Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.
"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.
Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"
Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."
Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Warisan Takdir
Fajar merekah perlahan, memandikan kamp mereka dalam cahaya hangat yang terasa seperti pelipur dari malam yang penuh kekacauan. Namun, di dalam tenda Kael dan Elarya, keheningan yang aneh menyelimuti. Kael memandang Elarya yang sedang tertidur, wajahnya yang lelah masih tampak memancarkan kecantikan yang sama seperti pertama kali mereka bertemu.
Tangannya dengan lembut menyentuh perut Elarya yang semakin membesar. “Aku bersumpah, aku akan melindungi kalian berdua,” gumamnya pelan.
Namun, janji itu terasa seperti batu besar yang terus menekan dadanya. Kata-kata Zephar kembali berputar di benaknya: “Pemilik segel harus memilih antara kekuatannya atau nyawanya sendiri.”
Kael menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir kekhawatiran itu. Tetapi sebelum pikirannya bisa jernih, Elarya terbangun perlahan, matanya terbuka dan menatapnya.
“Kau tidak tidur?” tanyanya lemah.
Kael tersenyum tipis, menyembunyikan keresahannya. “Aku hanya memastikan kau baik-baik saja.”
Elarya duduk dengan susah payah, memegang tangannya. “Kael, aku tahu kau khawatir. Tapi kita harus tetap fokus pada tujuan kita. Jika aku harus memilih... aku tahu apa yang harus aku lakukan.”
Kael langsung menegang. “Jangan katakan itu. Tidak ada yang akan memilih antara nyawa atau kekuatan. Kita akan menemukan cara untuk menjaga semuanya tetap utuh.”
Elarya hanya tersenyum tipis, tapi tidak membalas. Dalam hatinya, ia tahu bahwa pilihan itu mungkin akan datang lebih cepat dari yang mereka bayangkan.
---
Sebuah Pertanda Baru
Di luar tenda, Lira mendatangi mereka dengan wajah serius. “Ada seseorang yang ingin bertemu kalian.”
Kael dan Elarya saling pandang. Keduanya keluar tenda, diikuti oleh Lira. Di pinggir kamp, seorang wanita tua dengan rambut putih panjang berdiri sambil membawa tongkat kayu. Matanya yang abu-abu seperti melihat menembus jiwa siapa pun yang ia tatap.
“Elarya,” panggil wanita itu dengan suara serak, tapi penuh kekuatan.
“Siapa kau?” tanya Elarya, menggenggam tangan Kael erat-erat.
Wanita itu mengangguk pelan, memberikan rasa hormat. “Namaku Nyris. Aku adalah penjaga terakhir dari Segel Keseimbangan. Dan aku datang karena waktunya telah tiba.”
Kael melangkah maju, melindungi Elarya dengan tubuhnya. “Apa maksudmu? Waktu untuk apa?”
Nyris menatap Kael dengan tenang. “Untuk memenuhi takdir segel itu. Elarya, kekuatan segelmu semakin besar karena bayimu adalah bagian dari itu. Namun, semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula ancaman yang akan datang. Segel ini harus diselaraskan kembali agar tidak menghancurkan dunia.”
“Diselaraskan?” Elarya memandangnya dengan bingung.
Nyris mengangguk. “Kau harus membawa segel itu ke Kuil Akhir di puncak Gunung Vyrion. Di sana, kau akan dihadapkan pada ujian terakhir yang akan menentukan apakah segel ini tetap menjadi bagian dari dirimu atau berakhir selamanya.”
Kael menggeleng dengan keras. “Tidak. Dia sedang mengandung. Perjalanan itu terlalu berbahaya!”
Nyris menatap Kael dengan tajam. “Kau berpikir ini tentang memilih antara hidup dan mati, tetapi sebenarnya ini tentang memilih masa depan. Jika segel ini tidak diselaraskan, dunia yang kau tinggalkan untuk anakmu akan hancur sebelum dia sempat hidup.”
Elarya terdiam, pikirannya berputar. Ia tahu betapa bahayanya perjalanan ini, tapi ia juga tahu betapa pentingnya melakukannya.
“Aku akan pergi,” katanya akhirnya, suaranya tegas.
Kael menatapnya dengan mata penuh kebingungan dan rasa sakit. “Elarya, kau tidak harus—”
“Aku harus, Kael,” potongnya. “Bukan hanya untuk kita, tapi untuk bayi ini. Kita tidak bisa terus berlari dari takdir kita.”
---
Perjalanan Menuju Kuil Akhir
Dua hari kemudian, kelompok kecil mereka mulai bergerak menuju Gunung Vyrion. Kael, Elarya, Lira, dan Nyris memimpin perjalanan itu, diikuti oleh beberapa prajurit pilihan.
Di sepanjang perjalanan, Elarya merasakan bayinya semakin aktif, seolah-olah ia merespons kekuatan segel yang terus berdenyut dalam tubuhnya. Kadang-kadang, ia harus berhenti untuk menarik napas dalam-dalam, tubuhnya terasa lemah akibat beban ganda yang ia tanggung.
Kael selalu ada di sisinya, membantunya setiap kali ia merasa kesulitan. Namun, dalam hati, ia merasa frustrasi. Ia ingin melakukan lebih banyak, tetapi segel itu adalah sesuatu yang hanya bisa dihadapi oleh Elarya.
Ketika malam tiba, mereka beristirahat di lereng gunung. Kael duduk di samping Elarya, menggenggam tangannya erat-erat.
“Elarya,” bisiknya, suaranya penuh emosi. “Jika sesuatu terjadi padamu di kuil itu... aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan.”
Elarya menatapnya dengan lembut. “Kau harus bertahan, Kael. Karena jika aku tidak kembali, kau adalah satu-satunya harapan untuk anak kita.”
Air mata mengalir di wajah Kael. Ia menarik Elarya ke dalam pelukannya, berjanji dalam hati bahwa ia akan melakukan segalanya untuk melindunginya.
Namun, dari kejauhan, sosok gelap yang tidak dikenali mengamati mereka, matanya bersinar merah seperti bara api. Kekuatan besar sedang menunggu mereka di Kuil Akhir, dan ujian itu akan menjadi yang paling mematikan dari semuanya.
Malam yang Gelap dan Pengorbanan
Malam itu, udara di sekitar Gunung Vyrion terasa lebih dingin dari biasanya. Tenda-tenda kelompok kecil mereka berdiri di sekitar api unggun yang mulai meredup. Elarya duduk di salah satu tenda, tangannya membelai perutnya yang membuncit, merasakan gerakan lembut bayinya. Sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya, meskipun di hatinya ia masih memikirkan ancaman yang belum sepenuhnya sirna.
Kael masuk ke dalam tenda dengan secangkir air hangat. “Minumlah ini,” katanya lembut sambil menyerahkan cangkir tersebut. “Kau butuh tenaga.”
Elarya menerima cangkir itu. “Terima kasih, Kael. Kau selalu memperhatikanku.”
Kael duduk di sampingnya, mengusap rambutnya yang tergerai. “Tentu saja. Kau dan bayi kita adalah segalanya bagiku. Aku takkan membiarkan apa pun menyakitimu.”
Namun, sebelum Elarya bisa membalas, sebuah suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Tanah bergetar pelan, dan angin membawa hawa dingin yang tidak wajar. Kael segera berdiri, matanya menatap tajam ke arah luar.
“Ada sesuatu di luar,” katanya tegas.
Elarya mencoba bangkit, tetapi Kael menahan bahunya dengan lembut. “Tetap di sini. Aku akan melihatnya.”
Kael keluar dari tenda, bergabung dengan Lira dan Nyris yang sudah bersiaga. Di kejauhan, sebuah bayangan besar tampak bergerak di antara pepohonan, diiringi oleh suara gemeretak seperti ranting yang patah.
“Makhluk lain?” tanya Lira, menyiapkan busurnya.
Nyris mengangguk pelan. “Ini bukan makhluk biasa. Rasanya... seperti energi gelap yang kita temui sebelumnya. Tapi lebih kuat.”
---
Pertempuran Tak Terhindarkan
Makhluk itu muncul dari balik kegelapan, memperlihatkan tubuhnya yang menyerupai bayangan berwujud, dengan mata merah menyala dan cakar besar yang menyentuh tanah. Ia bergerak perlahan, tetapi setiap langkahnya membuat tanah di sekitarnya retak.
“Bersiap!” seru Kael.
Makhluk itu tiba-tiba melompat ke depan, menyerang kelompok itu dengan cakarnya. Kael berhasil menghindar, lalu melancarkan serangan balasan dengan pedangnya. Namun, serangannya tidak cukup kuat untuk menembus tubuh bayangan itu.
Lira menembakkan panahnya ke arah makhluk itu, tetapi panah itu hanya menembus tubuhnya tanpa meninggalkan bekas. Makhluk itu mengeluarkan raungan yang memekakkan telinga, menyebabkan semua orang di sekitarnya menutup telinga mereka.
Elarya, yang mendengar suara itu dari dalam tenda, merasakan segel di dadanya mulai bersinar. Ia tahu bahwa kekuatan itu memanggilnya.
“Tidak, Elarya! Tetap di sini!” seru Kael ketika melihat istrinya keluar dari tenda.
Namun, Elarya tidak bisa tinggal diam. Ia berdiri di samping Kael, cahaya segel di dadanya mulai memancar lebih terang. “Kita harus melawannya bersama.”
Dengan kekuatan dari segelnya, Elarya menciptakan perisai cahaya yang melindungi kelompok mereka dari serangan makhluk itu. Cahaya itu membuat makhluk itu mundur beberapa langkah, tetapi ia segera menyerang kembali dengan kekuatan yang lebih besar.
---
Keseimbangan yang Rentan
Elarya memfokuskan seluruh kekuatannya pada segel, mencoba menciptakan serangan untuk melawan makhluk itu. Namun, ia merasakan kekuatannya mulai tidak stabil. Segel itu tampak seperti akan meledak kapan saja.
“Kael... aku tidak bisa mengendalikannya!” seru Elarya.
Kael meraih tangannya, mencoba memberinya kekuatan. “Kau bisa melakukannya. Aku di sini bersamamu.”
Nyris melangkah maju, tongkat sihirnya menyala. “Elarya, kau harus menyelaraskan kekuatan segel itu dengan hatimu. Jangan melawannya. Terimalah.”
Elarya memejamkan matanya, mencoba menenangkan pikirannya. Ia mengingat ajaran yang pernah ia baca dalam kitab kuno: Keseimbangan adalah kunci. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.
Perlahan, cahaya segel mulai mereda, tetapi kekuatannya semakin terkonsentrasi. Dengan gerakan tangan, ia menciptakan tombak cahaya besar dan melemparkannya ke arah makhluk itu.
Tombak itu menembus tubuh makhluk itu, menyebabkan ledakan besar yang menerangi malam. Makhluk itu mengeluarkan suara raungan terakhir sebelum tubuhnya hancur menjadi partikel-partikel kecil yang lenyap di udara.
---
Keheningan Setelah Pertempuran
Ketika pertempuran berakhir, Elarya jatuh berlutut, tubuhnya gemetar akibat kelelahan. Kael segera mendekatinya, memeluknya dengan erat.
“Semua sudah selesai,” katanya lembut.
Elarya mengangguk pelan. “Untuk saat ini. Tapi aku bisa merasakan ada yang lebih besar menunggu kita di depan.”
Kael menatapnya dengan penuh keyakinan. “Apa pun itu, kita akan menghadapinya bersama.”
Nyris, yang berdiri di kejauhan, mengangguk pelan. “Kalian adalah harapan terakhir dunia ini. Jangan pernah menyerah.”
Di langit, awan mulai berarak pergi, memperlihatkan bintang-bintang yang bersinar terang. Namun, di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Ini hanyalah awal dari tantangan yang lebih besar.
Kelahiran Sang Penerus - Bagian 2
Elarya merasakan setiap detik berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak. Kekuatan segel di tubuhnya menyatu dengan energi baru yang tumbuh di dalamnya. Meski kehamilannya semakin berat, perasaan aneh dan berdebar terus mengisi dirinya. Kini, di tengah pertempuran dan ancaman yang datang, ia merasakan bayinya tidak hanya tumbuh dalam rahimnya, tetapi juga tumbuh menjadi bagian dari kekuatan besar yang akan menentukan takdir dunia.
Kael, yang selalu di sisi Elarya, semakin merasakan betapa kuatnya ikatan yang terbentuk antara mereka berdua, tidak hanya sebagai pasangan, tetapi juga sebagai pahlawan yang dipilih oleh takdir untuk menghadapi pertempuran yang jauh lebih besar.
“Kael…” Elarya memandangnya dengan mata yang penuh harap dan sedikit cemas. “Aku merasa seperti ada sesuatu yang lebih besar yang akan datang. Bayi ini, Kael… dia bukan sekadar penerus kita, dia juga bisa menjadi ancaman atau penyelamat.”
Kael menggenggam tangannya erat, menatap mata Elarya dengan penuh keyakinan. “Apapun yang akan datang, kita akan hadapi bersama. Kau dan aku, serta anak kita.”
---
Tanda Segel yang Meningkat
Saat malam semakin larut, dan angin sejuk menyapa lembut, Elarya merasakan rasa sakit yang semakin kuat. Perutnya berdenyut, dan dia tahu, saat itu juga, bayi mereka akan segera lahir. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Cahaya dari segel di tubuhnya mulai bersinar lebih terang, lebih kuat, seolah ada sesuatu yang memanggilnya.
“Kael…” Elarya terengah, mencoba mengendalikan nafasnya yang semakin berat. “Ada yang salah… Segel ini, dia—dia semakin kuat. Aku bisa merasakan energi itu. Seperti ada kekuatan yang ingin keluar dari dalam.”
Kael memandang Elarya dengan cemas, namun ia tidak ragu. "Tenang, Elarya. Aku di sini, kita akan melewati ini bersama. Kau kuat."
Tiba-tiba, segel itu meledak dalam cahaya yang terang, dan Elarya merasa sebuah kekuatan luar biasa mengalir dalam dirinya. Cahaya itu tidak hanya miliknya, tapi juga milik bayinya, yang kini seakan menyatu dengan segel di tubuh Elarya. Tubuh bayinya seolah mengalirkan energi yang tidak biasa, lebih kuat dari apapun yang pernah mereka alami.
---
Kelahiran Sang Penerus
Dengan satu tarikan nafas terakhir, Elarya mengerahkan seluruh tenaganya. Dalam keheningan yang membekap, bayi mereka lahir. Tangan kecilnya mengepal, dan saat ia menangis untuk pertama kalinya, cahaya segel yang ada pada tubuh Elarya memancar dengan keindahan yang menakjubkan.
Kael yang berada di sampingnya, menatap putra mereka dengan penuh kebanggaan. Di punggung bayi mereka, terukir segel yang lebih kecil, namun bercahaya dengan intensitas yang sama. Bayi itu, seperti yang mereka duga, membawa kekuatan yang bahkan lebih besar dari apa yang mereka bayangkan.
“Kael… lihat,” Elarya berbisik, dengan air mata kebahagiaan di matanya. “Dia… dia memiliki segel itu juga.”
Kael menggenggam tangan Elarya dan bayi mereka dengan lembut. “Dia akan membawa perubahan, Elarya. Kekuatan besar ada padanya.”
---
Kekuatan yang Belum Tersadar
Namun, begitu bayi mereka lahir, sebuah perasaan aneh mengalir melalui Elarya. Segel itu, yang selama ini hanya menjadi kekuatan pelindung, kini terasa lebih dari sekadar pembawa takdir. Kekuatan itu, yang sejak awal sudah ada dalam diri Elarya, kini bergabung dengan bayi mereka, menciptakan energi yang sangat kuat.
“Kael…” Elarya mengatupkan bibirnya, menatap segel yang kini memancar di punggung bayi mereka. “Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku bisa merasakan bahwa ini bukan hanya tentang kita lagi. Ini lebih besar dari itu.”
Kael menatap bayinya dengan serius. “Kekuatan itu adalah bagian dari takdir yang lebih besar. Kita harus siap menghadapi apa pun yang akan datang. Tidak hanya untuk kita, tapi juga untuk dunia ini.”
---
Perjalanan yang Baru Dimulai
Elarya menatap bayinya, yang kini tertidur dalam pelukannya. Cahaya segel yang bersinar itu menciptakan aura yang sejuk, namun juga penuh dengan kekuatan yang tidak bisa dinalar.
“Saatnya kita melindungi masa depan,” Elarya berkata perlahan, menatap Kael dengan tekad yang sama. “Masa depan anak kita, dunia kita.”
Kael mendekat, menggenggam tangan Elarya dan bayi mereka dengan penuh kasih sayang. “Bersama, kita akan melalui segalanya. Tidak ada yang bisa menghentikan kita.”
Di tengah malam yang sepi, mereka menyadari bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Tugas mereka sebagai pelindung dunia dan keluarga telah menjadi lebih besar. Segel yang ada pada Elarya dan kini pada anak mereka, adalah tanda bahwa kekuatan yang lebih besar sedang menanti. Dan mereka harus siap untuk menghadapinya, apapun yang terjadi.
---
Dengan setiap detik yang berlalu, mereka tahu bahwa takdir mereka terjalin dalam cahaya dan kegelapan yang tak terpisahkan. Namun, satu hal yang pasti: mereka akan menghadapi apapun yang datang bersama, sebagai keluarga, dan sebagai pelindung dunia yang mereka cintai.