
"Siapa?" Rion bingung dan melihat ke layar komputer, kemudian membelalakan mata tidak percaya. "Si kembar? Kau menemukan keberadaan si kembar?!"
Lili mengangguk dan tersenyum kepada Rion. Karena setelah usaha keras Lili selama lebih dari satu minggu, kini membuahkan hasil, walau masih belum pasti seratus persen dengan yang ia dapatkan.
"Apa maksud kalian? Menemukan di kembar? Bagaimana bisa?"
Lili dan Rion menoleh ke arah pintu, mendapati Bianca dengan wajah tidak percaya karena mendengar percakapan Lili dan Rion barusan.
"Arthur dan Arabella. Aku menemukan keberadaan mereka, Bianca," kata Lili dengan senyum kalau dirinya tidaklah bercanda.
Dalam diri yang masih mencerna ucapan Rion dan Lili, air mata menuruni wajah Bianca. Kalimat yang Lili ucapkan tadi adalah kalimat yang paling Bianca tunggu sejak amat sangat lama. Dirinya yang merasa telah kehilangan harapan seketika langsung diberikan jalan keluar yang tidak pernah ia duga.
yang banyak
bunga mawar merah untuk mu😅🥰