Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 20
"Jadi preman tengik itu gagal melakukan tugasnya?" Tuan Hetler menggebrak meja. Tatapannya penuh amarah yang meluap-luap. "Tak berguna! Pekerjaan sekecil ini saja tidak bisa dia selesaikan. Sampah!"
["Tuan, ada yang lebih buruk daripada kabar ini. Preman itu tiba-tiba menghilang dengan cara yang sangat misterius. Aku dan yang lainnya sudah berusaha mencari, tapi tak bisa menemukan keberadaannya di mana pun. Kami khawatir ini ada hubungannya dengan Tuan Cio karena tadi kami sempat melihatnya berada di kediaman gadis itu!"]
Tubuh Tuan Hetler menegang. Jangan-jangan ....
"Cari terus sampai dapat. Aku tahu Cio bukan orang seperti itu. Pasti ada alasan lain kenapa dia bisa berada di tempat gadis itu. Selidiki dengan pasti di mana sampah itu bersembunyi!" perintah Tuan Hetler menolak mempercayai asumsi yang muncul di pikiran.
["Tuan, Anda yakin ini tidak ada hubungannya dengan Tuan Cio?"]
"Sebaiknya memang tidak ada hubungannya dengan dia. Dan jika pun ada, pasti sekarang aku sudah didatangi oleh Cio. Sekarang kondisi masih aman. Itu artinya preman itu menghilang bukan karena dia."
Tok tok tok
"Ada yang datang. Aku matikan dulu panggilan ini. Kalian tetaplah cari tahu di mana sampah itu bersembunyi. Setelah menemukannya, segera seret dia ke hadapanku. Tak akan ku biarkan ada orang menikmati uangku tanpa ada timbal balik yang bisa diberikan padaku!" ucap Tuan Hetler kemudian mematikan panggilan. Segera dia membenahi posisi duduk lalu meminta orang tersebut masuk ke dalam ruangannya.
Ceklek
"Selamat malam, Ayah. Apa aku mengganggu?"
"Oh putri kesayangan Ayah rupanya. Kemarilah, Nak. Sesibuk apapun ayahmu ini, kedatanganmu tidak akan pernah mengganggu. Kemarilah,"
Juwita tersenyum. Memasang senyum polos di bibir, dia berjalan menghampiri ayahnya. Begitu sampai Juwita langsung memeluknya dengan erat. Ada keinginan besar di hati, itulah kenapa dia datang ke perusahaan.
"Manja sekali. Ada apa, hm? Biasanya kalau kau sudah begini ada sesuatu yang sedang kau inginkan. Katakan. Jika Ayah mampu, Ayah pasti akan mengabulkan permintaanmu," ucap Tuan Hetler sangat paham akan apa yang putrinya inginkan.
"Tentang gadis itu, apa Ayah sudah menemuinya?" tanya Juwita penuh rasa ingin tahu. Dia penasaran apa yang ayahnya lakukan pada Elil.
"Belum."
"Be-belum? Tapi kenapa? Ayah kan sudah berjanji padaku."
"Iya Ayah tahu, tapi sabarlah sebentar. Bukan hal yang mudah menemui seseorang yang ada hubungannya dengan keluarga Stoller. Kau pasti tahu bukan kalau mata-mata mereka ada di mana-mana? Salah bertindak, takutnya nanti malah kita yang kena imbas. Jadi sabar dulu ya. Pokoknya Ayah janji Ayah pasti akan memberi pelajaran pada Elil agar dia segera menjauh dari Cio. Oke?" bujuk Tuan Hetler.
(Brengsek! Mengurus masalah sepele begini saja Ayah tak becus. Masa iya aku harus turun tangan sendiri untuk menjauhkan Elil dari Cio. Aku tidak mau mengambil resiko dibenci oleh Cio jika ketahuan sedang mengganggu Elil. Ah sialan!)
"Jangan marah. Kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membuatnya mau menjauh dari hidup pria pujaanmu. Ingat, Juwita. Segalanya pasti akan Ayah lakukan demi kebahagiaanmu. Ya?"
"Tapi ini terlalu lama, Ayah. Aku ... aku benar-benar tidak tahan membayangkan Elil yang terus menempel di sekitar Cio. Itu melukai perasaanku," rengek Juwita dengan suara yang dibuat seperti sedang menahan tangis. Pokoknya apapun yang terjadi Elil harus segera dilenyapkan.
"Apapun untukmu, sayang."
Tak mau putri kesayangannya bersedih hati, Tuan Hetler segera menghubungi orang kepercayaannya yang lain.
["Ya, Tuan Hetler. Kau membutuhkan sesuatu?"]
"Aku ingin kau mengurus seorang gadis untukku."
Smirk tipis muncul di bibir Juwita saat mendengar percakapan ayahnya dengan seseorang di dalam telepon. Haha, habislah Elil setelah ini. Ayahnya benar-benar melakukan apa yang dia mau. Ingin bersaing memperebutkan Cio? Cih, mana mungkin bisa menang darinya. Tuhan menciptakan pria menawan itu adalah untuk dirinya seorang. Manalah mungkin gadis rendahan seperti Elil pantas berada di sisinya.
"Lekas kabari kalau kau sudah selesai dengan pekerjaanmu. Jika berhasil, aku akan memberimu bonus tiga kali lipat dari biasanya. Tidak perlu sampai membunuhnya. Cukup buat gadis itu sadar dan segera menjauh dari hidup Cio. Mengerti?" titah Tuan Hetler.
["Baiklah, Tuan. Sesuai yang kau inginkan, aku akan segera menyelesaikan tugas ini. Selamat malam,"]
"Sudah puas sekarang?" tanya Tuan Hetler seraya menatap putrinya yang sedang tersenyum lucu. Manis sekali. Manalah dia tega membiarkan gadis secantik ini berlarut dalam kesedihan. Tak masalah sekali pun harus merogoh kocek yang cukup besar demi bisa membuat putrinya tersenyum bahagia.
"Terima kasih banyak, Ayah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidupku jika tidak ada Ayah yang menjadi pendukung. Kau yang terbaik!" puji Juwita penuh suka cita. Dia yakin seratus persen orang suruhan ayahnya pastilah sangat kejam dan bengis. Elil pasti ketakutan. Hahaha.
"Ya sudah, karena sekarang sudah malam sebaiknya kau pulang saja ke rumah. Ayah masih harus menyelesaikan pekerjaan dulu. Tidak apa-apakan pulang sendiri?"
"Oho, Ayah meremehkanku ternyata. Aku ini gadis pemberani. Kalau hanya pulang sendiri, itu hanyalah masalah kecil. Tengah malam pun aku berani pulang tanpa ada yang menemani."
"Dasar gadis nakal. Ya sudah pulanglah. Nanti Ayah akan menghubungimu segera jika orang suruhan Ayah sudah memberi kabar. Oke?"
Sebelum pulang, Juwita menyempatkan diri untuk bermanja sebentar. Ini adalah jurus paling jitu untuk meluluhkan hati ayahnya.
"Elil-Elil, kau pasti tidak sadar kalau saat ini keselamatanmu sedang terancam. Ingin cari gara-gara denganku? Kita tidak selevel, sayang. Aku ini punya segalanya. Sedangkan kau? Kau tidak punya apa-apa yang bisa diandalkan. Hahaha!" ucap Juwita sambil menyetir mobil. Sengaja dia menolak diantar sopir karena malam ini berencana pergi ke klub.
Tak berselang lama, Juwita sampai di tempat tujuan. Namun, ketika ingin berbelok menuju tempat parkir, dia dikejutkan oleh kemunculan seseorang yang terlihat kerepotan mendorong kotak sampah. Jengkel, Juwita bergegas keluar dari mobil kemudian menghampiri orang tersebut.
"Hei orang miskin, matamu buta ya? Gara-gara tindakan bodohmu aku hampir saja celaka. Dasar to lol! Lain kali gunakan matamu kalau ingin menyeberang jalan!" teriak Juwita dengan kasar memaki si tukang sampah.
"Ma-maafkan saya, Nona. Tempat sampah ini sangat berat. Saya kesulitan menariknya jadi tak begitu memperhatikan jalan. Sekali lagi saya minta maaf," ucap si tukang sampah sambil membungkukkan badan. Terlihat betapa dia sangat ketakutan.
"Cih, meminta maaf saja bisamu. Kalau tadi aku sampai kenapa-napa, bahkan seluruh organ di tubuhmu tidak akan cukup untuk mengobati dan membawa mobilku ke bengkel. Setidaknya kalau sudah tahu dirimu miskin minimal tahu dirilah sedikit. Merepotkan saja!"
Sambil bersungut-sungut Juwita kembali masuk ke dalam mobil lalu menekan klakson dengan kuat. Dia kemudian meludah saat akan bergerak pergi dari hadapan si tukang sampah sialan itu.
"Heran! Kenapa sih Tuhan harus menciptakan orang-orang menjijikkan seperti mereka. Membuat pemandangan menjadi kotor saja. Huh!"
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....