"Kisah cinta di antara rentetan kasus pembunuhan."
Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling bertemu hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan, dan ada dilema yang harus diputuskan.
Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.
Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.
Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.
Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelidikan Yang Masih Kabur
Mobil sedan mazda berwarna hitam milik Mekdi memasuki daerah lengayang. Mobil itu terus melaju menuju alamat sebuah SMA . Zetha mengaktifkan GPS di handphonenya untuk memandu Mekdi menyetir menuju alamat yang dikirimkan kepolisian daerah Lengayang kemarin. Dan merekapun akhirnya sampai di gedung sekolah menengah tingkat atas yang mereka cari.
Mekdi dan Zetha menuruni mobil, dan menuju gerbang sekolah SMA Lengayang yang telah berganti nama menjadi SMA Nagari 1. Berbeda dengan biasanya, saat itu Mekdi tidak menggunakan seragam lengkap kepolisian, melainkan hanya menggunakan kemeja putih dengan setelan jas berwarna biru.
Begitupun dengan Zetha, ia hanya memakai kemeja biru cerah dan celana panjang berwarna hitam. Mekdi dan Zetha tidak memakai atribut kepolisian. Mereka berdua hanya seperti orang biasa yang sedang mengunjungi sekolah itu. Namun surat-surat yang menunjukan mereka sedang melakukan penyelidikan penting, telah dipersiapkan Zetha di dalam map yang di bawanya, jika seandainya nanti dibutuhkan.
Mekdi berbicara dengan seorang satpam yang sedang berdiri di gerbang masuk sekolah, dan merekapun di antar menuju kantor kepala sekolah SMA Nagari 1 oleh satpam itu.
Seorang guru wanita menyambut mereka di ruang tamu kantor kepala sekolah. “Silahkan duduk,” ucap wanita itu mempersilahkan Mekdi dan Zetha duduk di sofa yang sepertinya sengaja disediakan untuk menyambut tamu.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya guru wanita itu sambil tersenyum pada Mekdi dan Zetha.
“Kami ingin bertemu dengan Kepala sekolah ini,” ungkap Mekdi.
“Saya Kepala sekolahnya. Nama saya Dini Nuraini.” Guru yang ternyata seorang kepala sekolah itu menyalami Mekdi dan Zetha.
“Kami dari kepolisian daerah Padang. Kami sedang mencari data murid yang pernah bersekolah di sini. Mohon kerja samanya,” ungkap Mekdi menjelaskan maksud kedatangannya sambil memperlihatkan tanda pengenal kepolisian yang dimilikinya.
“Tentu saja Pak. Saya akan membantu anda. Siapa nama murid yang anda cari?” tanya guru itu.
“Arfan Dinata,” terang Mekdi.
Guru wanita yang menjabat sebagai kepala sekolah itu terdiam saat nama Bapak Arfan Dinata disebutkan. Bola matanya tampak sedikit liar, berusaha berpaling dari tatapan Mekdi.
“Apa anda bisa mencarikan datanya untuk saya?” desak Mekdi bertanya karena guru itu belum memberikan respon apapun.
“Oh! Tunggu sebentar. Saya akan memanggil staf saya untuk mencarikan data-data yang anda perlukan,” ucap guru itu tersenyum hambar. “Tunggu sebentar,” imbuhnya keluar dari ruangan itu.
Mekdi memandangi seisi ruangan kepala sekolah. Di dinding ruangan itu terpajang berberapa foto kegiatan sekolah, penghargaan, sertifikat, dan papan tulis kecil untuk menulis catatan penting. Tidak jauh dari hadapan Mekdi, terdapat meja yang di atasnya ada komputer , dokumen, serta beberapa perlengkapan kerja lainnya.
Cukup lama Mekdi menunggu di ruangan itu, kepala sekolah belum juga kembali.
“Kemana kepala sekolah itu menjemput stafnya?” Mekdi berbicara pada Zetha yang juga mulai tampak bosan menunggu di dalam ruangan kepala sekolah itu.
“Mungkin dia juga sedang mencari data yang kita butuhkan Pak,” ucap Zetha memberi taksiran.
“Tapi kita belum menjelaskan data yang kita maksud dengan rinci. Kita baru menyebutkan nama Bapak Arfan Dinata. Bagaimana bisa dia mencarikan data yang kita butuhkan sedangkan kita belum menjelaskan Arfan Dinata yang mana yang kita maksud?
“Benar juga Pak.” Zetha berpikir. “Mungkin stafnya sedang di luar sekolah Pak,” tambahnya memberi taksiran baru.
Mekdi mengangguk. “Mungkin saja begitu,” ucap Mekdi akhirnya sepaham dengan pemikiran Zetha.
“Maaf, sudah lama menunggu,” Kepala sekolah kembali memasuki ruangan. Ia datang bersama seorang pegawai laki-laki. “Staf saya akan mencarikan data yang Bapak minta.
Pegawai laki-laki yang datang bersama kepala sekolah segera menuju meja komputer.
“Siapa nama murid yang Bapak cari?” tanya laki-laki itu pada Mekdi..
“Arfan Dinata,” jawab Mekdi.
Laki-laki itu memainkan keyboard komputer. Suara mouse dan tombol komputer yang ditekan terdengar jelas di ruangan itu.
“Tidak ada murid yang bernama Arfan Dinata yang bersekolah di sini Pak!” ujarnya kemudian.
“Dia bukan lagi murid di SMA ini, tapi sudah alumni,” terang Mekdi memperjelas.
“Alumni tahun berapa Pak?
“Tahun 2000
“Itu sudah lama sekali Pak. Tidak ada data murid yang di tahun itu yang tersimpan di komputer ini,” ungkap laki-laki itu.
“Apa anda sudah memeriksanya?" tanya Mekdi tidak yakin.
“Data murid yang tersimpan di komputer ini, hanya murid-murid yang bersekolah di tahun 2002 sampai tahun ini Pak. Di bawah tahun itu, tidak ada keterangan apapun yang tersimpan Pak,” papar laki-laki yang merupakan staf SMA itu.
“Bisakah saya memeriksanya?” Zetha menawarkan diri, meminta izin untuk melihat file yang tersimpan di komputer sekolah.
“Silahkan Bu.” laki-laki itu berdiri, dan mempersilahkan Zetha mengoperasikan komputer di dekatnya.
Zetha pindah ke meja komputer yang ada di ruangan kepala sekolah. Ia mulai memainkan mouse dan keyboard komputer, mengutak-atik file-file yang tersimpan di komputer itu. Tidak lama, Zetha melirik Mekdi dari balik monitor komputer, memberi isyarat bahwa ia tidak menemukan apa yang ia cari.
“Apa Ibu atau Bapak pernah mendengar nama Arfan Dinata yang saya cari? Menurut informasi, orangnya tinggal di perkampungan dekat sekolah ini, dan usianya mungkin sebaya dengan Ibu dan Bapak.” Mekdi bertanya kepada kepala sekolah dan stafnya.
Kepala sekolah dan stafnya menggeleng, menyatakan tidak mengenal Bapak Arfan.
“Baiklah Bu, kalau begitu kami permisi dulu,” ucap Mekdi akhirnya, memberi kode pada Zetha untuk segera beranjak dari tempat itu.
“Maaf, kami tidak bisa membantu,” ucap kepala sekolah sungkan.
“Tidak apa-apa Bu. Terimakasih atas waktunya,” balas Mekdi, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
“Ada yang aneh dengan isi komputer sekolah ini,” ucap Zetha pada Mekdi di tengah perjalanan mereka menuju gerbang sekolah.
“Keanehan apa yang kamu temukan?
“Komputer itu tidak menyimpan data murid yang bersekolah di bawah tahun 2002, tapi ada file sejak tahun 2000 yang tersimpan di komputer itu,” jelas Zetha mengungkap keanehan yang dirasakannya.
“File berisi apa yang tersimpan?” tanya Mekdi ingin tahu penyebab kerutan di kening Zetha.
“Tentang daftar nama guru yang mengajar di tahun itu, dan beberapa laporan lain,” ungkap Zetha dengan wajah yang masih tampak bingung.
“Saya juga merasa aneh. Kenapa kepala sekolah itu tidak menanyakan apa tujuan kita mencari data murid sekolah ini? sikapnya terlihat biasa saja seolah-olah sudah tahu akan kedatangan kita,” ucap Mekdi menilai sikap kepala sekolah yang terasa berbeda menurutnya.
“Apa rencana kita selanjutnya Pak?” tanya Zetha. Empat jam bersama Mekdi dalam perjalanan menuju Lengayang, membuatnya mulai sedikit lebih leluasa untuk berbicara pada atasannya itu.
“Tadinya saya berharap kita akan menemukan data-data Bapak Arfan Dinata di sekolah ini. Seandainya kita mendapatkan data itu, kita juga akan bisa mengetahui data-data teman Bapak Arfan Dinata yang dulu bersamanya di sekolah ini, dan kita akan lebih mudah menyelidiki kasus ini. Sekarang jalan satu-satunya, mencoba mencari rumah masa lalu Bapak Arfan yang berada di daerah sekitar sekolah ini,” urai Mekdi.
Mereka berdua mempercepat langkahnya menuju gerbang sekolah, melakukan rencana selanjutnya guna penyelidikan kasus kematian Bapak Arfan Dinata.
Bersambung.
zaman dulu mah pokonya kalau punya nokia udh keren bangetlah,,,
😅😅😅
biasanya cinta dr mata turun ke hati, kayaknya dr telinga turun ke hati nih ..
meluncur vote,