Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KSYT-4
Waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Arya sudah selesai dengan semua pekerjaannya, tak lupa ia menjemur pakaian yang malam tadi sempat ia cuci.
Ia mempersiapkan barang dagangannya, dan akan mulai mengedarkannya ke sekolah-sekolah yang ada dikecamatan tersebut.
"Dik, Mas berangkat kerja, kamu jangan keluyuran kemana-mana, dan tolong nanti jemputkan Rayan disekolah, pukul 11.30 ia sudah pulang, ingat, ya," pesan Arya pada sang istri sebelum ia berangkat bekerja.
Tafasya hanya memanyunkan bibirnya dan ia tak begitu perduli dengan apa yang disampaikan oleh suaminya. "Mau jemput pakai apa? Emangnya kita ada motor dua?" wanita itu menjawab dengan sinis. "Motor satu saja butut dan kamu bawa kerja, masa iya aku harus naik angkot? Sorry ya!" cibirnya kembali.
Arya menghela nafasnya dengan berat mendengar jawaban sang istri. "Nanti sore aku belikan motor, tapi tolong jemput Rayan-ya, pinjam motor mbak.Nita bentar, jangan lupa isi bensinnya, biar dia tidak jera kalau dipinjam barangnya," jelas Arya pada sang istri, lalu pergi mengendarai motornya dan ia akan berdagang keliling untuk menjajakan dagangannya.
Tafasya tercengang dengan jawaban suaminya. "A-apa? Dia mau beliin aku motor? Paling juga credit, dan bulan depan nunggak pembayaran! Dasar sial nikah dengan Mas Arya, ku kira dia dulu kaya raya, ternyata kere!" umpatnya dengan kesal.
Setelah suaminya pergi bekerja, Tafasya menghubungi tetangganya Lina, ia mencoba meyakinkan akan perjanjian mereka malam tadi. Setelah menyelesaikan masalahnya dengan Lina, wanita itu keluar dari rumahnya, lalu menuju rumah Nita yang merupakan ketua dari bank keliling yang ada dikompleksnya.
“Nit, Nita,” panggilnya dari teras rumah. Bahkan ia tak perduli jika hari masih pagi dan orang sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
“Iya, bentar,” sahut seseorang dari dalam rumah, lalu terdengar langkah kaki menuju ke arah depan.
“Eh, fasya, ada apa?” Tanya wanita itu dengan ramah.
“Nit, aku mau ngajukan pinjaman, tapi pakai nama Lina, bisa-kan?” Tafasya tampak tak sabar ingin mendengar jawaban dari wanita dihadapannya. Ia sudah memesan perhiasan bermata berlian yang harganya cukup fantastis, ia tidak ingin hadir diacara reunian tanpa perhiasan.
“Kamu-kan baru minjam, apa nanti gak keteteran buat bayarnya, dan belum tentu Lina setuju namanya kamu pakai,” Nita mencoba mengingatkan. Sebab angsurannya yang cukup besar bagi masyarakat ekonomi kebawah itu akan menjadi beban bagi ketua jika sampai salah satu anggotanya tidak lancar membayar.
“Kamu gak percaya sama aku, Mas Arya kan jualan bakso, lagi pula ini untuk modal dagang bakso, dan aku udah ngomong dengan mbak Lina, dia sudah setuju,” kilahnya. Ia berusaha meyakinkan Nita jika ia mengambil uang tersebut untuk modal usaha.
Nita mulai termakan ucapan Tafasya, dan ia mengangguk setuju. “Baiklah, aku akan usahakan, dan seminggu lagi akan cair,” jawab Nita.
Seketika rona wajah wanita itu begitu cerah. “Ok, Nit. Nanti kalau sudah mau penciran kabari ya.” Ia memutar tubuhnya untuk kembali pulang ke rumah.
Setibanya dirumah, ia mendapat pesan WA dari sahabatnya yang merupakan panitia acara reunian. “Fasya, kamu belum setoran uang reunian, acaranya seminggu lagi,”
Wanita itu berdecak kesal. Jika ia belum membayarnya, dan jika saja semua teman-temannya mengetahui hal tersebut, maka hilang sudah harga dirinya.
Ia menghubungi Arya untuk meminta uang yang dimaksud. Beberapa kali ia menghubungi, namun tidak tersambung. Hingga akhirnya ia merasa kesal dan mencoba menelpon ibunya.
Ia berharap jika sang ibu memiliki solusi untuk dirinya. Ia menekan nomor yang ia tuju, dan panggilan tersambung.
“Hallo, Bu. Aku mau pakai uang, ibu bisa usahakan? Soalnya minggu depan kami mau reunian temen kuliah, aku malu jika tidak membayarnya,” ungkap Tafasya tanpa basa-basi. Sebab jika menunggu uang pencairan bank keliling, maka itu tidak akan mencukupi untuk kebutuhan hidupnya yang hedon.
Ani yang mendengar keluh kesah anaknya, seketika tersenyum sumringah dibalik seberang telepon. “Tentu, Sayang. Kamu akan mendapatkan apapun yang kau mau, datanglah pada ibu, maka semua masalahmu akan selesai,” jawab wanita yang ia anggap telah mendedikasikan diri sebagai ibu dengan nada sungguh.
Tafasya tersenyum sumringah, ia memutuskan panggilan teleponnya dan bergegas mandi lalu berdandan secantik mungkin.
Setelah hampir satu jam lamanya, Tafasya tiba dirumah ibunya, dan ia baru saja turun dari angkot dengan rasa jengkel yang teramat sangat, dan semua itu tak lain karena ia belum memiliki motor baru, sebab Arya menjanjikannya sore nanti.
Wanita itu mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil mewah terparkir dihalaman rumah orangtuanya, dan ia sangat penasaran akan pemilik mobil tersebut.
Ia memasuki rumah dengan langkah yang sedikit diperlambat, dan saat memasuki ruang tamu, ia melihat seorang pria berusia 50 tahun dengan tubuh tinggi dan juga tegap dengan perut buncit, serta kumisnya yang melintang diatas bibir menatap Tafasya tak berkedip.
“Wah, anak ibu sangat cantik sekali, kenalkan ini Om Bondan yang pernah ibu ceritakan padamu,” Ani terlihat begitu antusias memperkenalkan pria paruh baya yang mana seharusnya sangat tepat jika dipanggil ayah oleh Tafasya.
“Maksud Ibu apa ya?” tanyanya dengan tak mengerti.
Ani membolakan kedua matanya. “Kamu itu jangan membantah apa yang ibu katakan, Om Bondan akan menyelesaikan masalahmu tanpa masalah,” jawab sang ibu menegaskan.
Pria bernama Bondan itu mengulas senyum berbinar. Ia tidak dapat memungkiri kecantikan Tafasya dan tubuh segar yang begitu menggiurkan, hal itu membuat otaknya traveling untuk segera ke ranjang.
“Hallo cantik, kenalkan Om Bondan. Om akan memberikan apapun yang kamu inginkan,” ucap pria itu dengan senyum menjijikkan.
Tafasya yang saat ini sangat membutuhkan uang, tak lagi dapat berfikir dengan sehat, mungkin benar, jika ia menjalin hubungan dengan pria matang dihadapannya, maka ia akan mendapatkan apapun yang ia inginkan, toh, suaminya juga tidak akan mengetahuinya.
“Bagaimana? Apakah kamu setuju dengan apa yang om tawarkan?” pria itu terus meyakinkan sang wanita yang sudah lama ia incar.
“Baiklah, tapi buktikan dulu apa benar om bisa belikan aku sepeda motor?” tantang Tafasya pada pria tersebut.
“Hal mudah bagiku, Sayang. Ayo kita keluar,” pria itu menganggukkan kepalanya menatap Ani dan ia merangkul sang wanita yang sudah lama membuatnya tergila-gila.
Keduanya memasuki mobil dan tanpa canggung bercanda dengan mesra.
Didalam mobil, Bondan sudah tak tahan lagi untuk menjamah sang wanita yang membuat senjatanya berdiri karena menghirup aroma parfum yang dikenakan oleh Tafasya.
“Sebelum ke showroom, kita singgah dihotel terdekat dulu, ya. Om sudah gak kuat melihat kecantikan yang kamu miliki,” ucapnya dengan nada menjijikkan.
Tafasya sepertinya faham apa yang diinginkan oleh pria tersebut. Ia sempat berfikir apakah tindakannya salah karena telah mengkhianati suaminya, tetapi ia tak punya pilihan, sebab ia sangat membutuhkan uang, dan Om Bondan akan memberikan apapun yang ia minta, jikapun ia berkhianat, maka itu tidak akan kentara, sebab tidak ada jejak yang ditinggalkan.
“Tapi jangan dikeluarin didalam ya, Om. Saya gak mau hamil,” ucap Tafasya pada pria paruh baya itu.
“Jikapun hamil emangnya kenapa? Kamu punya suami, orang-orang tidak akan curiga, dan jika kamu ingin bercerai, om bersedia menikahimu,” pria itu meyakinkan.
Tafasya mulai goyah, dan ia membenarkan ucapan dari pria tersebut, lalu setan sukses menyesatkannya.
“Ya sudah, terserah om saja. Tapi transfer dulu kerekening milikku, biar aku percaya jika om benar-benar tajir dan bukan omong doank,” Tafasya mulai waspada.
“Gampang, berikan nomor rekeningmu,” Bondan menyanggupi, lalu mengeluarkan ponselnya untuk mengetik angka nominal pada rekening yang diberikan oleh wanita selingkuhannya.
Sekian detik kemudian, uang sebesar 20 juta rupiah masuk kerekening pribadinya.
Seketika bola mata wanita muda itu membeliak. Ia seolah tak percaya akan apa yang dilihatnya. “Ini beneran, Om?” ia merasa jika begitu mudah untuk mendapatkan uang dalam hitungan detik bersama dengan pria dihadapannya, lalu untuk apa ia bertahan dengan Arya yang hidupnya penuh dengan kemiskinan.
“Tentu saja. Jika pelayananmu bagus, om akan tambah lagi dengan bonus sepeda motor,” pria itu semakin meyakinkan.
Tafasya mengangguk cepat. Demi uang, ia rela menjual kehormatannya dan juga harga dirinya.
Tanpa ia sadari, ia telah terperangkap dalam tipu daya setan dan menjadi istri yang durhaka yang mana neraka siap untuk menyambutnya.
Tanpa menunggu lama, Bondan melajukan mobilnya menuju hotel terdekat yang akan membuat mereka memadu kasih..
atau udah g punya malu?
G MALU APA BILANG PERNAH.
KALAU PERNAH KAN SEKARANG UDAH GAK LAGI🤣🤣🤣🤣
dah g usah ditanggepin ar, tinggal pergi aja🏃♂️🏃♂️🏃♂️
DISINILAH LETAK DIMNA AKU GAK BEGITU SUKA DENGAN CERITA DRAMA KELUARGA.
KOMEN KU BERASA KAYAK EMAK EMAK KOMPLEK BLOK 69🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
SAYANG...
seribu kali SAYANG🤣
ni mulut tasya enaknya dikasih sambal bakso semangkok🏃♂️