Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melihat Alexander Monoarfa
Setelah ngga nyampe setengah jam menenangkan dirinya, Rihana bermaksud kembali ke ruangannya lagi. Meneruskan pekerjaannya yang tadi tertunda karena perasaan sentimentilnya.
Tapi gimana cara mengatasi perasaan sentimentilnya yang selalu muncul jika melihat atau berdekatan dengan Pak Dewan Iskandardinata. Air mata ngga tau malunya selalu saja mengalir tiada henti.
Ngga mungkin, kan, dia rindu pada laki laki yang membuangnya dan mamanya?
Tuh, kan, hatinya sedih lagi.
Rihana membuang nafasnya perlahan.
Dia ngga boleh melupakan tujuannya bekerja. Rihana pun membayangkan wajah ibu panti dan adik adiknya yang pasti akan senang jika dia berhasil menaklukan pekerjaannya di sini. Pasti adik adiknya akan sangat senang jika nanti setelah gajian mereka akan mendapat pakaian, tas dan sepatu baru. Sudah cukup lama mereka mengenakan yang lama. Pasti jika saat itu tiba, mereka akan sangat gembira dan bahagia.
Memikirkan sampai ke sana membuat hati Rihana mengembang karena bahagia. Mungkin dia bisa mengatasi kesedihan dan keterpurukannya jika selalu mengingat niat awalnya yang ingin membahagiakan ibu dan anak anak panti. Juga yang membantu Bu Saras mengurus panti.
"Kamu sakit apa?" tanya Winta dan Puspa menyambutnya ketika dia memasuki ruangannya. Beberapa seniornya juga menatapnya khawatir.
"Sakit perut tiba tiba. Mungkin nervous karena Pak Bos dekat banget di kubikelku," jawab Rihana berdusta dengan memberikan alasan yang cukup masuk akal.
"Bener juga, sih. Tadi aku juga deg degan," sahut Winta jujur.
"Mungkin karena kita anak baru. Padahal Pak Bos biasa aja," kekeh Puspa pelan.
Winta dan Puspa melebarkan senyum mereka
Harusnya dia juga bisa merasa begitu jika Pak Bosnya bukan orang yang telah membuangnya dan mamanya, batin Rihana miris.
Tapi Rihana kembali membayangkan wajah Ibu panti dan adik adiknya. Ternyata manjur. Kesedihannya sedikit berkurang.
"Ayo. Kita lanjut kerja lagi. Nanti ditegur Bu Zerina," kata Winta mengingatkan.
"Okeh," sahut keduanya berbarengan dan segera masuk ke kubikel masing masing.
Beberapa senior mereka hanya tersenyum melihat keakraban ketiga pegawai baru itu. Mereka jadinya mengingat momen momen manis saat mereka pertama kali diterima dan bekerja di perusahaan ini.
Ketika Rihana sedang berkonsentrasi di kubikelnya, pintu ruangan Bu Zerina terbuka Cukup lama juga para petinggi itu berada di sana.
"Kamu sudah baikan?" tanya Dewan begitu melihat Rihana sudah bekerja lagi di kubikelnya.
Dari tadi dia cukup mengkhawatirkan keadaan gadis itu. Tapi saat melihatnya baik baik saja, hatinya merasa sangat lega.
Dewan pun ngga tau kenapa.dia jadi sensitif dengan pegawainya. Padahal dia ngga pernah merasa begitu selama ini. Tapi ada sesuatu di dalam diri Rihana yang mengusik pikirannya.
Tatap mata saat pertama kali Rihana melihatnya yang seakan menuntutnya atas tuduhan yang sama sekali dia ngga ngerti. Tatapan yang sangat tajam yang menuduhnya atas kesalahannya yang sangat besar dan juga air mata kesedihannya. Semua itu mengundang banyak tanya. Dia butuh jawaban.
"Sa saya baik, pak," gugup Rihana yang ngga pernah menyangka akan mendapatkan pertanyaan yang mengandung perhatian cemas padanya.
Kembali Rihana menghadirkan wajah ibu panti dan adik adiknya untuk menghentikan tindakan melankolisnya. Dan cara itu sedikitnya berhasil membuatnya agak tenang.
"Syukurlah kalo begitu," jawab Dewan lega. Setelah tersenyum tipis, Dewan pun pergi bersama dua orang stafnya. Kekhawatiran yang menggumpal di dadanya lenyap sudah
Kembali Dewan merasa aneh dengan dirinya.
Rihana menghembuskan nafas lega.
Syukurlah air matanya ngga tumpah walau dadanya sudah terasa sangat sesak. Dia cukup berhasil menahannya. Tapi tetap saja degup jantungnya ngga normal saat melihat dan mendengar suara Pak Dewan.
*
*
*
Mereka bertiga kembali makan siang bersama
"Maaf, ya, kemarin kita ngga nungguin kamu," ucap Milfa ketika melihat Rihana. Suaranya terdengar agak ngga enak.
"Aku juga minta maaf," sambung Ratna dan Rukma bersamaan.
"Ngga apa apa," jawab Rihana dengan mengulas senyum tipisnya yang langsung dibalas mereka.
"Tadi kalian ke lapangan?" tanya Seli sambil menatap Agus dan Yadi yang sedang menikmati makanannya.
"Iya," sahut Agus.
"Pasti panas banget, ya," komentar Winta karena melihat wajah Agus dan Yadi yang masih kemerahan karena sengatan matahari.
"Pake sunblock, dong. Biar cowo, wajib pake aja," senyum Milfa.
'Udah. Tapi tadi memang panas banget, ya, Yad," sahut Agus sambil menatap Yadi minta dukungan.
"Iya."
"Mungkin spf nya kurang gede," Puspa ikut berkomentar.
"Kita memang harus ganti merek sunblock kayaknya," jawab Yadi kalem.
Yang perempuan tertawa kecil mendengarnya. Sementara para laki laki hanya tersenyum.
"Di lapangan memang panas banget. Beda kalo di dalam, ac nya dingin," lanjut Dino.
"Nasiblah. Tapi bonus kita lumayan gede lhoo....," kata Agus membocorkan.
"Segede resikonya," kekeh Dino pelan. Agus dan Yadi juga ikut tertawa.
"Paling bete tuh ngurusin pajak," omel Rukma yang dari divisi perpajakan.
Ardi yang satu divisi dengannya ikut tertawa.
Memang mumet, batinnya merespon.
"Aku di bagian keuangan deg degan kalo ngecek pengeluaran perusahaan," timbrung Seli.
"Takut salah, ya. Padahal ini, kan termasuk perusahaan yang sangat besar," sambung Milfa yang satu divisi demgan Selly.
"Untung bosnya baik. Cantik lagi," timpal Ratna.
'Bos kita juga baik, ya, Win," komen Puspa
"Syukurlah kalian dapat bos bos yang baik," komen Bagas yang sedari tadi diam.
"Iya," sahut yang perempuan bersamaan. Kemudian melanjutkan menghabiskan makanan mereka.
"Eh, laki laki itu siapa?" ganteng banget," bisik Seli pelan pada Rukma
"Ngga kenal. Tapi memangnya ganteng," Puspa balas berbisik pelan, dia menahan tawanya.
"He eh."
Kini perhatian mereka teralihkan, khususnya yang perempuan, menatap dengan penuh pancaran kagum. Sepasang mata mereka tertuju pada dua orang laki laki tampan yang baru saja melewati pintu masuk kantin.
Tapi yang satunya lebih menonjol ketampanannya.
"Itu, kan anaknya bos Merapi Steel? Alexander Monoarfa," kata Bagas memberi tau
DEG
Jantung Rihana rasanya mau copot mendengarnya. Untung saja dia ngga terbatuk.
Kini perhatiannya pun tertuju pada keduanya, seperti teman temannya yang lain.
Rihana hampir menutup mulutnya ketika benar benar melihat Alexander Monoarfa. Bahkan dia pun tau yang berada di sebelah Alexander. Karena mereka berdua temannya waktu SMA.
Hati Rihana berdesir, antara bahagia melihat lagi Alexander dan sedih karena merasa semakin ngga berarti apa apa.
Tadi teman barunya mengatakan kalo Alexander anak dari Merapi Steel. Jelas Alexander anak konglomerat ternama, karena setahunya perusahaan itu sudah go public.
Tentu yang akan menjadi kekasihnya pastilah yang setara dengannya, dan memiliki garis keturunan yang baik.
Sedangkan dia, papanya pun baru dia ketahui ternyata benar ada. Dan yang paling menyedihkan, papanya pun ngga menganggap dirinya. Dia adalah aib yang ngga akan mungkin bisa berharap banyak dengan Alexander.
Rihana pun menundukkan kepalanya semakin dalam sambil mengaduk aduk baksonya yang tinggal sedikit lagi.
Sementara teman temannya masih sibuk mengobrol dengan tema Alexander Monoarfa yang sangat tampan dan kaya raya.