'Xannia Clowin'
Gadis cantik berusia 22 tahun yang selama menjalani hidup baru kali ini dia mengetahui pengkhianatan sang ayah kepada ibunya .
Sejak Xannia berusia 2 tahun ternyata sang ayah sudah menikah lagi bahkan wanita itu sedang mengandung anaknya.
Awal mula terbongkar pengkhianatan ayahnya itu ketika sorang gadis yang tak jauh beda dari usia xannia datang,gadis itu langsung menemui ibu Xannia dan mengaku sebagai anak dari istri kedua suaminya,
semenjak kejadia itu ibu xannia sering sakit-sakitan dan 5 bulan kemudian sang ibu meninggal dunia.
Dari kejadian itu menimbulkan rasa dendam dan sakit hati Xannia kepada ayah dan kelurga istri keduanya,sehingga Xannia bertekat membalaskan dendam atas rasa sakit dan pengkhiantan ayahnya yang sampai membuat ibunya tiada,bahkan dia rela menjadi istri kontrak miliader yang ingin memiliki keturunan , dan dari situlah Xannia ingin memanfaatkan pria itu untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VHY__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Xannia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sesekali dia bahkan mengumpat guna mengeluarkan semua amarahnya.
Hingga tanpa sadar dia hampir saja menabrak mobil yang berada di depannya.
"Aku membencimu dad," ujar Xannia.
Hingga tak sampai lima belas menit Xannia sampai di basement apartemennya.
Dia berjalan kearah lift setelah mengeluarkan kopernya.
Xannia menekan nomer lantai dimana unitnya berada.
Saat pintu lift akan tertutup rapat, tiba-tiba ada sebuah tangan besar yang menahan pintu lift itu.
Seorang pria masuk kedalam dan melihat Xannia yang menundukkan kepalanya sambil melihat sepatunya.
Pria itu berdiri di depan Xannia sambil membelakanginya.
Ting...
Pintu lift terbuka dan xannia mendongakkan kepalanya, dia melihat punggung pria dengan balutan jas.
"Permisi," ujar Xannia karna pria itu menghalangi jalannya.
Pria yang ada di hadapan Xannia bergeser dan memberi jalan padanya, Xannia berjalan begitu saja tanpa melihat pria itu.
Xannia berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan pintu apartemennya.
Setelah pintu itu terbuka Xannia masuk dan berjalan kearah kamarnya.
Dia membuka koper miliknya dan memindahkan pakaiannya ke dalam lemari.
Xannia menaruh foto ibunya di atas nakas samping tempat tidurnya.
Malam harinya, setelah pulang dari kantor Kay menyempatkan dirinya untuk melihat Xannia sebentar.
"Kau sudah makan malam?" tanya Kay.
"Belum," jawab Xannia
"Kebetulan sekali, aku membeli ini saat dalam perjalanan pulang," ujar Kay.
Kay menunjukan kantong plastik yang berisi makanan pada Xannia.
"Tapi aku tidak lapar," jawab Xannia dengan malas.
"Kau harus makan dan mengisi tenagamu," sahut Kay.
Kay mulai membuka bungkusan makanan itu dan memberikannya pada Temannya itu.
"Makanlah," kata Kay.
Xannia melihat makanan itu tanpa minat dan dengan terpaksa berlokasi.
"Kau besok jadi masuk kerja?" tanya Kay.
"Mm..." gumam Xannia.
Satu minggu telah berlalu, Xannia kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Setelah keluar dari rumah ayahnya, Xannia tak lagi menginjakan kakinya di rumah itu.
Xannia juga tahu dari pelayan di rumahnya jika anak dan istri ayahnya tinggal di mansion, dia bahkan memperkerjakan anak keduanya disana.
"Xannia..." panggil seorang pria dengan kepala plontosnya.
"Iya tuan Joe?" sahut Xannia
"Antarkan ini keruangan tuan Davendra," ujar tuan Joe, yang merupakan atasan Xannia
"Baik" sahut Xannia.
Xannia mengambil berkas itu dari tangan tuan Joe dan berjalan kearah lift.
Setelah berada di dalam lift, Xannia menekan nomer paling atas di gedung itu.
Ting...
Pintu lift terbuka dan Xannia keluar, dia menyusuri lorong yang terlihat sepi itu, selama di perjalanan jantung Xannia berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Kemana dia?" gumam Xannia yang melihat meja sekretaris kosong.
Xannia berjalan ke arah pintu dan ingin mengetuknya, tapi pintu itu lebih dulu dibuka dari dalam.
"Pikirkan baik-baik apa yang aku bicarakan Mave, aku lelah setiap malam harus dihantui oleh ayahmu karna melihat putranya belum menikah," ujar seorang pria dari ambang pintu.
Xannia menyingkir karna pria paruh baya itu ada di hadapannya.
"Ahh... Nona Xannia? Anda bekerja disini?" tanya pria itu setelah sadar bahwa ada seseorang di sampingnya.
"Iya tuan," sahut Xannia dengan ramah.
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya ibu anda," ujarnya dengan sopan dan sedikit membungkukkan badannya.
"Terima kasih tuan," jawab Xannia.
"Apa anda ingin bertemu dengan tuan Davendra?" tanya pria itu lagi.
"Iya, saya di minta tuan joe untuk mengantarkan berkas ini," jawab Xannia.
"Paman, kau bilang kau akan pergi. Kenapa menghambat pegawaiku," ujar pria yang ada di dalam ruangan.
"Kalau begitu aku permisi nona," ujar pria paruh baya itu dan pergi dari hadapan Xannia.
"Masuklah, apa kau akan terus berdiri di sana seperti patung," ujar sebuah suara dingin dari dalam ruangan.
Xannia masuk kedalam ruangan besar itu dengan sopan.
Dia berjalan kearah seorang pria yang sedang duduk di kursi kebesarannya.
"Ini adalah laporan dari tuan Joe," ujar Xannia memberikan berkas itu.
"Kalau begitu saya permisi," ujar Xannia yang hendak pergi.
"Ayahmu menghubungiku agar aku memecatmu dan membuatmu tidak bisa bekerja di manapun lagi," ucap pria itu.
Xannia menghentikan langkahnya dan mengepalkan tangannya.
"Lalu, apa anda menyetujuinya?" tanya Xannia.
"Aku tidak akan mencampuri urusan pribadi orang lain dengan pekerjaan," jawabnya datar.
"Terima kasih," sahut Xannia
Karna tidak ada lagi yang akan di katakan akhirnya Xannia keluar dari ruangan itu.
Xannia kembali lagi ke ruangannya dan menuju ke meja kerjanya.
Dia melihat ponselnya yang bergetar.
"Halo paman, ada apa?" tanya Xannia
"Kau keluar dari rumah?" terdengar suara pria dari sebrang telepon.
"Iya," jawab Xannia.
"Datanglah kerumah saat makan malam, ada yang ingin paman berikan padamu dari ibumu," ujarnya.
"Baiklah," sahut Xannia.
Panggilan itupun berkahir dengan beberapa pembicaraan kecil.
Xannia kembali fokus pada pekerjaannya yang sempat tertunda tadi.
Kay mengajak Xannia untuk makan siang bersama di kantin perusahaan.
"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan pria itu? Kau sudah bertemu dengannya?" tanya Xannia.
"Belum, sekarang dia sedang berada di Italia," jawab Kay.
"Cari saja yang baru, jangan terlalu mengharapakan pria yang tidak serius. Mungkin pria itu hanya ingin main-main saja denganmu," sahut Xannia.
"Aku tidak mengharapkannya," timpal Kay.
"Kalian masih saling berkomunikasi?" tanya Xannia.
"Hanya sesekali," jawab Kay.
Xannia mendudukan dirinya di dekat jendela.
"Aku akan memesan makanan dulu," ucap Kay dan di angguki oleh Xannia.
Xannia membuka ponselnya dan mendapat pesan dari salah satu pelayan di mansion ayahnya. Jika sanga ayah akan mengumumkan pada semua orang tentang anak dan istri keduanya.
"Are you oke?" tanya Kay yang baru saja datang dan melihat perubahan raut wajah Xannia
"Mm..." gumam Xannia sebagai jawaban.
Dan mereka pun makan dengan tenang.
Setelah jam makan siang usai, Xannia kembali lagi ke ruang kerjanya.
Di tengah perjalanan dia berpapasan dengan sang ayah.Sydney tak menghiraukan ayahnya dan berlalu begitu saja.
"Xannia!" panggil Martin.
Sydney menghentikan langkahnya dan berbalik melihat sang ayah.
"Ada apa?" tanya Xannia datar.
"Kak, harusnya kau tak bicara seperti itu pada daddy," tegur Maria.
"Siapa kau berani menegurku?" ujar Xannia datar dan dingin.
"XANNIA!" bentak martin
Dan seketika itu mereka menjadi tontonan orang-orang yang lewat lalang.
"Kak... Kau masih marah padaku? Aku sudah minta maaf padamu, haruskah aku bersujud di bawah kakimu?" ucap Maria dengan lirih dan air mata yang sudah keluar.
Xannia berdecak melihat Maria yang menangis sesegukan.
"Tak seharusnya kau seperti itu pada adikmu, kau boleh membenci daddy. Tapi jangan adikmu," ucap martin menahan kekesalannya.
"Aku tidak pernah punya adik, dan ibuku hanya melahirkan aku seorang," jawab Xannia.
"Apa kau tidak malu membawa urusan keluarga di perusahaan orang lain?" sindir Xannia.
Xannia pergi dari hadapan kedua orang itu dan masuk kedalam lift yang baru saja terbuka.