Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Karina dipaksa menikah dengan pria bernama Victor Stuart. Anak dari sahabat kakeknya. Pria dingin yang selalu berusaha mengekangnya.
Selama pernikahan, Karina tidak pernah merasa jika Victor mencintainya. Pria itu seperti bersikap layaknya seseorang yang mendapat titipan agar selalu menjaganya, tanpa menyentuhnya. Karina merasa bosan, sehingga ia mengajukan perceraian secara berulang. Namun, Victor selalu menolak dengan tegas permintaannya.
"Sampai kapan pun, kita tidak akan bercerai, Karina. Hak untuk bercerai ada di tanganku, dan aku tidak akan pernah menjatuhkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Khawatir
****
Film sudah selesai setelah dua jam lebih berputar. Saat Victor menoleh pada Karina, perempuan itu sudah terlelap dengan selimut yang sudah menyelimuti setengah bagian tubuh Karina.
Perlahan, Victor memindahkan kepala Karina ke atas sofa agar ia bisa beranjak dari posisinya untuk memindahkan tubuh perempuan itu ke dalam kamarnya. Victor berjongkok di hadapan tubuh Karina. Mengelus puncak kepala perempuan itu dengan lembut.
"Apa yang harus aku katakan padamu jika dia kembali padaku, Karina? Aku mencintaimu, tapi aku takut aku akan kehilanganmu."
Victor menundukkan wajahnya. Sejujurnya, sudah lama Victor tidak mengingat soal Katarina lagi. Sejak ia dijodohkan tepatnya. Akan tetapi, pertemuannya dengan Chris seolah membuka luka lama. Tentang perpisahan, dan tentang janji yang perempuan itu ucapkan.
"Setelah semuanya membaik, aku pasti akan menemuimu lagi, Victor. Aku pasti akan datang mencarimu. Kita berjanji akan hidup bersama, jadi aku pasti akan mencarimu."
Karina menggeliat, membuat Victor segera sadar dari lamunannya. Raut wajahnya mendadak cemas, takut jika perempuan itu mendengar perkataannya. Untungnya, Karina tidak memperlihatkan tanda-tanda sadar dari tidurnya. Perempuan itu masih terlelap, sampai ketika Victor perlahan memangku tubuh Karina dengan kedua lengannya.
"Tidurlah, Karina. Aku akan membawamu ke kamar kita," ucap Victor sembari menatap lekat wajah istrinya tersebut.
****
Karina terbangun cukup siang. Saat perempuan itu membuka kedua bola matanya, Victor sudah tidak ada si sana. Karina cukup terkejut, lantas ia segera beranjak dari ranjang dan menyingkirkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Karina cukup terkejut karena Victor kemungkinan sudah berangkat ke kantor. Biasanya, sebelum perempuan itu tidur bersama Victor, hal yang paling ia tunggu adalah kepergian pria tersebut. Akan tetapi, kali ini jelas berbeda.
"Pelayan Corlin ...."
"Pelayan Corlin, apakah Victor sudah berangkat?"
Karina berbicara di deretan tangga sembari berjalan sedikit gontai. Tatapannya hanya fokus pada tangga yang kakinya injak, tanpa melihat ruang tengah yang kini sedang ditempati oleh Amy.
Saat Karina sudah sampai di lantai dasar, ia sadar jika Amy tengah menatap ke arahnya. Sementara Victor sedang berjalan ke arahnya dengan senyum hangat yang akhir-akhir ini selalu Victor berikan pada Karina.
"Ibu ...." Raut wajah Karina nampak terkejut.
"Ibu datang untuk menemuimu. Untuk memastikan jika kau baik-baik saja, tapi aku tidak ingin mengganggu tidurmu. Aku minta maaf."
Victor lantas meraih salah satu tangan Karina dan menggenggamnya dengan erat. Pria itu membawa istrinya tersebut ke hadapan Amy yang tersenyum dengan senang saat melihat Karina baik-baik saja.
Kedatangan Amy benar-benar untuk memastikan Karina baik-baik saja. Wanita setengah baya itu takut jika Karina akan mengalami depresi seperti saat kedua orang tuanya meninggal. Meskipun saat hari pemakaman, Karina sudah tidak terlihat menangis lagi seperti pada saat hari pertama menemui kakeknya di rumah sakit selepas masuk ruang mayat.
"Ibu sangat mengkhawatirkanmu, jadi Ibu datang menemuimu ke mari. Kau baik-baik saja, kan? Jika kau merasa sedih, jangan dipendam sendiri. Katakan pada Victor agar dia bisa menenangkanmu," ujar Amy sembari merangkul tubuh Karina. Selang beberapa detik, wanita setengah baya itu kembali melepasnya.
"Ayah tidak datang?"
"Ayahmu sedang berada di luar kota. Dia baru saja semalam pergi dengan urusan mendadak. Ibu sudah tidak sabar bertemu denganmu, jadi Ibu mendatangimu lebih dulu."
Amy mengelus puncak kepala Karina sekilas, kemudian menepuk bahu menantu perempuannya tersebut beberapa kali.
"Ibu senang melihatmu baik-baik saja."
"Ini juga berkat Victor yang selalu ada menemaniku, Ibu."
"Ya, tugas suami memang seharusnya begitu. Benar, bukan, Victor?"
"Ya, tentu aku akan menjaga Karina sebagai suami yang baik, Ibu."
****
"Jadi, Ibu membawa vitamin-vitamin ini lagi?" Karina cukup tercengang saat melihat deretan vitamin di atas meja makan.
Victor hanya tersenyum licik dengan tatapan yang fokus mengarah pada deretan vitamin tersebut. Ibunya sudah kembali sejak beberapa menit yang lalu. Bertemu dengan Karina hanya dalam setengah jam, karena ia harus segera pergi dengan urusan mendesaknya.
Sekarang, Karina benar-benar dikejutkan dengan vitamin yang sama. Di mana Amy juga pernah membawakan untuk mereka di kunjungan terakhir wanita setengah baya itu.
"Menurutmu apa tujuannya?"
"Aku tidak tahu. Melihatnya saja membuatku pusing. Bagaimana aku menghabiskannya? Di saat vitamin yang sebelumnya masih tersimpan rapi di rak?"
Victor tergelak. Merasa lucu saat Karina merasa khawatir tentang banyaknya stock vitamin yang telah ibunya bawakan. Perlahan, pria itu mendekatkan tubuhnya pada Karina, kemudian merangkul pinggang Karina dengan wajah yang ia dekatkan pada telinga perempuan itu.
"Sudah jelas bukan, tujuan ibuku untuk apa? Jadi, apakah kau siap untuk mewujudkan tujuan orang tuaku?" ujar Victor, setengah berbisik di telinga Karina.
"Tu-tujuan apa? Bukankah tidur bersamamu sudah kita wujudkan?"
"Memiliki seorang anak. Itu yang perlu kita wujudkan sekarang."
Perkataan Victor berhasil membuat wajah Karina memanas dalam hitungan detik. Jantung perempuan itu berpacu sedikit lebih cepat dengan mulut yang mendadak terkatup rapat, sulit membela diri.
"Bagaimana? Kau sudah siap? Jika sudah siap maka aku—"
"Victor!" Karina menyela perkataan Victor dengan segera memutar balik tubuhnya, menghadap langsung pada pria tersebut.
"Ada apa? Apa permintaanku salah?" Ledek Victor.
"Ini masih pagi, kenapa kau bersikap sangat mesum?" Bagaimana jika pelayan Corlin mendengar perkataanmu?"
"Saya tidak masalah, Nona. Saya hanya mendengarnya sekilas, tidak semuanya," ucap pelayan Corlin yang mendadak lewat di antara mereka.
Karina sontak terdiam dengan wajah yang semakin memerah, sementara Victor menahan tawanya. Kemudian dalam hitungan detik, tawa pria itu pecah. Victor tertawa dengan terpingkal-pingkal di hadapan Karina yang masih bersikap gugup.
"Kau gila!"
"Ya, memang sudah gila sejak bertemu denganmu, Karina."
****
Oh iya mampir yuk dikarya baruku judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏.
💗