Sebagai satu-satunya penerus keluarga Parker, Justin Midas Parker dikenal dengan sikap dingin dan kejamnya namun memiliki trauma terhadap sentuhan fisik. Haphephobia yang dialaminya sangat parah sehingga dia tidak bisa bersentuhan bahkan dengan keluarga nya sendiri.
Suatu hari, saat Justin sedang melakukan terapi pengobatan, ia tanpa sengaja bertemu dengan dokter wanita yang berhasil menyentuhnya tanpa membuat penyakitnya kambuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NisfiDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2-Chek Up
Justin sudah kembali ke ke ruangan nya ditemani oleh asisten pribadi nya, Jonas. Rapat diselesaikan dengan baik tadi, walau sempat ada ketegangan yang diperbuat oleh nona muda Dawson.
" Tuan, apakah anda baik-baik saja?" dengan nada yang penuh khawatir, Jonas menanyakan keadaan tuan nya itu.
" Aku baik-baik saja, wanita itu tidak langsung menyentuh kulitku. " jawab Justin seraya memijit pelan dahi nya. " Setelah ini apakah ada pertemuan lagi? "
" Tidak ada tuan. "
" Kalau begitu atur jadwalku untuk melakukan check up"
" Baik tuan. Kalau begitu saya permisi dulu. " ucap Jonas lalu pergi meninggalkan ruangan itu setelah melihat anggukan kepala dari Justin.
Setelah kepergian asisten nya itu, Justin menyandarkan diri ke kursi nya. Lalu tak lama melihat kearah kedua tangan nya.
Dia kembali teringat diagnosa yang dokter keluarga nya berikan beberapa belas tahun lalu.
" Tuan dari gejala yang saya lihat, putra anda seperti nya mengidap Haphephobia. Dimana dia tidak bisa bersentuhan dengan orang lain. "
Ucapan dokter waktu itu membuat Justin mengepalkan kedua tangan nya. Dia tidak bisa menerima penyakit itu, tapi dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa selain melakukan terapi untuk kesembuhan nya.
Selama ini, dirinya bagaikan pria suci yang turun dari langit. Sejak remaja, Justin tidak pernah bersentuhan dengan siapapun, termasuk kedua orangtua nya. Jika dirinya memaksa untuk bersentuhan, maka tubuhnya akan menunjukan penolakan seperti dada yang tiba-tiba merasa sesak.
Dengan hal itu yang membuat Justin benar-benar membenci wanita, setelah beberapa menit kembalilah Jones membuat Justin menatap kearahnya..
Penyakitnya tersebut juga membuat Justin tidak pernah dekat atau menjalin hubungan dengan wanita manapun.
Sura pintu terbuka mengalihkan perhatian Justin. Ternyata Jonas sudah kembali.
" Tuan, jadwal check up anda berada di jam 1 siang nanti. Apa anda ingin berangkat sekarang atau langsung menunggu disana? "
Justin melihat kearah jam ditangannya, masih ada waktu 2.5 jam lagi.
" Kita berangkat sekarang saja. " jawab Justin seraya berdiri dan memasang jas yang tadi sempat dia lepas saat kembali ke ruangan nya.
" Baiklah tuan. "
Justin pun beranjak keluar dari ruangan nya yang di ikuti oleh Jonas dari belakang. Kedua nya pun langsung masuk ke lift, dan Jonas memencet tombol 1 untuk membawa mereka menuju lobi perusahaan.
Justin berdiri dengan tegap. Wajah nya tidak menunjukan ekspresi apapun. Tak lama pintu lift terbuka. Jonas mempersilakan tuan nya itu untuk keluar lebih dulu.
Saat berjalan melewati lobi, banyak karyawan yang menyapa Justin. Namun pria itu tidak berniat menyahut bahkan hanya sekedar tersenyum pun tidak. Wajah nya bagaikan sudah terpahat agar selalu kaku dan dingin.
Sebuah mobil keluaran terbaru sudah menunggu di depan lobi. Jonas membuka kan pintu bagian belakang, lalu tanpa kata Justin masuk kedalam mobil. Setelah menutup pintu, Jonas membuka pintu bagian depan dan dirinya pun masuk ke dalam mobil lalu kendaraan tersebut bergerak meninggalkan perusahaan terbesar di Amerika Serikat itu.
***
Tepat pukul 12, mereka tiba diparkiran rumah sakit yang menjadi tempat Justin menjalani terapi beberapa tahun terakhir ini. Jonas terlebih dahulu turun setelah itu dia membukakan pintu untuk Justin.
Justin pun turun dengan raut wajah datar sambil merapikan jasnya. Pria itu melangkahkan kakinya memasuki lobi rumah sakit. Namun tiba-tiba seseorang menabrak Justin hingga pria itu terjatuh.
Mata Jonas melotot, saat menyaksikan seorang wanita yang menggunakan sneli kedokteran, berada di atas tubuh tuan nya.
" Tuan. Anda baik-baik saja? " dengan panik Jonas mendekati Justin lalu mendorong kasar wanita yang menabrak tuan nya tadi ke samping.
" M-maaf aku tidak sengaja. Apa anda terluka tuan? " ucap wanita itu yang berusaha berdiri.
" Apa kau tidak punya mata, nona? Area seluas ini bagaimana mungkin anda masih menabrak tuan saya? " tanya Jonas dengan emosi. Dia takut penyakit tuan nya kambuh karena bersentuhan secara langsung dengan orang lain.
" Maaf, aku akan memeriksa nya. " jawab wanita itu seraya mendekat pada Justin dan ingin menyentuh tangan pria itu.
" Jangan pernah menyentuhnya. " bentak Jonas dengan suara tinggi.
" M-maafkan aku, aku hanya ingin memastikan keadaannya saja. " wanita itu terlihat takut melihat Jonas yang sedang marah itu.
Sedangkan Justin, dia hanya terdiam berdiri seperti patung. Dia merasa ada yang aneh dengan kejadian barusan. Dirinya bersentuhan dengan seseorang tapi kenapa dia tidak merasakan apapun? Tubuhnya tidak mengalami reaksi sebagaimana biasanya jika dia bersentuhan dengan seseorang.
" Jonas. " panggil Justin yang mengalihkan perhatian asisten nya tersebut.
" Ya tuan? Apa dada anda sakit? Sebaiknya kita langsung masuk ke dalam. " tanya Jonas dengan panik.
" Apa kau melihat aku seperti orang yang sesak napas? "
Jonas terpaku. Dia tersadar, saat ini tuan nya itu dalam keadaan baik-baik saja.
" T-tuan, anda..... "
" Permisi tuan-tuan. Saya ada jadwal operasi yang menunggu saat ini. Jika anda mengalami cidera silakan hubungi saya di nomor ini. Saya pergi dulu. " wanita itu menyerahkan selembar kartu nama pada Jonas.
Jonas menatap kartu nama yang diberikan oleh wanita itu. Sedangkan Justin, pria itu sibuk berkutat dengan pemikiran nya sendiri.
" Tuan, wanita tadi memberikan ini pada saya. " ucap Jonas seraya menyerahkan kartu nama wanita tadi.
Justin meraih kartu nama berwarna putih itu, lalu membaca sebuah rangkaian nama yang cukup mengusik hati nya.
" Elora Wilder. " gumam Justin dengan suara hampir tak terdengar.