Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar mengganggu
Naya tak berani mengangkat kepalanya semenjak masuk ke dalam rumah sakit. Perasaannya mengatakan jika dia sedang menjadi pusat perhatian dari rekan-rekan sejawatnya. Datang satu mobil dengan Hesa bahkan duduk berdampingan Direktur rumah sakit itu. Lalu saat ini berjalan bersama menuju ke ruangan Naya.
Dia tidak tau harus menghadapi cibiran orang-orang seperti apa nantinya. Hanya makan di kantin bersama Hesa saja sudah ering membuat telinganya panas karena kabar tak sedap.
"Ingat ya kalau ada apa-apa langsung hubungi Mas!" Pesan Hesa setelah mengantarkan Naya ke lantai lima. Sedangkan Gisel sudah menuju ke ruangannya sendiri.
"Iya Mas"
Naya mendadak menjadi bodoh karena tak tau maksud Hesa yang tiba-tiba mengulurkan tangan kepadanya.
"Nggak mau salim dulu sama suami?"
Mata Naya sedikit melebar mendengarnya. Hesa ternyata begitu terang-terangan. Dia bahkan tanpa malu mengulurkan tangannya di tempat umum meski saat ini tak ada siapapun di sana.
"I-iya Mas" Naya meraih tangan yang sudah tersemat cincin pernikahan di jari manis itu.
"Naya kerja dulu ya Mas?"
"Iya, Mas naik dulu. Nanti makan siang di ruangan Mas aja sama Gisel"
"Iya Mas"
Naya masih berdiri di posisinya saat Hesa melangkah pergi dari sana. Dia sedang meredam detak jantungnya yang akhir-akhir ini tak normal.
"Apa ini efek kehamilan ya?" Gumam Naya seraya masuk ke bangsal penyakit dalam. Tempat di mana dia bertugas melayani pasien dengan sepenuh hati.
"Hmm, kayaknya di dunia ini modal muka emang lebih cepet ya di banding prestasi"
"Muka juga nggak seberapa tapi nggak tau juga ya dia pakai cara apa sampai bisa lengket gitu. Makan siang aja nempel terus, sekarang sudah mulai berangkat bareng. Terus besok apa lagi?"
"Bobok bareng" Sahut tiga orang wanita secara bersama-sama.
"Hahahahaha!!!" Mereka tertawa begitu puas di dalam ruangan perawat itu.
Sejak tadi Naya memang mendengarnya. Namun dia tetap diam. Tak ada gunanya dia melawan karena mereka sejak awal tidak menyukai Naya, maka mereka tidak akan pernah mendengarkan Naya.
Biarlah mereka berbicara sesuka mereka. Naya tidak peduli karena Naya tidak pernah merugikan mereka.
"Suster Naya, bisa ikut saya sebentar?"
Ketiga wanita tadi langsung terdiam saat Suster kepala masuk ke dalam ruangan itu.
"Baik suster Sita"
Naya segera mengikuti suster Sita menjauh dari sana. Naya di bawa ke salah satu ruangan rawat inap yang masih kosong.
"Kamu pasti bertanya-tanya kenapa saya membawa kamu ke sini?"
"Memangnya apa yang ingin suster Sita bicarakan sampai membawa saya ke sini? Apa itu sangat penting?" Naya meremas jari-jarinya karena cemas.
"Aku yakin kalau kamu sudah mendengar kabar yang kurang sedap di bangsal kita. Aku beberapa kali mendengar itu semua dan ada juga yang mengatakannya langsung kepadaku termasuk tadi di ruang ganti. Aku mendengar semuanya"
Naya sudah bisa menangkap kemana arah pembicaraan suster Sita.
"Aku nggak mau nuduh kamu macam-macam sebelum mendengar penjelasan darimu. Tapi jujur kabar yang belum tentu benar itu sangatlah mengganggu. Aku nggak mau kalau sampai kabar ini semakin menyebar luas dan membuat bangsal kita di cap tidak baik oleh bangsal lain"
Naya tau itu, dia sendiri cukup terganggu dengan kabar miring yang ia dengar tentang dirinya. Bahkan mereka terang-terangan membicarakan Naya di hadapan Naya sendiri.
Suster Sita menatap Naya yang sudah mulai tidak tenang. Hingga tatapannya pun tertuju pada jari manis Naya yang telah tersemat sebuah cincin di sana.
Naya terkejut saat suster Sita merah tangannya dan menatap cincin itu dengan dalam.
"Naya ini?" Suster Sita menatap Naya penuh tanya.
"Maaf kalau saya belum bisa cerita sepenuhnya sama suster Sita. Tapi ini benar, saya memang s-sudah menikah"
Suster Sita tampak syok, dia langsung membekap mulutnya sendiri.
"Menikah? Sama dokter Hesa?" Tebaknya karena belakangan ini Naya memang di gosipkan dengan dokter idola itu.
"Tapi saya minta sama suster Sita untuk merahasiakan ini dulu. Biar semua menjadi urusan dokter Hesa karena saya juga nggak tau apa yang mau dokter Hesa lakukan setelah ini. Saya tidak bermaksud menyembunyikan pernikahan saya begitu pun dokter Hesa. Tapi karena pernikahan kami di adakan secara tertutup, saya belum bisa mengungkapkan hubungan kami suster, saya minta tolong"
Suster Sita terdiam. Dia amat sangat terkejut karena yang ia tegur adalah istri dari Direkturnya sendiri.
"Kalau saya tau dari awal kamu adalah istri dokter Hesa, mana saya berani menegur mu suster Naya. Aku juga masih mau kerja di sini jadi nggak mungkin aku mau menyebarkan kabar pernikahan kalian. Bisa-bisa aku di rumahkan"
"Terima kasih suster Sita"
"Maafkan aku yang mulai terpengaruh dengan omongan orang"
"Tidak papa suster. Kami juga salah karena menikah tanpa ada yang tau. Jadi wajar mereka berpikiran yang macam-macam"
"Tapi ngomong-ngomong, selamat ya untuk pernikahan kamu"
"Terima kasih suster"
Naya akhirnya kembali bekerja dengan tenang. Dia memang berusaha tenang saat mendapatkan sikap tidak menyenangkan dari rekan-rekannya. Tapi hanya itu yang bisa Naya lakukan, yaitu dengan tidak mempedulikan mereka.
Sementara itu, menjelang makan siang Hesa kedatangan seorang tamu. Dia seorang dokter anastesi yang akan bekerja di rumah sakit dr Catra mulai besok.
Hesa memang sudah melihat data diri dari dokter itu sejak satu bulan yang lalu dan baru memanggilnya sekarang. Dokter yang tampak masih muda dengan penampilannya yang cukup mencolok karena menggunakan lipstik berwarna merah merona itu datang untuk menggantikan seorang dokter anastesi yang sebelumnya bekerja di sana.
"Saya kira itu saja dokter Hana, saya rasa dokter Hana sudah paham"
"Terma kasih dokter Hesa untuk kesempatan yang telah dokter berikan pada saya untuk bergabung di rumah sakit ini" Hana tersenyum dengan begitu cantik pada Hesa. Namun sejak tadi sebenarnya Hesa sangatlah tidak nyaman.
Tok..tok...
"Masuk!" Perintah Hesa.
Muncullah dua sosok wanita yang Hesa tunggu sejak tadi.
"Maaf aku nggak tau kalau Kakak ada tamu" Ucap Gisel karena dia diminta Kakaknya untuk menjemput Naya dan mengajak Naya ke ruangannya untuk makan siang bersama.
"Nggak papa, sudah selesai kok" Sahut Hesa.
"Jadi ini adik dokter Hesa?" Hana tampak ingin menyapa Gisel dengan ramah.
"Iya, kenalkan dia dokter Gisel, adik saya dan ini suster Naya, Istri saya!" Jelas Hesa sembari berjalan mendekati Naya.
"I-istri? Jadi dokter Hesa sudah menikah?" Dokter Hana terlihat sangat terkejut mendengar kabar dokter Hesa yang telah menikah, padahal satu bulan yang lalu Hesa masih lajang.
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️