Permainan Tak Terlihat adalah kisah penuh misteri, ketegangan, dan pengkhianatan, yang mengajak pembaca untuk mempertanyakan siapa yang benar-benar mengendalikan nasib kita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
petunjuk yang mengarah ke masa lalu
Setelah suasana hati Nanda mulai tenang, mereka kembali fokus pada misi utama—memecahkan kode dan menemukan misteri di balik ruang bawah tanah ini. Meski masih tersisa rasa sedih di hati, Nanda kini lebih bertekad untuk menyelesaikan teka-teki ini. Ia merasa bahwa mungkin ini adalah salah satu cara untuk menghormati kenangan Dira, yang seolah menyertai mereka dalam petualangan ini.
Diana mencoba membaca kode di altar dengan lebih teliti. Setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa urutan angka dan huruf itu memiliki pola yang mirip dengan kode sandi yang pernah mereka temukan sebelumnya di buku catatan lama di perpustakaan. Angka dan huruf tersebut tampak seperti petunjuk waktu dan tempat.
"Niko, coba lihat ini," Diana berkata sambil menunjuk urutan angka yang tampaknya mewakili waktu tertentu.
Niko mengamati dengan serius. "Mungkin ini tanggal atau jam tertentu… tapi untuk apa? Dan di mana?"
Shara yang sejak tadi diam, mencoba mengingat sesuatu. "Tunggu, bukankah sekolah kita ini punya sejarah besar? Gedung ini dibangun lebih dari seratus tahun lalu, dan sering dipakai untuk acara-acara besar zaman dulu. Mungkin angka ini terkait dengan sejarah gedung?"
Nanda menyahut, "Iya, mungkin ini menunjukkan tanggal tertentu, mungkin ada acara atau kejadian penting yang terjadi di tanggal itu."
Mereka berusaha mencari petunjuk lebih lanjut, dan akhirnya, Arman ingat bahwa ada arsip sekolah di ruang guru yang menyimpan catatan penting sejak zaman dulu. Mereka memutuskan untuk kembali ke ruang arsip dan memeriksa catatan lama, berharap bisa menemukan sesuatu yang berkaitan dengan kode tersebut.
Sesampainya di ruang arsip, mereka mencari-cari di antara dokumen-dokumen tua dan lembaran kertas yang hampir rapuh. Tiba-tiba, Nanda menemukan sebuah catatan tua bertuliskan tanggal yang sesuai dengan kode di altar. Catatan itu berisi berita tentang murid-murid yang hilang dalam sebuah acara malam di sekolah puluhan tahun lalu.
"Lihat ini," kata Nanda dengan nada bergetar. "Dulu pernah ada acara tengah malam di sekolah ini, tapi beberapa murid yang ikut acara itu nggak pernah kembali. Mereka dilaporkan hilang… dan sampai sekarang nggak pernah ditemukan."
Rasa dingin menjalar di ruangan. Mereka semua terdiam, merenungi apa yang baru saja mereka temukan. Fakta bahwa sekolah ini pernah menjadi tempat kejadian mengerikan menambah misteri dan ketegangan dalam hati mereka.
Diana, yang awalnya begitu berani, sekarang tampak sedikit cemas. "Jadi… apa mungkin kita sedang mengikuti jejak mereka? Murid-murid itu? Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?"
Shara menggenggam tangan Diana untuk memberinya kekuatan. "Kita nggak tahu, tapi yang jelas, kita harus berhati-hati. Mungkin mereka meninggalkan petunjuk agar kita bisa mengungkap kebenaran."
Malam semakin larut, tetapi tekad mereka untuk mengungkap misteri sekolah ini justru semakin kuat. Meskipun penuh ketegangan dan perasaan takut yang menghantui, mereka merasa bahwa mereka harus menyelesaikan misi ini—tidak hanya untuk memuaskan rasa penasaran mereka, tapi juga untuk menghormati jiwa-jiwa yang mungkin masih terperangkap dalam rahasia kelam sekolah mereka.
Mereka kembali ke ruang bawah tanah, tempat yang penuh dengan misteri. Semua petunjuk yang mereka temukan sebelumnya semakin menggiring mereka pada satu kesimpulan: mereka berada di ujung terowongan yang sangat gelap, dan jalan untuk keluar semakin kabur.
Diana menatap kembali kode yang ada di altar dengan frustasi. "Kenapa semakin kita dekat, semakin semuanya terasa semakin membingungkan?"
Arman, yang sejak tadi memerhatikan dengan cermat, berkata, "Ada yang aneh dengan kode ini. Sepertinya, kita terlalu fokus pada angka dan huruf, padahal mungkin ada sesuatu yang lebih tersembunyi di baliknya."
Nanda melirik pada dinding yang kini mulai dipenuhi dengan gambar-gambar dan simbol-simbol kuno. "Mungkin ini bukan hanya soal waktu dan tempat. Bisa jadi ini soal posisi kita di sini… posisi kita di sekolah."
Shara yang baru saja menemukan sebuah kunci kecil di antara tumpukan kertas di meja altar, mengernyitkan dahi. "Apa hubungannya kunci ini dengan semua ini?"
Kunci itu tampak biasa saja, tapi ada sesuatu yang tak biasa—ada ukiran angka yang sama dengan yang mereka temukan di kode. Namun, tidak ada petunjuk lebih lanjut mengenai di mana kunci ini harus digunakan.
"Coba perhatikan gambar-gambar ini," ujar Diana, menunjuk ke dinding. "Apa kalau ini adalah peta sekolah yang disembunyikan dalam bentuk simbol-simbol?"
Mereka semua menatap gambar-gambar di dinding dengan cermat, mencoba mencari hubungan antar simbol-simbol yang ada. Satu simbol yang menarik perhatian mereka adalah gambar sebuah pintu yang terkunci, dengan kunci yang sangat mirip dengan kunci yang mereka temukan di meja altar.
"Jadi… kunci ini untuk pintu yang ada di sekolah?" tanya Niko, suara penuh ketegangan.
"Mungkin," jawab Shara, masih ragu. "Tapi kita nggak tahu di mana pintu itu. Sekolah ini luas, dan kalau ada pintu yang tersembunyi, kita bisa kehilangan jejaknya."
Namun, mereka tidak punya banyak waktu. Di luar, suara angin semakin kencang, dan guruh mulai terdengar. Rasanya seolah seluruh alam ikut menegaskan perasaan cemas yang mereka rasakan.
Nanda berdiri, terlihat lebih serius daripada sebelumnya. "Kalau kita terus menunggu jawaban yang datang dengan mudah, kita nggak akan ke mana-mana. Kita harus bergerak. Kalau ada pintu tersembunyi di sekolah ini, kita harus menemukannya, apapun risikonya."
Diana mengangguk setuju. "Tapi kita harus hati-hati. Kalau benar ada sesuatu yang terhubung dengan hilangnya murid-murid dulu, mungkin ada bahaya yang kita hadapi."
Mereka sepakat untuk segera meninggalkan ruang bawah tanah dan mencari pintu yang dimaksud. Namun, semakin mereka menjelajah sekolah, semakin banyak hambatan yang mereka temui. Sekolah terasa semakin besar dan labirin, lorong-lorong panjang yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya muncul seolah-olah dipindahkan begitu saja. Rasa kebingungan mulai melanda mereka, dan waktu seolah-olah berjalan lebih cepat, memberi mereka lebih sedikit kesempatan untuk menemukan jawaban.
Saat mereka berusaha membuka pintu belakang yang terkunci, mereka diserang oleh serangkaian suara yang mengerikan—suara langkah kaki, jeritan yang jauh, dan pintu yang berderit seolah ada yang mengikuti mereka dari belakang. Mereka berbalik, tetapi tidak ada siapa pun.
"Ini nggak normal," kata Niko dengan suara tegang. "Kita harus keluar dari sini, cepat!"
Namun, saat mereka berbalik, semua pintu yang mereka coba buka sebelumnya kini terkunci dengan rapat. Mereka terjebak di dalam sekolah.
"Kita harus menemukan jalan keluar, dan itu harus segera," kata Shara dengan nada yang lebih serius. "Ada yang nggak beres di sini."
Namun, meskipun mereka berusaha keras, seolah setiap jalan yang mereka coba kembali mengarah ke tempat yang sama. Mereka berada dalam lingkaran yang tidak bisa dijelaskan.
Pikiran mereka mulai kacau, dan satu pertanyaan muncul di benak mereka: apakah mereka benar-benar bisa keluar dari tempat ini, atau apakah sekolah ini sudah memerangkap mereka?
Saat mereka hampir putus asa, Diana berhenti di tengah lorong dan melihat sebuah pesan yang tertulis di dinding, hampir terhapus oleh waktu. Pesan itu tertulis dengan tinta merah: "Tidak ada yang bisa keluar sampai semua rahasia terungkap."
Tapi itu tidak menjelaskan apa-apa. Mereka merasa terhimpit oleh perasaan terjebak dan tidak tahu lagi harus mencari di mana. Mereka terperangkap dalam permainan yang lebih besar dari yang mereka bayangkan, dan hanya satu hal yang pasti: mereka harus menemukan jawabannya, sebelum semuanya terlambat.