Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengintaian
Di apartemennya, Nisa tengah asyik mengecek Instagram, memeriksa story yang diunggah teman-temannya. Di dekatnya, Dara dan Farah sedang duduk menikmati makan siang, masih membahas berbagai topik ringan untuk mengalihkan pikiran Dara dari masalahnya.
Tiba-tiba, Nisa melihat story terbaru dari Mika dan mengangkat alis, teringat dengan kejadian semalam. "Eh, lihat ini deh! Si Mika foto sama ‘gadun’ yang kita lihat di bar semalam," ucap Nisa sambil menyenggol Farah.
Farah langsung tertarik dan mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas. "Oh, dia sampai foto bareng juga?" tanya Farah dengan nada penuh minat. Namun, Dara hanya mengerutkan dahi, tak paham apa yang mereka maksud.
"Gadun? Maksudnya apa, sih?" tanya Dara dengan bingung.
"Itu, lho," jawab Nisa sambil tertawa kecil, "kemarin waktu kita di bar, aku lihat Mika lagi jalan sama cowok yang kayaknya 'gadun', gitu. Nih, lihat story-nya! Sayangnya, wajah cowoknya ditutup stiker, tapi badannya kelihatan, dan bagus banget!"
Nisa lalu mengarahkan ponselnya ke Dara, berusaha menampilkan foto yang dimaksud. "Nih, mau lihat nggak, Dar? Biar ikut seru."
Namun, Dara tampak tak tertarik dan mengangkat tangan, menolak ponsel Nisa. "Ah, nggak usah deh. Aku nggak mau mikirin Mika sekarang," ujarnya, lalu menghela napas. "Pikiranku sudah cukup pusing dengan Antony yang nggak ngabarin sama sekali."
Dara memalingkan wajah, menatap kosong ke arah jendela apartemen sambil memainkan sendok di tangannya. Farah memperhatikan ekspresi Dara yang terlihat sedih dan kecewa, dan tatapannya berubah menjadi empati. Farah dan Nisa bertukar pandang, lalu Nisa akhirnya meletakkan ponselnya dan mendekati Dara.
"Dar," ujar Nisa dengan nada lembut, "mending kamu pulang sekarang. Kasihan Alea, dia pasti nyariin ibunya. Jangan cuma kepikiran soal Antony terus. Ingat, ada Alea yang juga butuh perhatianmu."
Dara menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. Kata-kata Nisa mengingatkannya pada Alea, yang pasti merasa bingung dengan ketidakhadirannya. Sebagai seorang ibu, Dara tahu betul bahwa Alea adalah prioritasnya, dan ia tak ingin putrinya merasa diabaikan.
"Iya, kamu benar, Nis. Aku nggak mau Alea jadi korban masalah ini," jawab Dara pelan, meski ada nada kelelahan dalam suaranya.
Farah mengangguk, setuju dengan Nisa. "Kadang kita memang harus fokus sama hal-hal yang penting, Dar. Alea itu sumber kebahagiaanmu, jangan sampai kamu abaikan dia hanya karena masalah sama Antony."
Dara mengangkat wajahnya dan menatap kedua temannya. Meski hatinya masih berat, nasihat mereka memberinya sedikit kekuatan. Setelah menarik napas dalam-dalam, Dara tersenyum tipis, berusaha menenangkan hatinya.
“Terima kasih, kalian. Aku pulang sekarang, biar Alea nggak khawatir,” ucap Dara dengan suara yang terdengar lebih tegar.
Nisa dan Farah tersenyum mendukung, lalu mengantarkan Dara sampai ke pintu apartemen. “Kalau kamu butuh teman curhat lagi, kamu tahu di mana kami,” ujar Nisa sambil merangkulnya sejenak.
Dara mengangguk. “Aku tahu. Terima kasih lagi, Nis, Farah.” Setelah berpamitan, Dara pun meninggalkan apartemen Nisa dan menuju rumahnya, di mana Alea menantinya.
***
Di sisi lain, Antony dan Mika baru saja tiba di depan rumah Mika setelah selesai dari gym. Mereka tertawa bersama sambil berbincang santai, tampak akrab dan hangat. Saat Antony berhenti sejenak untuk berpamitan, tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya dan mencium Mika. Mika terkejut sesaat, namun kemudian membalas ciumannya dengan senyuman tipis.
Namun, tanpa mereka sadari, ada mata yang memperhatikan di balik tirai jendela rumah Mika. Mela, karyawan baru yang diperkenalkan Raka kepada Mika, mengintip dari balik jendela, menyaksikan momen intim itu dengan mata penuh rasa penasaran. Mela sudah mulai curiga pada hubungan mereka sejak beberapa hari terakhir, dan momen ini menguatkan firasatnya.
“Jadi, benar... mereka memang punya hubungan spesial,” gumam Mela pelan, mencoba menyusun kepingan informasi yang ia miliki. Mela mengingat instruksi Raka, yang memintanya untuk mengamati setiap gerak-gerik Mika di balik alasan pekerjaan.
Antony berbisik pada Mika, “Aku benar-benar menikmati waktu kita hari ini, sayang. Semoga kita bisa lebih sering seperti ini.” Antony menatap Mika dengan pandangan penuh arti, seakan melupakan semua yang terjadi di rumahnya bersama Dara.
Mika tersenyum dan membalas lembut, “Aku juga. Tapi kita harus tetap hati-hati. Terutama karena… kamu tahu, keadaan kita yang rumit.”
Antony mengangguk, tampak paham. “Tentu saja. Tapi aku sudah tidak peduli lagi dengan risiko-risiko itu. Yang penting, aku ada di sini bersamamu.”
Setelah berpamitan, Antony kembali ke mobilnya dan melaju pergi, sementara Mika berjalan masuk ke rumah dengan perasaan bercampur aduk. Ia tidak sadar bahwa Mela masih mengintai dari balik jendela, memperhatikan setiap ekspresi dan gerak-geriknya. Mela menarik napas dalam, merasa bahwa informasi ini adalah sesuatu yang penting.
Sesaat kemudian, Mela mengirim pesan pada Raka: “Aku lihat Mika dengan seorang pria. Sepertinya hubungan mereka lebih dari sekadar teman biasa.”
Raka membalas pesan itu dengan cepat: “Terus amati, Mela.apa kamu bengambil foto mereka? " balas Raka
Mela mengetik balasannya dengan cepat. “Ah, maaf, Pak. Saya lupa. Tapi pria itu kelihatannya tampan dan kaya, kalau dilihat dari mobilnya.”
Saat Mela masih sibuk menatap ponselnya, Mika tiba-tiba masuk ke rumah dan memperhatikannya dengan tatapan tajam. Mela tersentak, langsung menyembunyikan ponselnya dan berusaha terlihat tenang.
“Mela, kamu sudah selesai dengan tugasmu?” tanya Mika sambil menyelidik, matanya seolah meneliti setiap gerak-gerik Mela.
“Iya, Kak. Tadi sudah saya selesaikan,” jawab Mela dengan suara agak gugup, berusaha menormalkan ekspresinya.
“Baik, nanti bawakan laporanmu ke ruang kerja saya. Pastikan semua datanya lengkap, ya,” ujar Mika sambil melangkah melewatinya.
Mela mengangguk patuh, lalu menatap punggung Mika yang menjauh. Ada perasaan gugup, tetapi juga penasaran yang tumbuh di dalam dirinya. Ia tahu, semakin lama ia berada di rumah Mika, semakin banyak rahasia yang terbuka di depannya—dan Raka seolah mendorongnya untuk menggali lebih dalam.
Saat Mika masuk ke ruang kerjanya, Mela menarik napas dalam dan menenangkan dirinya sebelum kembali fokus pada tugas yang diberikan. Namun pikirannya terus berputar, memikirkan instruksi Raka dan perasaan ganjil yang ia dapatkan dari bekerja di rumah Mika.
mampir juga dikaryaku ya kak jika berkenan/Smile//Pray/