Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Bukan Anisa namanya kalau tidak mengancam. Setelah mengadukan semuanya kepada kyai Rofiq, Anisa langsung bergegas menemui Bu Desi. Dirinya mengancam Bu Desi dengan berbagai cara agar wanita paruh baya itu mau membungkam mulutnya rapat.
Untungnya Bu Desi tidak takut dengan ancaman Anisa, bahkan Bu Desi terkesan tidak peduli sama sekali. Dia bersikukuh ingin tetap menceritakan kejadian yang sebenarnya sesuai dengan apa yang dirinya ketahui, tanpa ada sedikitpun yang dia sembunyikan.
"Saya tidak peduli Ning, saya tetap akan menceritakan semua kejadian tadi kepada Kyai Rofiq. Saya tidak takut dengan ancaman Ning Anisa. Saya bahkan rela jika memang harus keluar dari sini, saya tidak akan pernah menutupi kebenaran." Ucap Bu Desi dengan berani. "Soal ancaman Ning yang ingin memecat saya, silahkan. Saya masih bisa mencari pekerjaan ditempat lain. Saya tidak mau berkerja dengan hati yang was-was."
Anisa mengepalkan kedua tangannya, tidak menyangka jika wanita paruh baya itu tidak takut dengan ancaman nya. Tapi dirinya masih punya cara untuk membungkam mulut wanita itu.
"Baiklah kalau begitu, kita saja lupakan ancaman tadi, anggap saja saya tidak pernah mengancam Bu Desi. Tapi saya mau kamu bekerja sama saya,"
Bu Desi tersenyum kecil, "Kerja sama?"
"Tentu. Saya ingin kita berkeja sama saling menguntungkan satu sama lain, simbiosis mutualisme. Kamu dapat uang, saya dapat apa yang saya mau. Bagaimana?" Tawar Anisa pada Bu Desi, sama seperti yang pernah dia lakukan pada ustadzah Nurma tempo lalu saat ummi Zulfa dinyatakan stroke.
"Oh ya? Kalau begitu saya mau, tapi saya mau uang yang banyak."
Anisa tertawa kecil, tidak menyangka hanya segampang itu menyogok seseorang. Yang tadinya dia pikir sangat sulit bernegosiasi dengan Bu Desi, tapi ternyata tidak sama sekali. Sama dengan yang lainnya, wanita itu butuh uang.
"Berapapun yang kamu mau sebutkan, saya akan kasih. Yang penting, saat Kyai Rofiq atau pun suami saya bertanya tentang kejadian sebenarnya, saya mau kamu menjawab sesuai dengan apa yang sudah saya katakan sama kamu." Ucap Anisa tersenyum puas. Kalau begini dirinya akan tetap aman, dan Sheyza si parasit itu akan dikeluarkan dari pondok pesantren ini.
"Tapi saya matre loh Ning. Saya mintanya banyak, yakin Ning Anisa mau kasih?"
"Apa maksud kamu? Kamu pikir saya orang nggak punya? Uang saya banyak, bukan seperti kamu miskin!"
Dihina seperti itu, tentu Bu Desi marah. Semiskin-miskinnya Bu Desi, dia tidak pernah menukar harga dirinya sendiri dengan uang.
"Baiklah kalau begitu. Ning Anisa tunggu saja, saya pastikan Ning Anisa nangis darah karena saya akan menceritakan yang sebenarnya kepada Kyai Rofiq dan Gus Arzan tanpa ada yang saya tutup-tutupi." Setelah mengatakan itu, Bu Desi langsung pergi meninggalkan Anisa yang memanggil-manggil namanya heboh.
***
Setelah mengetahui keadaan Sheyza baik-baik saja, Arzan meminta sang adik untuk menemani istrinya itu. Tentu Nabila tidak menolak permintaan sang Abang. Dengan senang hati Nabila menemani kakak ipar terbarunya.
Arzan memutuskan untuk pulang sebentar. Dia ingin menyelesaikan urusannya dengan Anisa yang sedang ada di rumah. Tidak mungkin Arzan membiarkan begitu saja Anisa yang sudah melakukan tindak kekerasan.
Sesampainya di ndalem, Arzan langsung mencari keberadaan Anisa. Dia menemukan Anisa sedang bersantai di kamar mereka. Arzan bahkan tidak menemukan raut wajah bersalah sama sekali di dalam diri Anisa.
"Mas," Anisa terkejut mendapati sang suami tiba-tiba masuk ke kamar. Dia buru-buru bangkit dari ranjang, menghampiri sang suami langsung memeluknya.
"Mas tolong dengerin aku dulu. Semua yang mas lihat itu tidak seperti apa yang mas pikirkan. Mas salah paham," ucap Anisa sambil menangis didalam pelukan Arzan. Matanya dia buat sesembab mungkin agar suaminya percaya dengan apa yang dirinya ucapkan. Hanya ini satu-satunya cara agar suaminya percaya, karena pembantu tua itu tidak bisa diajak kerjasama.
"Sheyza itu perempuan nggak benar mas. Pasti dia pura-pura jatuh supaya tidak marah sama aku. Dia lakuin itu supaya aku sama kamu pisah. Tapi aku tidak mau pisah sama kamu, aku cinta sama kamu mas," lanjut Anisa. Dia melepaskan pelukannya saat sang suami hanya diam tak mengatakan apapun.
"Mas,"
Arzan menatap Anisa dingin. "Bu Desi sudah menceritakan semuanya. Dia adalah saksi mata bagaimana kamu menyiksa seseorang dengan begitu brutalnya. Kamu dengan sengaja mendorong tubuh Sheyza! Dimana hati nurani kamu Anisa? Kenapa kamu bisa sekasar itu dengan orang lain?!" Desis Arzan marah, dirinya benar-benar emosi dengan kelakuan Anisa. Bagaimana bisa istrinya bertindak kriminal seperti itu.
"Apa yang kamu lakukan itu sudah termasuk tindakan kriminal Anisa. Apalagi kamu hampir membunuh nyawa seseorang. Ralat, bukan hanya satu nyawa tapi ada dua nyawa sekaligus yang hampir melayang karena kamu. Jadi, kamu harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan kamu!"
Anisa yang tadinya menangis langsung menatap tajam ke arah suaminya. "Mas nyalahin aku? Sungguh?" Tanya Anisa tertawa kecut. "YA AKU MEMANG SENGAJA MELAKUKAN ITU SAMA SHEYZA!! Tapi apa Mas nggak sadar, ini semua juga salah mas! Mas yang salah karena selingkuh dengan Sheyza!! Aku hanya seorang istri yang sakit hati karena suaminya selingkuh! Apa sekarang aku salah??! Apa kamu puas mas? Kamu udah nyakitin hati aku! Bahkan di depan ummi Zulfa pun kamu berani cium Sheyza?!!"
Deg
Tubuh Arzan menegang, tidak disangka Anisa melihat kejadian itu.
Anisa terkekeh miris, tidak menyangka suaminya yang alim bisa berbuat seperti itu. "Kenapa diam mas? Apa yang aku katakan benar?? Kamu jahat mas! Kamu keterlaluan!!" Anisa memukul-mukul tubuh Arzan dengan kuat, melampiaskan semua emosinya.
Tubuh Arzan membeku melihat betapa hancurnya Anisa. Rasa bersalah langsung hinggap dalam dirinya.
"Kalau aku harus bertanggung jawab atas perbuatan yang aku lakukan, kamu juga harus mas. Karena ini semua salah kamu!! Kamu yang membawa aku ke dalam kehidupan kamu, tapi kamu juga yang menghancurkan kehidupan aku. Hiks, kamu jahat mas! Apa salah aku sama kamu?!"
Arzan memejamkan kedua matanya, tak tega melihat istri pertamanya hancur seperti ini. "Maaf Anisa,"
"Maaf? Apa maaf bisa mengembalikan semuanya?? Maaf itu tidak berarti lagi untuk aku mas."
Arzan bingung harus melakukan apa. "Sebenarnya mas sudah menikah dengan Sheyza, dan itu sudah beberapa bulan yang lalu."
Deg
Tubuh Anisa hampir limbung mendengar pengakuan suaminya. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya tercekat di tenggorokan. Hatinya seperti diremas-remas mendengar fakta yang baru saja diungkapkan oleh suaminya.
"Mas?"
"Dan anak yang dikandung Sheyza, itu anak mas."
Deg
Semakin hancur hati Anisa. Tangis Anisa langsung menggema di seluruh sudut kamar.