Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Tidur Yang Nyenyak
Ajeng duduk di depan dengan Reza yang mengemudikan mobil, sementara Sean duduk di belakang bersama Oma.
Oma Putri memangku sang cucu dengan penuh kasih sayang, dia rindu sekali, bahkan sampai saat ini masih saja merasa cemas.
Biasanya mana mau Sean dipangku seperti ini, dan hal itu makin membuat Oma Putri jadi sendu.
"Oma, aku baik-baik saja, mbak Ajeng malah yang terluka," ucap Sean, dia bicara cukup keras hingga Reza pun mampu mendengarnya.
Sementara Ajeng hanya diam dan menunduk, melihat kedua tangannya sendiri yang saling meremat di atas pangkuan.
"Mbak Ajeng terluka? bagaimana bisa?" tanya Oma Putri.
Dan saat itu juga Sean menjelaskan semuanya, tentang buku sketsa, tentang kemarahan mama Mona dan tentang mbak Ajeng-nya yang di dorong hingga jatuh terjerembab ke atas lantai dan keningnya membentur pinggiran meja.
Oma Putri terenyuh, dia memang menghawatirkan Ajeng, namun lebih banyak pilu terhadap nasib sang cucu. Datang ke tempat Mona memang hanya akan memberikan luka.
"Rez, berhentilah di rumah sakit di depan, kita obati lukanya Ajeng," titah Oma Putri.
"Tidak perlu Oma, ini cuma lecet sedikit," sanggah Ajeng buru-buru, baginya pun ini hanyalah luka ringan. Di desa sering juga terluka bahkan lebih parah, sungguh, tentang luka ini Ajeng merasa baik-baik saja.
Reza hanya diam, dia tetap melaju.
"Coba Oma lihat."
Ajeng menoleh kebelakang, sementara Oma Putri menghidupkan lampu di dalam mobil itu. Baginya luka itu tetap saja parah, ada memar dan luka di bagian tengah.
"Tidak, kita berhenti di rumah sakit." putus Oma Putri.
"Jangan Oma, lebih baik kita pulang saja, aku akan meminta bantuan bik Asmi untuk mengobatinya," tolak Ajeng lagi. Bik Asmi adalah salah satu pelayan di rumah Aditama.
"Mbak Ajeng kok ngeyel sekali sih, kata Oma kan ke rumah sakit, itu Artinya kita harus ke rumah sakit," timpal Sean.
Ajeng tak bisa membantah lagi, terlebih saat Reza pun membawa mobil itu untuk masuk ke area rumah sakit yang mereka lewati.
Ajeng di bawa ke ruang IGD dan langsung mendapati penanganan oleh salah satu pegawai kesehatan di sana.
Sean terus memperhatikan dengan lekat, dia bahkan berada di pangkuan Ajeng saat dokter membersihkan luka itu.
"Sakit ya?" tanya Sean.
Ajeng mengangguk.
"Perih," jawabnya.
"Jangan nangis," balas Sean lagi. Lama bersama membuat mereka sama-sama tahu, jika mereka berdua adalah dua orang yang cengeng.
Oma Putri tersenyum melihat kedekatan itu, sementara Reza tetap memasang wajahnya yang datar. Untung saja Sean tidak terluka, kalau sampai anaknya lecet sedikit saja, dia akan langsung memecat Ajeng.
Jam 9 malam lebih, mereka semua baru tiba di rumah.
Kakek Agung, Rilly dan Ryan sudah menyambut dengan cemas.
Apalagi saat tahu mereka semua singgah di rumah sakit.
Sean yang sudah tertidur langsung di bawa ke dalam kamarnya.
Ryan adalah yang terakhir masuk dan paling lama memperhatikan luka di kening Ajeng.
"Kening mu terluka?" tanya Ryan.
"Iya Om," jawab Ajeng dengan pandangan yang turun, dia tidak berani bersitatap degan siapapun di rumah ini. Sadar telah melakukan kesalahan besar dengan membawa Sean menemui mama Mona.
"Perbannya seperti mau copot," ucap Ryan, dia mendekat dan langsung menyentuh perban itu. Membenahinya dengan lembut.
"Istirahat lah, tidur yang nyenyak," ucap Ryan.
Kalimat biasa, namun malah membuat Ajeng menangis.
Ryan pun lantas menghapus air mata itu, entah apa yang dia ucapkan, Reza hanya bisa melihat adegan tersebut dan tak mampu mendengar pembicaraan keduanya.