WARNING ***
HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN!!!
Menjadi istri kedua bukanlah cita-cita seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun bernama Anastasia.
Ia rela menggadaikan harga diri dan rahimnya pada seorang wanita mandul demi membiayai pengobatan ayahnya.
Paras tampan menawan penuh pesona seorang Benedict Albert membuat Ana sering kali tergoda. Akankah Anastasia bertahan dalam tekanan dan sikap egois istri pertama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencuri Kesempatan
Setelah hampir lima jam berlalu, dokter keluar dari dalam kamar operasi dengan memberikan kabar baik. Kondisi pendarahan dalam yang dialami Rosalie sudah berhenti, dan operasi pengangkatan rahim pun berhasil.
Ana dan Ben kini bisa tersenyum lega, paling tidak kini Rosalie sudah melewati masa kritis. Dengan begitu, nyawa wanita itu sudah terselamatkan.
Selang beberapa menit, Rosalie sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ruang kelas atas yang dipesan oleh Ben dengan harga mahal untuk kenyamanan pemulihan istrinya.
Ana dan Ben kini sudah melihat Rosalie. Wanita berwajah pucat dengan berbagai alat menempel di tubuhnya itu tampak sangat lemah. Lagi-lagi Ana merasa iba, sesakit ini penderitaan yang harus ditanggung oleh Rosalie.
"Anastasia," ucap Ben lirih. Ia menatap Ana yang duduk dan melamun, menatap wanita di atas ranjang rumah sakit.
"Hmm, ada apa?" tanya Ana.
"Aku akan membayar perawat khusus untuk mengurus Rosalie, jadi kau bisa istirahat di rumah."
"Kenapa? Aku sendiri yang akan merawatnya. Lagi pula aku hanya menganggur di rumah," tolak Ana. Gadis itu sama sekali tidak merasa keberatan jika harus mengurus Rosalie sampai wanita itu kembali pulih.
"Tapi kau tidak harus melakukannya, Anastasia."
"Tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku."
"Baiklah, tapi aku tetap akan membayar perawat pribadi untuk membantumu. Karena aku tidak bisa berada di sini selama dua puluh empat jam, ada pekerjaan yang tidak bisa aku abaikan," jelas Ben.
"Baiklah." Ana mengangguk dan tersenyum.
Setelah mengobrol cukup lama, Ana mengambil air hangat dan mengelap tubuh Rosalie. Meskipun gadis itu sering disakiti oleh Rosalie dengan sikap dan kata-katanya, namun Ana tidak memiliki dendam sama sekali di hatinya. Bagaimanapun, Rosalie sudah menyelamatkan ayahnya.
Dengan pelan dan hati-hati, Ana membersihkan wajah Rosalie. Menghapus make up yang tersisa dan mengelapnya dengan air hangat.
"Ah." Terdengar suara rintihan pelan dari mulut Rosalie. Ana terkejut dan langsung meminta Ben mendekat.
"Bagaimana kabarmu, Sayang? Kau sudah membaik?" tanya Ben. Laki-laki itu membelai rambut Rosalie lalu mencium keningnya.
Rosalie tidak menjawab, wanita itu hanya membuka mata dan tersenyum tipis. Mungkin masih tersisa rasa sakit di tubuhnya hingga membuatnya belum bisa banyak bicara.
Melihat istrinya kembali sadar, Ben segera memanggil dokter dengan tombol darurat di samping ranjang pasien. Hanya selang beberapa menit, dokter dan beberapa perawat pun datang untuk mengecek kondisi Rosalie pasca operasi.
Pemeriksaan telah selesai dilakukan, dokter menyatakan wanita itu sudah dalam kondisi stabil. Mungkin ia akan merasakan nyeri di area perut untuk sementara waktu karena bekas jahitan yang belum kering sempurna.
Setelah tiga hari di rawat, kondisi Rosalie semakin membaik. Wanita itu berangsur pulih dengan cepat.
"Kapan aku bisa pulang, Sayang?" tanya Rosalie pada Ben.
"Beberapa hari lagi, kau harus melalui tahap observasi untuk menganalisa sisa kanker di tubuhmu, Sayang."
"Aku bosan di sini," keluh Rosalie. Sepanjang harinya hanya berbaring atau duduk di atas ranjangnya.
"Kau harus bersabar, ini demi kesembuhanmu," bujuk Ben.
Di sisi lain, Ana duduk dan mengamati mereka dari sofa yang berjarak tiga meter dari ranjang tempat Rosalie berbaring.
Dalam hati Ana hanya bisa berdecak iri, tentang bagaimana Ben memperlakukan Rosalie dan menerima dengan ikhlas kekurangan wanita itu. Bahkan terlihat jelas di mata Ben tentang sebesar apa cintanya pada Rosalie.
Meskipun saat ini Ana juga bisa merasakan semua kasih sayang dan perhatian Ben, namun hal itu mungkin hanya karena Ana bisa memenuhi hasrat laki-laki itu. Semuanya terasa semu, bukan cinta yang sesungguhnya.
"Anastasia tidak pernah pulang sejak kau masuk rumah sakit. Bukankah sebaiknya dia pulang dan beristirahat hari ini?" tanya Ben pada Rosalie.
"Kau mau pulang, Ana?" Rosalie melempar pertanyaan pada Ana.
"Ah, tidak perlu, Kak," tolak Ana. Lagi pula ia tidak punya kegiatan di rumah, dan pelayanan sudah menyiapkan pakaian ganti untuknya selama beberapa hari. Namun saat melihat Ben, Ana merasakan sebuah isyarat. Laki-laki itu mengangguk samar menatap Ana.
"Ah, baiklah. Aku akan pulang," lanjut Ana meralat jawabannya.
"Mau ku antar?" tawar Ben.
"Tidak perlu, Sayang. Dia bisa pulang naik taksi," sela Rosalie.
"Ya, aku akan naik taksi," ucap Ana. Gadis itu segera mengemasi barang pribadinya dan beranjak pergi. Sesaat setelah meninggalkan kamar Rosalie, Ana melihat pesan yang dikirim oleh Ben. Laki-laki itu memintanya menunggu di depan rumah sakit.
Ana tersenyum samar, rupanya laki-laki itu memang sudah merencanakan pertemuan diam-diam mereka.
Sesuai permintaan Ben, Ana duduk dan menunggu laki-laki itu di taman depan rumah sakit. Hanya sekitar sepuluh menit, Ben sudah tiba bersama mobilnya.
"Ayo pergi," ajak Ben. Ana tidak banyak bertanya, ia menuruti ajakan suaminya.
"Kita tidak akan pulang, aku akan mengajakmu ke suatu tempat," ucap Ben.
"Hmm, benarkah? Ke mana?"
"Rahasia," jawab Ben sambil mengulum senyum.
Rupanya, Ben sudah memesan sebuah kamar hotel mewah di dekat rumah sakit. Mereka masuk ke dalam hotel dan memutuskan untuk menikmati waktu bersama.
"Kau terlihat lelah," gumam Ben sambil memeluk Ana dari belakang. Laki-laki itu mencium tengkuk leher Ana.
"Apakah kau sudah merencanakan semua ini? Bagaimana dengan Kak Rose?" tanya Ana. Ia merasa tidak enak karena meninggalkan Rosalie di rumah sakit sementara ia bersenang-senang bersama suaminya.
"Dia sudah membaik, jangan khawatir," jawab Ben. Laki-laki itu membalik tubuh Ana dan mendorong gadis itu mundur hingga membentur tembok.
"Aku merindukanmu," ucap Ben lirih. Tanpa menunggu lama, laki-laki itu melepas kancing kemeja yang Ana kenakan, lalu mencium seluruh area favoritnya dengan penuh hasrat.
Ana menggeliat, merasakan seluruh syaraf di tubuhnya menegang. Gadis itu merintih dan bergumam, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan suara yang tidak tertahankan.
"Mari mandi bersama," ajak Ben. Ia langsung menggendong Ana di depan tubuhnya dan berjalan memasuki kamar mandi.
Meski terkesan egois karena bersenang-senang saat istri pertamanya sedang sakit, Ben merasa ini perlu. Ia sudah cukup stres menghadapi hari-harinya yang berat, ia butuh waktu untuk menyenangkan diri. Terlebih, Ana sudah menghabiskan seluruh waktunya untuk menjaga dan mengurus Rosalie, Ben kira gadis itu juga sama seperti dirinya, perlu waktu untuk melepas semua beban yang ada.
Setelah sampai di kamar mandi, keduanya menanggalkan pakaian bersama. Menikmati waktu singkat yang sulit untuk di dapat.
🖤🖤🖤
g sk sifat kek rose egois,kejam,dan biadab,hrs nya di buat kanker nya nyebar aja dan mati biar ana n ben bs bahagia bersm anak mereka
harusnya bisa lebih panjang lg biar dapet rasanya ,,ini terlalu cap cus 🤭
eh ternyta rosali udh ko id 🤣
mudah²an ana bisa pergi jauh dn membawa anaknya 😩