Li Shen, murid berusia 17 tahun dari Sekte Naga Langit, hidup dengan dantian yang rusak, membuatnya kesulitan berkultivasi. Meski memiliki tekad yang besar, dia terus menjadi sasaran bully di sekte karena kelemahannya. Suatu hari, , Li Shen malah diusir karena dianggap tidak berguna. Terbuang dan sendirian, dia harus bertahan hidup di dunia yang keras, mencari cara untuk menyembuhkan dantian-nya dan membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar seorang yang terbuang. Bisakah Li Shen bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan menuju kekuatan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chp 5
Setelah enam bulan di hutan, Li Shen akhirnya memutuskan untuk keluar dan menuju kota terdekat. Dengan tubuh yang telah terlatih dan kekuatan baru di dantiannya, ia melangkah penuh keyakinan. Suara langkah kakinya terdengar di jalan setapak yang sunyi. Pohon-pohon di sekitar mulai jarang, menandakan ia semakin dekat ke peradaban.
Namun, ketika ia melewati sebuah tikungan, beberapa sosok muncul dari balik semak-semak. Suara desing anak panah terdengar ketika salah satu dari mereka menembakkan panah ke tanah di depan Li Shen.
"Berhenti di sana, bocah!" teriak salah satu pria besar dengan pedang besar di tangannya. Ia mengenakan baju kulit usang, wajahnya penuh bekas luka.
Li Shen berhenti, matanya menyipit. Ada lima orang, semuanya bersenjata. Mereka tertawa dengan sinis sambil mendekatinya.
"Apa yang kau bawa, hah? Serahkan semuanya, atau kau tidak akan keluar dari sini hidup-hidup," kata pria lain dengan belati panjang, menjilat bibirnya seolah Li Shen adalah mangsa empuk.
Li Shen terdiam sesaat, tatapannya dingin. Ingatan tentang ayahnya yang tewas di tangan bandit kembali membanjiri pikirannya. Suara jeritan samar dari masa lalu seolah bergema di kepalanya, membuat amarahnya membara.
"Bandit..." gumamnya dengan nada rendah, penuh kebencian. "Kalian semua adalah sampah yang pantas dimusnahkan."
Pria besar itu tertawa keras. "Berani sekali anak ingusan ini! Kau pikir bisa melawan kami? Hajar dia!"
Salah satu bandit menerjang dengan kapak kecil, namun Li Shen menghindar dengan mudah. Suara angin berdesir terdengar saat ia berputar dan menghantam perut pria itu dengan pukulan kuat yang dipenuhi energi spiritual. Suara tulang retak menggema ketika bandit itu terlempar dan jatuh tak bergerak.
"Apa?!" Bandit lainnya terkejut, tetapi mereka tak mau mundur. Dua orang menyerang bersamaan.
Li Shen melompat ke belakang, menghindari serangan mereka. Dengan kecepatan luar biasa, ia meraih tangan salah satu bandit dan memutarnya hingga terdengar "Krak!" jeritan bandit itu menggema. Sebelum yang lain bisa bereaksi, Li Shen mengayunkan tendangan ke dada bandit berikutnya, membuatnya terlempar ke pohon.
"Mundur! Dia bukan manusia biasa, dia kultivator!" teriak salah satu bandit, panik.
Namun, Li Shen tidak peduli. Dengan ekspresi dingin, ia menghancurkan lawan-lawannya satu per satu, tanpa ampun. Darah mulai membasahi tanah, "Srak... srak..." terdengar saat langkahnya mendekati pria terakhir yang masih hidup.
Bandit terakhir, yang merupakan pemimpin kelompok itu, gemetar sambil memegang perutnya yang terluka. "Ampuni aku... aku hanya mengikuti perintah...!"
Li Shen meraih kerah pria itu dan menariknya mendekat. "Di mana markas kalian?" tanyanya dengan nada dingin, matanya tajam seperti pisau.
Pria itu tersedak, tergagap menjawab, "Di... di gua di sisi tebing... sekitar setengah hari perjalanan ke barat... Tolong, aku sudah memberitahumu!"
Li Shen melepaskan pria itu, membuatnya terjatuh ke tanah. Namun, sebelum bandit itu bisa bernapas lega, Li Shen mengangkat tangannya dan menghantamkan pukulan terakhir ke kepala pria itu. "Krak!" Bandit itu langsung tewas seketika.
Ia berdiri di tengah mayat para bandit, napasnya terengah-engah. Tangan dan pakaiannya berlumuran darah, tetapi ekspresinya tetap datar.
Langit mulai meredup saat Li Shen tiba di mulut gua yang disebutkan oleh bandit terakhir. Gua itu terletak di sisi tebing curam, dengan pintu masuk yang gelap dan dingin. Dua bandit berjaga di depan, masing-masing memegang pedang. Mereka tertawa kecil, tidak menyadari bahaya yang mendekat.
Tanpa sepatah kata, Li Shen bergerak cepat. Dalam satu gerakan, ia mendaratkan tendangan ke salah satu bandit, menghantam perutnya hingga pria itu tersungkur, tidak sempat bersuara. Bandit lainnya terkejut dan mencoba menyerang, tetapi Li Shen memutar tubuhnya, menangkap pergelangan tangan pria itu, dan memelintirnya hingga terdengar suara tulang patah.
"Aghhh!" teriak bandit itu, sebelum Li Shen menyelesaikannya dengan pukulan keras ke tenggorokan, membuatnya ambruk seketika.
Di Dalam Gua
Li Shen melangkah masuk, pandangannya tajam. Gua itu dipenuhi oleh cahaya redup dari obor yang tergantung di dinding. Beberapa bandit sedang duduk di sekitar meja, tertawa dan bermain dadu.
"Siapa di sana?" salah satu dari mereka berseru ketika melihat bayangan Li Shen.
Namun, sebelum ada jawaban, Li Shen bergerak. Ia menghantam kepala pria pertama dengan tangan kosong, membuatnya pingsan dalam satu pukulan. Bandit lainnya segera bangkit, menghunus senjata mereka.
"Bunuh dia!" teriak salah satu bandit.
Pertarungan dimulai. Li Shen, meski tanpa senjata, menggunakan kecepatan dan kekuatan fisiknya yang telah ia latih selama enam bulan terakhir. Dia menghindari tebasan pedang, melompat ke samping, lalu memukul dada salah satu bandit dengan pukulan penuh tenaga. Bandit itu terlempar ke dinding gua, tak sadarkan diri.
Bandit lain mencoba menusuknya dari belakang, tetapi Li Shen menangkap bilah pedang itu dengan tangan kosong, energi spiritual di tubuhnya melindungi kulitnya dari luka serius. Dengan satu tarikan kuat, ia merebut pedang itu dan menggunakannya untuk menyerang balik.
Dalam waktu singkat, tiga bandit lainnya sudah terkapar di tanah.
Dari dalam gua terdengar suara berat. "Siapa yang berani membuat kekacauan di tempatku?"
Seorang pria bertubuh besar muncul, mengenakan baju kulit tebal dengan pedang besar di tangannya. Matanya menyala dengan energi spiritual, menunjukkan bahwa dia seorang kultivator di ranah dasar.
"Kau yang membunuh anak buahku, bocah?" tanyanya, suara penuh ancaman.
"Mereka hanya sampah," jawab Li Shen dingin. "Sekarang giliranku menghabisimu."
Pria itu tertawa keras. "Berani sekali! Lihat apakah tubuhmu mampu menahan pedangku ini!"
Pemimpin bandit itu maju dengan langkah berat, mengayunkan pedangnya yang bersinar dengan energi spiritual. Tebasannya menghasilkan desingan keras saat meluncur ke arah Li Shen.
Li Shen menghindar dengan gesit, memutar tubuhnya ke samping. Tebasan itu menghantam tanah, menciptakan retakan kecil di lantai gua. Li Shen balas menyerang, melompat maju dengan pedang di tangannya, tetapi pemimpin bandit itu mengangkat pedangnya untuk menangkis.
"Clang!" suara logam bertemu logam terdengar saat kedua pedang berbenturan. Energi spiritual dari pedang besar itu membuat Li Shen terdorong mundur beberapa langkah.
"Kau memang kuat untuk anak muda," kata pemimpin bandit itu. "Tapi aku sudah bertarung lebih lama dari usiamu!"
Pria itu menyerang lagi, kali ini lebih cepat dan lebih ganas. Tebasannya terus menghujani Li Shen, memaksa pemuda itu menghindar dan bertahan. Namun, Li Shen tidak gentar. Ia menunggu celah, dan ketika pria itu mengayunkan pedangnya terlalu lebar, Li Shen melompat maju, menendang lututnya dengan keras.
"Aghh!" pemimpin bandit itu berteriak kesakitan, kehilangan keseimbangan. Li Shen tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia menebaskan pedang ke lengan pria itu, membuatnya menjatuhkan senjatanya.
Pria itu berlutut, terengah-engah, darah mengalir dari lukanya. Li Shen mendekatinya dengan tatapan dingin.
"Aku akan memberimu satu kesempatan untuk bicara," katanya. "Kenapa kalian membunuh orang tak bersalah di jalan?"
Pemimpin bandit itu tertawa kecil meski kesakitan. "Kau pikir dunia ini peduli pada orang lemah? Hanya yang kuat yang bertahan hidup..."
"Kalau begitu, kau cukup lemah untuk mati," jawab Li Shen tanpa ragu.
Dengan satu tebasan cepat, dia menghabisi pria itu, mengakhiri hidupnya tanpa belas kasihan. Bandit terakhir telah mati, dan gua itu sekarang sunyi.
Setelah memastikan semua bandit, termasuk pemimpinnya, telah mati, Li Shen berdiri di tengah gua. Ia menarik napas panjang, merasakan bau darah bercampur dengan hawa lembap di udara. Pandangannya menyapu ruangan, menemukan tumpukan kantong berisi koin emas, perak, dan beberapa perhiasan yang tersebar di salah satu sudut gua.
"Setidaknya mereka tidak hanya merampok orang untuk membunuh," gumamnya dingin sambil berjalan menuju tumpukan itu.
Ia memeriksa isi kantong satu per satu, memastikan apa saja yang berguna. Selain koin dan perhiasan, ia juga menemukan beberapa gulungan kertas peta, senjata, dan benda-benda kecil lainnya yang sepertinya tidak terlalu penting.
Namun, sesuatu di dalam kotak kecil di bawah meja menarik perhatiannya. Kotak itu terbuat dari kayu hitam dengan ukiran halus, tampak lebih mewah daripada barang lain di sekitar gua.
Ketika Li Shen membukanya, di dalamnya terdapat sebuah pil bulat berwarna ungu tua yang memancarkan aroma tajam namun segar.
"Pil energi spiritual?" gumamnya, matanya menyipit. Pil itu adalah barang berharga yang biasanya hanya dimiliki oleh kultivator kaya atau sekte besar.
Ia menggenggam pil itu erat. "Ini akan sangat membantu," katanya.
Setelah memastikan tidak ada barang lain yang berguna, Li Shen mengambil beberapa kantong emas dan perak, memasukkannya ke dalam tas kecil yang ia temukan di gua. Sisanya ia biarkan di sana, karena terlalu berat untuk dibawa.
Keluar dari gua, malam telah menyelimuti langit. Bulan setengah purnama bersinar di atas, memberikan cahaya lembut di jalanan berbatu yang membentang menuju kota terdekat. Li Shen berjalan dengan langkah tenang namun waspada, pedang hasil rampasan dari salah satu bandit tergantung di pinggangnya.
Hutan di sekitarnya mulai terasa sepi, hanya suara dedaunan bergemerisik yang terdengar ketika angin bertiup. Sesekali, suara binatang malam menggema, tetapi Li Shen tidak terganggu. Setelah enam bulan bertahan hidup di hutan, ia sudah terbiasa dengan kegelapan dan bahaya yang mengintai.
Tiba di Kota....
Saat fajar mulai menyingsing, Li Shen tiba di gerbang sebuah kota kecil. Dinding kayu yang kokoh mengelilingi kota itu, dengan dua penjaga bersenjata tombak berdiri di depan pintu gerbang.
"Berhenti! Apa tujuanmu ke sini?" salah satu penjaga bertanya dengan nada curiga.
Li Shen mengeluarkan sekeping perak dari kantongnya dan melemparkannya ke penjaga itu. "Aku hanya ingin beristirahat. Uang ini cukup untuk masuk, kan?"
Penjaga itu menangkap koin perak itu, memeriksanya sebentar, lalu mengangguk. "Baiklah, masuklah. Tapi jangan buat masalah."
Li Shen melangkah masuk ke dalam kota. Jalanan mulai dipenuhi pedagang yang menyiapkan dagangan mereka. Suara orang-orang berteriak menawarkan barang dagangan terdengar di mana-mana, menciptakan suasana ramai yang kontras dengan sunyinya perjalanan Li Shen sebelumnya.
Li Shen menemukan sebuah penginapan kecil dengan papan kayu bertuliskan "Burung Perak" di depan. Ia masuk, disambut oleh bau sup hangat dan kayu yang terbakar di perapian.
"Kamar untuk satu malam," katanya kepada pemilik penginapan, seorang wanita paruh baya yang tersenyum ramah.
"Itu dua keping perak, Nak," jawab wanita itu.
Li Shen meletakkan uangnya di meja, lalu menerima kunci kamar.
Setelah masuk ke kamarnya, ia duduk di atas kasur keras namun bersih. Pandangannya tertuju pada pil ungu di tangannya.
"Waktunya untuk naik ke tingkat berikutnya," gumamnya sebelum mulai bermeditasi, mempersiapkan tubuhnya untuk menyerap energi dari pil itu.
gq nyqmbung bahasa bart nya..
pantas ga ada yg baca