DASAR, SUAMI DAN ISTRI SAMA-SAMA PEMBAWA SIAL!
Hinaan yang tak pernah henti disematkan pada Alana dan sang suami.
Entah masa lalu seperti apa yang terjadi pada keluarga sang suami, sampai-sampai mereka tega mengatai Alana dan Rama merupakan manusia pembawa sial.
Perselisihan yang kerap terjadi, akhirnya membuat Alana dan sang suami terpaksa angkat kaki dari rumah mertua.
Alana bertekad, akan mematahkan semua hinaan-hinaan yang mereka tuduhkan.
Dapatkah Alana membuktikan dan menunjukkan keberhasilannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V E X A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAM34
POV Author
"Na, restomu makin terkenal lho," Raya tersenyum penuh makna.
Alana mengerjap. "Masa iya, Mbak? Tahu dari mana?"
"Tadi di sekolah ada salah satu guru yang nanya ke Mbak. Bener gak resto dan cafe Sumringah punya saudara Mbak, gitu."
"Nanya begitu kenapa rupanya, Mbak?" Alana terlihat penasaran.
"Ada video yang ada Bima dan Bulek Darminya. Viral, Na. Kamu tau ada kejadian itu kan? Pasti tahu lah ya, masa pemilik restonya gak tau kalau ada kejadian begitu."
"Tau, Mbak. Aku ada di sana. Cuma karena Bima penanggung jawab resto, jadinya dia minta dia yang menyelesaikan. Ngomong-ngomong, Mbak punya videonya? Aku pingin lihat, video yang beredar itu bagaimana?" Alana menatap penuh harap.
Raya segera mengeluarkan ponselnya. "Bentar ku kirim ke kamu link nya, ya."
Alana pun lekas memeriksa ponsel nya saat benda pipih itu berdenting.
"Aku nonton di meja makan bentar ya, Mbak. Biar anak-anak gak denger." Alana beranjak dan menjauh sejenak.
Wanita berparas cantik itu segera membuka video dari link yang tadi dikirim Raya. Ternyata video itu merupakan video yang direkam oleh salah satu tamu. Wajah Darmi terlihat jelas, suaranya yang mencak-mencak pun terdengar jernih dan jelas.
Selesai menonton, Alana kembali ke ruang tengah. Sedangkan Raya asyik mengobrol dengan istri Pak Karto.
"Gimana, Na? Pria di video itu Bima ya?"
"Ya gak gimana-gimana, Mbak. Aku masih takjub sih meski ngelihat langsung saat di resto kemarin. Iya pria itu Bima, adikku."
"Lho kamu ada di sana, Na? Kok gak masuk frame?" Raya terbahak-bahak.
"Ada, Mbak. Lagi ngitung kebutuhan belanja sama Bima awalnya. Waktu itu, Bima ngelarang aku untuk ngurusi Bulek. Katanya itu tugas dia sebagai penanggung jawab restoran. -- Miris ya, Mbak, ngelihat Bulek."
"Dia mungutin lagi, Na. Ya ampun! Di mana harga dirinya sih, Na!" Raya kembali terbahak.
"Aku beneran melongo waktu Bulek nunduk dan mulai munguti uangnya. Bener-bener nganga. Rasanya pingin ku tarik tangannya untuk berhenti, Mbak. Menurut Mbak Raya, Ibu perlu dikasih tahu tidak? Karena kan disebut-sebut terus ama Bulek. Aku bukannya keberatan kalau ada orang yang menganggap restoran itu milik Ibu, Mbak. Cuma aku gak suka kalau nama Ibu dimanfaatkan untuk hal memalukan begitu. -- Mbak, ngerti kan maksudku?"
"Mbak paham, Na. Besok kalau ada kesempatan kita kasih tahu Ibu sama Bapak. Biar mereka juga paham dan dapat infonya lengkap. Jangan sampai ada orang lain bahkan keluarga sendiri yang mengadu domba kita. Mbak gak rela kalau keluarga kita yang mulai akur ini dibikin berantem lagi. Apalagi sama Bulek Darmi lagi, yang selalu nyakitin Ibu dari dulu."
...****************...
Bu Tini sedang mencabuti rumput di sekeliling tanaman rempahnya. Selama ini halaman depan dan belakang mertua Alana itu ditanami berbagai macam tanaman rempah. Seperti kunci, jahe, dan lainnya. Bagian belakang lebih banyak tanaman sayur.
Selagi Bu Tini fokus mencabut rumput, dua wanita seumuran nya datang menyapa. Yakni ; Siti dan Tiyem.
"Mbak Tini, sekarang sudah kumpul semua anaknya di sini ya?" sapa Bu Siti.
"Iya, Mbak. Raga sudah di sini ngurusin kebun Bapaknya."
"Lebih enak gitu lah, Mbak. Kata pepatah dulu, mangan ora mangan sing penting kumpul. Ya kan?" sahut Bu Siti lagi.
"Iya bener, Mbak. Kalau ada apa-apa juga ada yang nolong." Bu Tiyem menimpali.
"Eh, Mbak Tini, tau gak? Adik sampeyan viral lho, Mbak!" sambung Bu Tiyem.
"Viral apa?" tanya Bu Tini dengan heran.
"Lho, Mbak Tini, gak tau kemarin adikmu munguti uang terus di videoin orang, lalu disebar di media sosial. Sekarang viral."
"Munguti uang gimana, Mbak?" Bu Tini masih bingung.
"Ini lho, Mbak Tini. Adik sampeyan itu marah-marah di restoran. Tidak mau bayar makanannya. Terus karena dipaksa bayar, dia lempar uangnya ke pegawai resto. Eh diambilin lagi tuh uang, karena pegawai restorannya tidak terima."
"Nih videonya, Mbak. Lihat sendiri gih."
Bu Tini menerima ponsel yang disodorkan Bu Tiyem. Kemudian menganga melihat kelakuan adiknya di video itu.
"Ya ampun Darmi ...!" Geram Bu Tini seraya mengembalikan ponsel tersebut.
"Memangnya restoran itu beneran punya kamu, Mbak Tini?" tanya Bu Siti.
"Bukan, Mbak. Darmi ngarang aja itu."
"Lah, punya siapa sebenarnya, Mbak? Kok Darmi berani menyebut nama sampeyan." tanya Bu Tiyem.
"Punya Alana, istrinya Rama."
"Oalah, punya menantunya toh, Mbak. Darmi berani betul ya menyebut nama sampeyan supaya minta gratisan. Dari dulu gak berubah tuh anak. Nekatan!"
Bu Tini hanya diam sambil mengambil napas dalam berkali-kali.
"Mbak Tiyem, videonya bisa tolong dikirim ke saya?"
"Bisa, Mbak. Bentar saya kirim ya."
"Makasih ya, Mbak."
"Dikasih tau tuh si Darmi, Mbak. Malu lah sudah tua bikin ribut gitu. Nama sampeyan juga tersangkut. Mana ujung-ujungnya uangnya dipungut lagi," ujar Bu Siti.
Bu Tini kembali menarik napas dalam.
"Iya, Mbak. Inget kan dulu saat almarhum Bapak sampeyan meninggal, dia malah datang telat. Saat sudah dikuburkan, dia baru muncul besoknya. Langsung marah-marah lagi. Harusnya kan berkaca. Masa nguburnya nunggu dia pulang." Bu Tiyem mengingatkan Bu Tini tentang peristiwa yang melukai hatinya.
"Darmi sudah dewasa, Mbak. Sudah tua malah. Saya paling cuma bisa ngasih tahu aja. Untuk berubah, ya ... dari dia nya sendiri." jawab Bu Tini dengan bijak. Meski jengkel juga sama adiknya itu.
Sedikit-sedikit dia sudah mulai menerima bahwa kematian bapaknya bukan salah siapa-siapa, tapi, memang sudah waktunya saja. Cuma karena butuh pelampiasan atau kambing hitam, ditambah adiknya yang selalu meyakinkan dia bahwa karena dia melahirkan Rama lah jadi bapaknya tidak terurus. Sehingga membuat ganjalan terhadap Rama masih ada.
"Ya udah ya, Mbak. Kami pamit dulu. Mau ke warung depan. Tadi kami pikir Mbak tau kejadian Darmi di video itu."
"Iya silahkan, Mbak. Terima kasih ya sudah memberitahu."
"Sama-sama, Mbak. Mari ...."
Setelah kepergian dua tetangganya itu, Bu Tini tergesa-gesa masuk ke rumahnya. Suaminya yang sedang santai di depan tv merasa heran. Kebetulan Utami, menantunya, sedang ke rumah orang tuanya bersama Raga dan cucu-cucunya.
"Ada apa, Bu? Kok kayak ngelihat hantu?" tanya sang suami.
"Anu, Pak. Itu, Darmi ...." Bu Tini tergagap.
Rencananya dia akan menelepon adiknya di kamar tanpa sepengetahuan suaminya. Malah kena gap duluan.
"Kenapa lagi sama Darmi? Bikin ulah lagi dia?" tanya Pak Yanto dengan santai.
Bu Tini mengangguk pasrah.
"Apa lagi yang dia bikin kali ini?"
"Darmi bikin masalah di restoran Alana." jawab Bu Tini pelan.
Pak Yanto menghela napas. "Masalah apa lagi?"
Bu Tini mengulurkan ponselnya. "Ini ... Bapak lihat langsung aja videonya. Viral lagi, Pak. Ibu tadi dikasih Mbak Tiyem."
Pak Yanto membuka video yang dimaksud. Kemudian mengusap kasar wajahnya.
"Dapat ide dari mana dia kalau restoran itu milikmu dan dia bisa sembarang makan gratis?"
"Ibu gak tahu, Pak. Kita aja kan baru beberapa kali diajak makan di sana sama Rama dan Raya. Ibu juga tidak pernah cerita-cerita sama dia. Mending Ibu ngurus tanaman. Kan, Bapak tau itu." Bu Tini membela diri.
Pak Yanto juga sadar bahwa istrinya ini pendiam dan introvert. Lebih suka mengurus tanaman dari pada mengobrol. Dan Pak Yanto bersyukur untuk itu, karena artinya sang istri tidak akan banyak bergosip dan kena pengaruh ibu-ibu toxic. Meski resikonya dianggap sombong karena jarang bersosialisasi.
"Rama dan Alana juga tidak ada yang menghubungi Bapak soal ini. Mungkin karena menganggap bahwa itu kejadian sepele. Tapi, adikmu itu beneran luar biasa, Bu."
Bu Tini hanya menunduk malu.
"Bapak sebenarnya juga gak akan menggubris, tapi, namamu sampai disebut begitu. Kalau ada orang kayak Mbak Siti atau Mbak Tiyem, tapi, dengan maksud negatif? Kan kamu kena imbasnya juga. Sembrono Darmi ini."
"Ibu mau tegur dia, Pak."
"Besok aja kalau kita sudah dengar tanggapan Alana, biar kita tahu kejadian aslinya bagaimana. Tapi, Bapak tetap tidak habis pikir sama kelakuan adikmu itu. Kok makin tua tidak makin sadar ya?"
*
*
Bersambung .....
akhirnya ya rama 😭