Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhEnam
Ruangan yang tadinya penuh dengan kegembiraan kini berubah menjadi tegang. Semua tamu yang hadir terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Pertunangan yang seharusnya menjadi awal dari hubungan resmi Enzio dan Viona kini berantakan begitu saja.
Dan yang lebih mengejutkan, Anna kini menyadari sesuatu yang selama ini tersembunyi darinya. Laras, adalah ibu kandung Viona.
“Ini tidak mungkin!” gumam Anna.
Yang membuat situasi semakin kacau adalah kenyataan bahwa Laras juga merupakan buronan polisi dan seseorang yang selama ini berusaha menghindari hukum.
Anna tercengang. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi yang sulit dijelaskan.
Sementara itu, Viona menatap Enzio dengan tatapan marah dan kecewa.
“Apa maksudmu bicara seperti itu, Zio?” suaranya bergetar. “Ibuku bukan pembunuh! Dia wanita baik!”
Enzio tetap berdiri tegap di tempatnya, ekspresinya dingin namun matanya menyimpan kemarahan yang selama ini tertahan.
Dia menggeleng pelan, lalu tersenyum kecut. “Ini kenyataan yang harus kamu terima, Viona,” katanya tegas.
Viona menggeleng keras, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. “Tidak… Ini pasti hanya fitnah! Kamu sengaja melakukan ini demi gadis kampung itu kan?” ucapnya, menunjuk Anna.
“Cukup! Anna tidak ada hubungannya semua ini!” potong Enzio cepat. “Aku mendekatimu hanya untuk menyelidiki kebenaran atas siapa pembunuh nenek! Jadi berhenti menyalahkan Anna!”
Terdengar suara tersentak dari beberapa tamu yang berbisik-bisik.
Viona membelalakkan mata. “Apa?” ucapannya nyaris tak percaya.
Enzio mengepalkan tangannya, matanya memerah menahan emosi.
“Kakekku menghembuskan napas terakhirnya dan berpesan untuk menemukan siapa sudah pembunuh nenek,” ucap Enzio. “Dan setelah sekian lama, akhirnya aku menemukannya. Pembunuh itu adalah ibumu sendiri, Laras!”
Ruangan kembali sunyi. Adrian, yang sejak tadi diam, kini terduduk lemas. Ia menatap Laras dengan ekspresi tak percaya.
Jadi, istri dari Bram—rekan bisnisnya—adalah Laras? Wanita yang dulu pernah menikah dengannya?
Kania segera mendekati suaminya dan menggenggam tangannya. “Mas…” bisiknya, berusaha menenangkan.
Adrian menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. “Aku baik-baik saja, Sayang,” katanya pelan, meskipun matanya tetap menatap Laras dengan sorot tajam.
Laras sendiri hanya bisa berdiri membeku di tempatnya. Wajahnya pucat, kakinya terasa lemas.
Keinginannya untuk kabur semakin kuat, tapi tangan Viona menahannya.
“Jangan pergi, Ma!” suara Viona bergetar, penuh dengan luka. “Katakan kalau semua ini tidak benar! Katakan kalau Mama bukan buronan yang kabur dari kejaran polisi! Katakan kalau Mama perempuan baik-baik!”
Laras menatap Viona, matanya berkaca-kaca. Ia ingin mengatakan sesuatu untuk membela dirinya, tapi suaranya tercekat.
“Mama…” bisik Viona lagi, air matanya semakin deras.
“Tolong katakan kalau semua ini tidak benar… Jangan biarkan pertunanganku gagal!”
Tapi Laras tetap diam. Ketika Viona melihat ibunya tidak juga menjawab, keputusasaan mulai merayapi hatinya.
“Jawab, Ma!” bentaknya. Yang dia dapatkan hanya keheningan.
Di sisi lain, Bram yang sejak tadi mendengarkan semua itu hanya bisa berdiri dengan ekspresi kecewa. Wanita yang selama ini dia percaya, ternyata telah menyembunyikan banyak hal darinya.
“Jadi selama ini kau berbohong padaku?” ucap Bram.
Laras menatap suaminya dengan panik. “Mas, dengarkan aku sekali saja. Kumohon.”
“Tidak ada yang perlu kudengar lagi,” potong Bram tajam.
Laras merasa dadanya sesak. “Mas, aku bisa menjelaskan semuanya!”
“Jelaskan?” Bram terkekeh pahit. “Kamu bahkan tidak pernah mengatakan yang sebenarnya padaku. Kamu hanya memberitahu setengah cerita dan menyembunyikan sisanya. Aku mempercayaimu, Laras. Tapi kamu sudah mengecewakanku.”
Mata Laras semakin memanas. Berharap tak mendengar kata-kata itu dari bibir suaminya. “Mas, tolong mengertilah.”
Bram mengangkat tangannya, menepis tangan Laras yang mencoba menggenggamnya.
“Aku tidak ingin mendengar apapun lagi darimu,” ucapnya dingin sebelum berbalik dan pergi dari tempat itu.
“Mas!” Laras mencoba mengejarnya, tapi langkahnya terhenti ketika Viona berlutut di lantai.
Tamu-tamu mulai meninggalkan tempat itu satu per satu, membiarkan keluarga ini hancur dengan sendirinya.
Kini, hanya tersisa Anna, Enzio, dan Theo.
Laras menatap Anna dengan mata penuh harapan.
“Anna,” panggilnya sambil menghampiri Anna.
Anna hanya diam, menatap wanita itu dengan hati berkecamuk.
“Kamu mau memaafkan Mama, kan?” tanya Laras dengan suara bergetar.
Anna menelan ludah. Apa yang harus dia katakan? Wanita ini memang ibu kandungnya, tapi apakah dia pantas untuk dimaafkan?
Dalam diamnya, Anna merasa hatinya penuh dengan kebingungan.
“Apa aku harus memaafkannya?” lirih Anna.