NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 : Ini masih hari pertama

Setelah apel pagi yang berjalan singkat namun penuh dengan ketegangan, Arga akhirnya kembali menuju satuan unit Gunawan. Begitu melangkah masuk, ia langsung disambut oleh pemandangan yang sedikit berbeda dari apa yang ia bayangkan. Di dalam ruang kerja, para anggota satuan reskrim sudah duduk santai di meja mereka masing-masing, mengenakan pakaian sipil biasa. Tidak ada seragam coklat atau topi khas kepolisian yang biasa terlihat di jalanan. Semua tampak lebih seperti pekerja kantoran daripada polisi yang siap menegakkan hukum.

Gunawan, yang terlihat sedikit enggan, berdiri di depan meja dengan tangan menyarankan untuk memperkenalkan satu per satu anggotanya kepada Arga. “Oke, Arga, ini mereka. Mereka yang bakal jadi teman kerja kamu,” kata Gunawan dengan suara serak, seolah-olah ini adalah bagian yang paling membosankan dari tugasnya.

Arga mengangguk, berusaha untuk tidak terlihat canggung. Ada si Dedi, si tinggi besar dengan jaket kulit yang kelihatan seperti baru keluar dari film action, dan ada si Rini, yang meskipun mengenakan kemeja polos dan jeans, sepertinya sangat serius dan memberi Arga tatapan yang cukup menakutkan.

Gunawan melanjutkan perkenalan sambil menyebutkan nama mereka satu per satu, tapi Arga lebih sibuk berpikir, “Oke, ini bukan tim yang penuh semangat, tapi lebih kayak tim yang berusaha tetap terlihat keren meski kerjaannya lebih banyak duduk di belakang meja.”

Setelah perkenalan selesai, suasana berubah cukup tegang, seakan-akan mereka semua tahu bahwa sekarang Arga berada di dalam zona yang tidak bisa dia hindari. Gunawan akhirnya membuka suara lagi.

"Oke, Arga. Ini tugas pertama kamu. Kalau ada orang yang datang melapor kejahatan, kamu yang tangani dulu. Dengar? Kita nggak ada waktu buat dengerin cerita orang-orang lama. Jadi, kamu bakal jadi front line-nya." Gunawan melirik sekeliling ruangan, memastikan tak ada yang mengelak dari pernyataannya.

Arga terkejut. “Hah? Saya yang tangani?”

Dedi yang sebelumnya asyik memeriksa ponselnya, tiba-tiba menoleh dan berkata, “Iya, kamu yang bakal jadi ‘penyambut’ mereka. Kami langsung terjun lapangan. Kamu duduk di sini aja, di meja ini. Kalau ada laporan, ya... kamu yang harus jawab, coba siapkan laporan pertama, catat-catat, gitu deh.”

Rini menambahkan dengan nada yang tak kalah santai, “Jangan khawatir, kamu pasti punya kesempatan buat jadi pahlawan. Tapi mungkin juga nggak. Siapa tahu ada yang dateng cuma buat ngeluh soal pacarnya atau bawa laporan palsu."

Arga hanya bisa melongo. “Jadi, saya bakal jadi resepsionis di kantor polisi?” tanyanya dengan wajah bingung, merasa seperti ada yang tidak beres dengan sistem yang baru saja dijelaskan kepadanya.

“Bukan resepsionis,” sahut Gunawan cepat. “Tapi lebih kayak... penjaga gerbang pertama. Kalau kamu bisa ngadepin orang-orang itu dengan serius dan profesional, kita bakal lihat apakah kamu cukup mampu untuk masuk ke tim ini.”

Suasana di ruangan itu berubah lebih sunyi. Semua anggota tim mulai kembali dengan aktivitas mereka masing-masing—Dedi kembali ke ponselnya, Rini mulai mengetik sesuatu di laptop, sementara Gunawan kembali duduk di kursinya, tampaknya sudah selesai berbicara.

Arga merasa terjebak. "Oke, jadi saya... duduk di sini, dan kalau ada orang yang mau melapor kejahatan, saya yang terima, gitu?"

"Betul," jawab Dedi tanpa menoleh, "Kamu siapkan laporan, kami yang turun ke lapangan. Kalau laporanmu kuat, kita tindak lanjutin. Kalau nggak, ya... kita nggak akan repot."

Arga merasa sedikit cemas, apalagi setelah mendengar kata "laporan" yang terdengar sangat serius. Ia duduk di kursinya, mencoba mengatur napas. Sepertinya hari ini, menjadi polisi itu lebih banyak melibatkan duduk menunggu daripada beraksi.

Ketika itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka, dan seorang pria masuk dengan tergesa-gesa. "Pak, ada laporan kejahatan!" katanya. Semua orang di ruangan itu langsung mengangkat kepala, tapi sepertinya Arga adalah satu-satunya yang benar-benar terkejut.

"Ada Apa?! Arga, kamu catat itu" tanya Dedi, tanpa melihat ke arah Arga, seolah-olah sudah mengatur segalanya.

Arga terdiam, merasa seperti seekor domba yang baru saja diminta untuk memimpin kawanan. “Hah, saya?” jawabnya terbata-bata, menatap pria yang datang dengan membawa laporan kejahatan yang sepertinya tidak akan sesederhana yang dibayangkannya.

"Ya, kamu, Arga. Ini tugas pertama kamu. Mulai sekarang, kami percayakan ini padamu. Semoga berhasil, ya!" Gunawan berkata dengan nada datar, seperti seorang pelatih yang baru saja mengirimkan pemain muda ke lapangan.

Arga hanya bisa menelan ludah, mengingat kembali semua wejangan serius Gunawan sebelumnya. Hari pertama di lapangan, dan dia langsung jadi frontliner. Tanpa pengalaman. Dan tentu saja, tanpa petunjuk lebih lanjut. Tapi satu hal yang pasti—hidupnya sebagai polisi baru saja dimulai, dan itu artinya, sekarang dia harus siap untuk apa saja.

...****************...

Arga, dengan penuh semangat yang sedikit meledak-ledak, akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Pak, kapan saya bisa langsung ke lapangan kayak yang lain? Maksudnya, saya juga pengen ngerasain turun langsung, kan?"

Gunawan menatapnya dengan mata yang tajam, hampir seperti melihat anak ayam baru menetas yang berani melawan ayam jantan. "Kamu mau ke lapangan? Hah!" jawabnya dengan nada datar yang jauh dari kata ramah. "Kamu masih bau kencur, Arga! Baru hari pertama, udah pengen jadi pahlawan!"

Arga langsung merasa seperti ditampar. "Bau kencur?" gumamnya dalam hati, sedikit bingung. "Tapi saya jadi polisi kan bukan buat ngurusin laporan?"

Gunawan melanjutkan, kali ini suaranya lebih menggelegar, membuat Arga merasa dirinya semakin kecil. "Kamu nggak ngerti apa yang terjadi di lapangan, Arga! Kalau kamu turun tanpa pengalaman, siapa yang bakal bertanggung jawab kalau kamu terluka? Ini bukan taman bermain, ini dunia nyata. Kamu baru pertama kali ada di sini, jangan kamu pikir ini seperti latihan saat di Akpol, jadi sabar dulu!"

Arga menunduk, mencoba mengatur napas dan menelan kenyataan bahwa hari pertamanya akan jauh lebih membosankan daripada yang ia bayangkan. "Jadi, saya... hanya ngurusin laporan terus?" tanyanya, dengan nada yang hampir menyerah.

Gunawan melipat tangannya di dada, tetap dengan ekspresi yang seram. "Iya, sampai kamu ngerti. Kamu harus belajar dulu tentang dunia ini, Arga. Kalau kamu nggak bisa nanganin laporan aja, gimana mau ke lapangan? Percuma, kamu malah bisa bikin masalah baru."

Arga mengangguk cepat-cepat, meskipun dalam hatinya dia mulai berpikir, "Padahal kan saya pengen jadi superhero polisi yang turun ke lapangan, tangkap penjahat, dan dikejar-kejar kayak di film-film."

Namun, saat melihat wajah Gunawan yang seperti batu itu, Arga tahu bahwa tidak ada cara lain selain mengikuti perintah. "Baik, Pak. Saya siap kok, kalau memang begini prosedurnya."

Gunawan akhirnya melemparkan pandangan singkat yang entah artinya apa, lalu berkata, "Bagus. Jadi, mulai dari sekarang, kamu jadi 'penjaga pintu' di sini. Semua laporan, kamu terima. Kalau kamu bisa nanganin itu dengan benar, baru kita bicarakan langkah selanjutnya."

Arga duduk kembali di kursinya, mencoba mencerna semuanya. "Oke, berarti saya ini kayak petugas front desk di kantor polisi yang nggak ada yang tahu kerjanya?" pikirnya sambil tersenyum pahit.

Saat itulah Dedi, yang dari tadi hanya diam sambil memainkan ponselnya, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun, tiba-tiba berkata, "Santai aja, Bro. Semua butuh proses. Kalau kamu bisa bertahan di sini, lapangan bakal nungguin kamu. Tapi kalau nggak bisa, ya, kamu akan tetap jadi petugas meja aja."

Arga menghela napas panjang, melirik ke arah layar komputer yang kosong di depannya. "Jadi ini, ya, kehidupan sebagai polisi... lebih banyak laporan daripada aksi," pikirnya sambil meraih selembar kertas di atas meja, siap untuk mencatat laporan yang entah akan datang darimana.

...****************...

Tiba-tiba, telepon di meja Rini berbunyi, memecah keheningan di ruang kerja yang tadinya terasa sangat tenang, bahkan agak membosankan. Rini yang sejak tadi asyik memeriksa catatan di laptop langsung menyambar gagang telepon dengan kecepatan kilat, seolah dia sedang berlari maraton.

“Reskrim, Rini di sini,” katanya dengan suara yang tiba-tiba jadi serius, padahal tadi sempat melawak dengan anggota lainnya. “Laporan apa? Ada perampokan mobil? Di dekat kampus? Mahasiswa? Baik, baik. Oke, saya catat!”

Begitu Rini menutup telepon, suasana di ruangan langsung berubah. Arga yang masih terpaku di kursinya merasa seakan ada energi baru yang mengalir ke seluruh tubuh tim ini, kecuali dirinya dan Rahmat yang tampaknya sedang asyik mengunyah cemilan sambil menonton berita di TV.

Gunawan, yang sedari tadi tampak agak malas, langsung berdiri dengan gerakan yang begitu sigap—seringkali Arga merasa kalau Gunawan sebenarnya lebih mirip seorang aktor action daripada seorang polisi. “Dedi! Rini! Kamu ke lokasi perampokan! Langsung cek tempat kejadian! Kita harus cepat, jangan biarkan pelaku kabur!"

Dedi yang sudah siap dengan jaket kulitnya segera melangkah, tampak seolah-olah dia sedang menuju ke set film laga. Rini pun tak kalah gesit, menyiapkan segala peralatan yang dia bawa, dan dalam sekejap sudah siap pergi dengan penuh profesionalisme.

Arga ingin sekali protes, tapi ketika dia melihat Gunawan yang sudah menyambar tasnya dan berjalan keluar dengan langkah pasti, dia sadar kalau ini bukan saat yang tepat untuk berdiskusi. Rahmat yang sedari tadi tidak terlalu terlibat dalam keributan ini, hanya mengangkat bahu dan melanjutkan aktivitasnya yang sangat penting: menonton tayangan TV yang entah apa isinya.

“Jadi, saya di sini cuma sama kamu doang, ya?” Arga bertanya dengan sedikit kecewa.

Rahmat yang tak terlalu memikirkan situasi itu hanya mengangguk. “Iya, bro. Kita tetap di kantor, yang lain ke lapangan. Ini normal kok, kamu bisa ikut besok. Hari ini nikmati dulu ‘tugas’ di sini.” Rahmat dengan santainya mengambil sebatang rokok, menyalakan api, dan menghembuskan asap ke udara.

Arga menatap pintu yang tertutup rapat, merasa sedikit seperti anak kecil yang baru saja diceramahi soal tugas. “Jadi, ini tugas saya... nungguin laporan, gitu?” tanyanya dengan nada hampir putus asa.

Rahmat hanya tersenyum sambil menyenderkan diri ke kursinya. “Yap, sabar aja dulu. Besok kamu bisa ikut ke lapangan, mungkin.”

Arga menghela napas panjang. Pikirannya melayang, membayangkan betapa menyenangkannya bisa terjun langsung ke lapangan, menggiring penjahat dan mengungkap kasus besar. Tapi saat itu, satu-satunya kasus yang bisa dia tangani adalah ‘tugas menunggu’. Dan saat itu pula dia sadar, menjadi polisi itu tidak hanya soal aksi heroik—kadang, lebih banyak soal berurusan dengan tumpukan kertas dan telepon yang berdering setiap beberapa menit.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!