Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu mertua kejam
Suara pecahan vas bunga tersebut rupanya mampu menarik perhatian penghuni kamar yang berada dilantai dua itu juga.
“Ada apa ini, apa yang pecah!” sergah Mama Amber yang datang tergopoh-gopoh menghampiri kamar Aidan, dan dia masih mengenakan kimono satinnya, ditambah rambutnya tidak tertata rapi karena kaget saat bangun dari tidurnya karena suara pecahan itu.
Deandra menoleh ke arah bahunya, melirik kehadiran Mama Amber di antara mereka berdua.
“Ah mak lampir datang,” batin Deandra memelas.
Mata yang sudah keriput itu memicing, melihat benda apa yang hancur di lantai marmer. “Astaga, koleksi vas Mama kenapa bisa pecah, siapa yang memecahkannya!” tanya Mama Amber, lirikan matanya sudah tertuju pada Deandra. Sedangkan Aidan tampak tenang, seolah-olah bukan dia pelakunya.
“Siapa lagi kalau bukan dia, Mam,” sahut Aidan menuduh, sembari menunjuk jari telunjuknya ke arah Deandra, kemudian dia memajukan kursi rodanya agar dekat dengan ambang pintu.
Kedua netra wanita paruh baya itu mulai berapi-api saat menatap Deandra. “Kamu tahu berapa harga vas bunga ini, vas ini saya beli di Belanda! Harganya mahal, tidak murah, Dea!” bentak Mama Amber, tangan keriput wanita itu mencekal pergelangan tangan wanita itu dengan sekuat tenaganya.
Deandra mendesis kesakitan karena lengannya benar-benar dicekalnya begitu kuat, bagaikan mencekik leher hingga susah untuk bernapas. “Apa kamu sanggup mengganti harga vas ini!” kembali menyentak Mama Amber pada menantu keduanya itu.
Wanita berkacamata itu melayangkan pandangannya ke Aidan. “Apakah anak Nyonya memang pintar bersilat lidah, atau memang suka berbohong?” ini bukan sebuah pertanyaan tapi pernyataan yang terlontarkan dari mulut Deandra.
“Apa maksudmu Deandra!” seperti biasa pria itu selalu bernada tinggi jika berbicara.
Sudah cukup rasanya harga diri Deandra selalu diinjak mentang-mentang dia seorang pelaku kejahatan yang tak disengaja, sampai di mana dia harus bertahan menerima keadaannya! tapi ada kalanya dia harus membela dirinya sendiri.
“Aku hanya bertanya kepada Nyonya Besar, bukan kepada Tuan Muda! Apakah Nyonya melahirkan anak yang pintar berbohong, suka memutar balikkan fakta, menuduh seseorang! Padahal dia adalah seorang pemilik perusahaan yang harusnya menjunjung tinggi sebuah kejujuran pada karyawannya dan memberikan contoh yang baik kepada para karyawannya,” tutur Deandra dengan lantangnya.
Aidan mengepalkan salah satu tangannya, rahang yang mengukir wajah tegasnya kini mengeras, denyut nadi di sisi keningnya mulai terlihat. Mama Amber makin erat mencekal pergelangan tangan Deandra. “Berani sekali kamu menuduh anak saya berbohong, akui saja kesalahan kamu, dan bilang saja kamu tidak mampu untuk membayar ganti ruginya. Ingat ya kamu itu hanyalah anak angkat keluarga Ernest, bukan ahli waris mereka. Asal usul kamu saja tidak jelas, jangan-jangan kamu anak pelaacur, anak haram!” sarkas Mama Amber.
Perkataan Mama Amber bagaikan belati kecil yang menyayat hati Deandra secara perlahan-lahan, sungguh amat menyakitkan, sakit tapi tak berdarah.
Setelah menatap wajah Aidan, kini Deandra melayangkan pandangannya ke ibu mertuanya, yang dulu cukup baik padanya sekarang sangat jauh berbeda semenjak kecelakaan tersebut. “Memang aku hanya anak angkat Nyonya Besar, yang tidak jelas asal usulnya. Jika memang aku anak pelaacur kenapa membiarkan anak Nyonya menikahi aku! Kenapa tidak laporkan saja aku ke pihak berwajib!” balas Deandra agak menahan nada suaranya untuk tidak tinggi, dan dirinya juga sedang menahan agar tidak menjatuhkan air matanya di hadapan kedua orang tersebut.
Cekalan tangan Mama Amber semakin menyakiti pergelangan tangan wanita itu, lalu menarik tubuh wanita itu hingga Deandra terhuyung ke lantai, kemudian melepaskan cekalan tangannya sampai akhirnya wanita berkacamata itu terjerembap di atas pecahan beling tersebut. Batin Deandra mendesah menahan rasa sakit saat kedua tangannya yang menahan bobot tubuhnya ketika terjatuh di lantai terkena pecahan beling itu.
“Tidak semudah itu kamu kami laporkan ke polisi, kamu harus menerima hukuman dari kami terlebih dahulu, Deandra!” sungut Mama Amber.
Lagi-lagi Deandra tidak kuasa menahan gejolak yang sudah sedari tadi dia tahan, buliran bening itu kembali terjatuh, diangkatlah wajah kesakitannya dan menatap nanar pria yang ada di kursi roda itu, Aidan benar-benar menatap begis kepadanya.
“Kenapa tidak bunuh aku saja di sini, biar kalian lebih puas, ketimbang menyiksaku pelan-pelan!” seru Deandra, suaranya memang pelan akan tetapi penuh penekanan.
Mama Amber kembali mendekati Deandra yang masih terjatuh di lantai, wanita tua itu mengapit dagu Deandra dengan jemarinya dan menekannya. “Kamu tahu, kami sebagai orang terhormat tidak akan mengotori tangan kami untuk menghilangkan nyawa kamu, cukup kami ingin melihat seberapa kuat kamu bertahan hidup di sini!” geram Mama Amber.
Kedua netra Deandra yang sudah berlinang air mata memberanikan diri untuk menatap tajam wanita tua itu, dihatinya sudah tak peduli lagi dengan rasa hormat kepada ibu mertuanya. Mama Amber setelah puas menekan mental menantu barunya, dilepaskanlah capitan tangannya dari dagu Deandra dengan kasarnya.
“Ingat Deandra, kamu harus menggantikan vas yang kamu pecahkan! Dan segera bersihkan pecahan beling itu!” perintah Mama Amber dengan angkuhnya, lalu wanita tua itu meninggalkan kamar Aidan begitu saja.
Deandra berusaha untuk bangkit dari jatuhnya, walau ini benar-benar sulit untuk dia lakukan seorang diri, apalagi kedua telapak tangannya sudah mengeluarkan darah akibat tertusuk beling, belum lagi di bagian dengkulnya yang agak terasa sakit.
“Cepat segera rapikan!” Kini Aidan yang memberikan perintah.
“Aku tidak menyangka ternyata kakak angkat ku memiliki suami dan mertua seperti iblis!” celetuk Deandra dengan ketusnya. Tangannya yang terluka mulai mengumpuli pecahan beling yang ukurannya agak besar dan memasukinya ke dalam ember yang dia bawa tadi.
“Kamulah yang membuat aku menjadi iblis, dan kamu bercermin lah! Sudah punya wajah pas-pasan masih saja suka membantah!” sentak Aidan. Deandra hanya menyeringai tipis dibalik wajah yang sedang menunduk. “Walau wajahku pas-pasan, tidak secantik Kak Poppy, bukan berarti Tuan Muda dengan seenaknya menginjak harga diriku!” sahut Deandra, wanita itu bangkit dari lantai. Aidan bisa melihat noda darah berceceran dilantai kamarnya dari kedua tangan wanita itu.
“Keluar dari kamarku ini! Obati lukamu itu! Jangan sampai gara-gara luka itu kamu merenggang nyawa di sini!” perintah Aidan, tatapannya begitu dingin.
“Bukankah bagus jika aku merenggang nyawa di sini, jadi Tuan bisa bahagia tujuannya sudah terlaksanakan,” lawan Deandra tak gentar.
“Tutup mulut kamu, Deandra!” teriak Aidan memberikan perintah, dengan segala emosi yang dia miliki. Sejenak Aidan dan Deandra saling menajamkan kedua netranya, rasa benci di antara mereka berdua tersirat dari sorot matanya.
Tanpa membawa ember yang berisikan perkakas kebersihan, dan tanpa membersihkan pecahan beling, wanita itu meninggalkan kamar Aidan dengan membawa rasa sakit pada beberapa bagian tubuhnya.
“Sialan kenapa dia selalu membantah! Jangan-jangan dia seorang pembangkang!” geram batin Aidan.
Deandra menyeka air matanya dengan lengan bajunya, karena tidak memungkinkan menggunakan kedua tangannya yang masih mengeluarkan darah.
“Benarkah aku anak pelaacur! Siapa kedua orang tuaku? Ya Allah mengapa aku tidak hidup bersama kedua orang tuaku saja,” batin Deandra amat menyesakkan.
Bersambung ...
"Luka di badan mungkin bisa diobati, tapi bagaimana dengan luka di hati yang semakin lama kamu sayat terus walau tak mengeluarkan darah. Hancur! Yang jelas hati itu semakin hancur dan sakit!" gumam Deandra.
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, yang masih punya VOTE mau dong buat Deandra. Makasih sebelumnya.